D u a

5K 474 9
                                    

Keheningan adalah salah satu hal yang Radhi dapatkan ketika ia membuka pintu utama rumahnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Keheningan adalah salah satu hal yang Radhi dapatkan ketika ia membuka pintu utama rumahnya. Seperti biasa, Ayah sedang berada di rumah sakit dan Keigen pasti sedang berada di kampusnya. Jadi, saat ini Radhi hanya seorang diri di rumah.

Perlahan, Radhi menutup pintu rumahnya. Tanpa menyalakan lampu, Radhi segera naik ke lantai dua rumahnya, tempat di mana kamarnya berada. Namun, untuk sejenak, Radhi berhenti di depan foto Bunda yang berada di atas nakas. Radhi tersenyum ke arah foto tersebut.

"Assalamualaikum, Bunda. Aku pulang," lirih Radhi, "hari ini, sama kayak kemarin, Bun. Bosan banget. Nggak ada bedanya. Tapi, hari ini aku kena marah guru gara-gara aku nidurin kepala di atas meja."

Radhi terkekeh pelan sejenak. Kedua manik beriris birunya tidak juga lepas dari wajah sang bunda. Terutama dari senyumnya. Begitu manis, sampai-sampai Radhi berharap ia dapat melihat senyum itu secara langsung.

"Aku dijewer guru gara-gara itu, Bun. Padahal, teman sekelas aku banyak yang tidur. Parah banget, ya?" lanjut Radhi. Ia mengusap foto Bunda dengan lembut, seolah takut merusaknya. "Hari ini aku makan siang, Bun. Nggak lupa buat minum obat. Nggak ninggalin salat juga. Tapi, emang jadi nggak jamaah, sih. Gara-gara keluar kelasnya telat. Ya, gara-gara guru itu. Nyebelin banget!"

Radhi menarik napas panjang untuk sejenak. Rasa sesak karena rindu yang menggebu-gebu seolah menyakiti dadanya. Membuat Radhi tanpa sadar mulai memukulinya perlahan. Berharap dengan itu, rasa sakitnya sedikit berkurang.

"Bun, kalau aku bilang aku kangen sama Bunda, aneh nggak?" gumam Radhi, bertanya pada foto Bunda yang jelas-jelas tidak akan pernah bisa membalasnya. "Ha-ha. Iya, aku tahu pertanyaan aku aneh banget. Aku mau ke kamar dulu, deh. Ngantuk banget. Belum salat asar juga. Nanti, kita ngobrol lagi, ya, Bun. Love you."

Dengan langkah berat, Radhi memutar tubuhnya dan berjalan menuju kamarnya. Dilemparkannya tas ke atas meja belajar. Dan dengan cepat, Radhi berbaring di atas tempat tidur. Kedua netranya memperhatikan langit-langit kamar yang dicat biru langit.

Dengan tangan kanannya, Radhi membuka kancing seragamnya. Perlahan, ia mengusap dadanya, dan merasakan detakan jantungnya sendiri. Ada rasa bersalah setiap kali merasakan organ sekepalan tangan itu masih berdetak.

Andai dulu jantung ini tidak berdetak, apa ....

Radhi menggeleng cepat, berusaha menghilanhkan pemikiran liarnya barusan. Ia segera bangkit dengan mata yang melirik ke arah jam dindingnya. Sudah pukul setengah lima.

Yah, daripada makin mengantuk nantinya dan malah ketiduran, lebih baik Radhi bangun dan segera menunaikan kewajibannya tersebut.

•The Dream Catcher•

Ketika Radhi kembali membuka matanya, baru ia sadari ada setetes air mata di sudut matanya. Perlahan, Radhi mengusapnya. Ia berusaha memfokuskan pandangannya pada Keigen yang barusan menggoyangkan tubuhnya dengan ganas.

The Dream CatcherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang