E m p a t b e l a s

3K 317 36
                                    

Kalau siang menuju sore begini, suasana taman bermain anak pasti agak ramai

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kalau siang menuju sore begini, suasana taman bermain anak pasti agak ramai. Sayangnya, langit yang tampak menggelap membuat keramaian itu memudar seiring berjalannya waktu. Tapi, hal itu tidak juga membuat Radhi dan Keigen beranjak dari ayunannya masing-masing. Atau lebih tepatnya, Radhi yang tidak ingin beranjak dari sana.

Angin kembali berembus, menerbangkan dedaunan kering yang ada di sekitarnya. Radhi merapikan rambutnya sejenak, lalu kembali memegang rantai ayunan. Kedua manik birunya terpejam, menikmati embusan angin yang menyapu stratum korneumnya.

"Masih mau duduk di sini?" tanya Keigen pada akhirnya. Ia memaju-mundurkan ayunan dengan kakinya. Perlahan, hingga membuatnya sedikit mengantuk.

Radhi kembali membuka matanya dan menengadah. Langit tampak lebih gelap dari saat terakhir kali ia melihatnya. "Kalau mau hujan-hujanan boleh?"

"Jangan ngaco." Keigen bangkit dari ayunannya. Ia beralih ke hadapan Radhi. Diusapnya puncak kepala sang adik. "Ayo, balik ke kamar."

Pada akhirnya, Radhi menyerah untuk tetap berada di sana. Ia mengangkat kedua tangannya, bermaksud untuk meminta bantuan pada Keigen untuk berdiri. "Bantuin bangun," pintanya.

Keigen terkekeh geli. Ia meraih tangan Radhi, lalu menariknya. Setelah itu, Keigen menarik kursi roda yang ada di dekatnya. Dibantunya Radhi untuk duduk di sana.

"Kamu akhir-akhir ini manja. Kenapa?" tanya Keigen seraya mendorong kursi roda tersebut, "aku nggak masalah, cuma agak heran aja. Kemarin-kemarin, kamu nggak mau bersikap gini ke aku."

"Kalau nggak ke Kakak, aku manja ke siapa lagi?" Bukannya menjawab, Radhi malah balas bertanya. "Aku nggak punya bunda, Kak. Aku nggak tahu lagi mau ke siapa. Ayah sibuk. Cuma Kakak yang aku punya."

Keigen sontak membeku di tempatnya. Kenapa bisa-bisanya Keigen melupakan kalau sang adik tidak bisa merasakan kasih sayang sang ibu? Wajar 'kan kalau selama ini Radhi meminta perhatian lebih ke dirinya?

"Aku jadi mikir. Kenapa dulu Bunda nggak bawa aku aja? Jadi, Bunda nggak perlu sendirian di sana. Aku juga nggak perlu ngerasa bersalah di sini." Radhi melanjutkan.

Masalahnya, kalimat yang Radhi ucapkan justru membuat Keigen sebal sendiri. "Kalau kamu nggak di sini, yang nemenin aku siapa? Kamu tega biarin aku sendirian?" balas Keigen. Ia ingin berhenti berjalan, kemudian menatap ekspresi Radhi. Ingin juga menjitak kepala cowok itu, tapi Keigen tidak tega.

"Kalau aku nggak di sini, Bunda pasti masih ada," jawab Radhi. Ia menengok ke belakang, berusaha melihat Keigen. Senyum terukir di bibirnya, membuat kedua netranya menyipit layaknya bulan sabit, seolah ketika pemiliknya tersenyum, kedua indra itu ikut tersenyum.

Indah. Mirip seperti milik Bunda.

"Aku nggak pernah mikir ke sana, Dek," ucap Keigen. Ia menggigit bibir bawahnya sejenak. Ketika hujan mulai turun, kepalanya lantas menoleh. Berpikir bahwa alam mengetahui perasaannya dengan menurunkan hujan di saat seperti ini.

The Dream CatcherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang