Stone#1

210 11 0
                                    

Berita itu beredar, dengan kecepatan cahaya. Seperti pesawat Thanos yang menyeberangi galaxy. Sedangkan Adrian dan Eli berjalan santai saat berita itu muncul di permukaan.

Tidak pernah ada yang tahu bagaimana ciuman itu pun beredar dan terbit di sebuah majalah lifestyle, paling heboh adalah halaman showbiz pada section hot and eksklusif, menampilkan foto Adrian dan Eli saat berciuman panas, dengan headline besar.

'SANG TAIPAN MENUNJUKKAN TARINGNYA UNTUK WANITA'

'PEWARIS TUNGGAL TELAH KEMBALI'

'APAKAH HUBUNGAN MEREKA BENAR?'

Adrian terganggu pada salah satu headline hingga akhirnya dia mendapatkan ide untuk melakukan aksi selanjutnya.
"Akhir pekan ini, aku ingin berlibur."
"Kemana? Apakah kau perlu jet pribadimu?"
"Aku hanya perlu sebuah kendaraan dan dirimu. Kita akan mengunjungi kedua orang tuamu."
"Serius?"
--

Eli berkutat dengan beberapa bahan makanan di dapur rumahnya. Entah mengapa dia sekarang menjadi sangat rajin dan hafal tentang dapur, padahal sebelumnya dia adalah wanita bertangan dingin saat di kantor, tapi bukan di dapur. Perubahan ini membuat ibunya berdecak kagum dan mengundang tanya.
"Kau terlihat bahagia."
"Oh, bu. Aku biasa-biasa saja."
"Sejak kapan kau bisa mencincang bombay tanpa menangis?"
"Karena Adrian sudah mengajariku."
"Oh, jadi kalian senang berkencan di dapur ya?"
"Ah bukan itu maksudku bu."
"Ibu senang mendengarnya. Adrian sepertinya adalah pria yang bisa mengobati rasa sakitmu setelah Fero."
"Ibu..."
"Hei, kau kira ibu mu ini buta apa? Ibu tahu, Adrian awalnya mungkin sosok pelarian bagimu, tapi melihat kalian berdua bahagia, sepertinya ibu sudah salah menilai hubungan kalian."
Eli diam saja.

"Bu, maukah kau membantuku menggoreng cumi ini?"
"Tentu saja. Tapi jangan kau kira ibu lupa dengan pembicaraan kita sebelumnya."
"Sudahlah bu."
"Kau tahu, ibu merasa senang karena kau kembali seperti dulu lagi, banyak tertawa dan tersenyum. Berbeda saat Inez menikah."
"Ibu pasti tahu bagaimana perasaanku."
"Maafkan kami Eli, kami tidak punya pilihan lain..."
"Anak itu butuh ayahnya. Aku bisa terima itu. Sudahlah bu, aku sudah bahagia sekarang."

"Hai Ladies, apa yang kalian obrolkan?"
"Itu rahasia Adrian."
"Kau sedang bermain tebak-tebakan denganku sekarang?"
"Tidak. Kau terlalu percaya diri."
"Apakah aku boleh mencicipinya?"
"Tentu Adrian."

Setelah mendapatkan ijin, udang goreng itu masuk ke dalam mulutnya dengan lahap.
"Bagaimana rasa masakan ibu, Adrian?"
"Enak. Tapi aku yakin ini bukan masakan ibu."
"Kau meragukannya?"
"Karena kali terakhir aku makan disini, kulit udangnya tidak dikupas. Berbeda dengan yang sekarang, hanya satu orang yang tahu bahwa aku tidak suka makan kulit udang."
"Hahaha... Kau memang tidak bisa dibohongi ya."
"Aku mengenal Eli bu." Eli bersemu merah mendengarnya.
"Sebaiknya kau pergi Adrian, sebelum ayahku memukulmu dengan raket schowosh nya." Timpal Eli.

Ayah Eli pun bergabung disana, meminum lemon squash yang sudah tersedia di meja pantry.
"Minuman ini rasanya beda. Apakah Eli yang membuatnya?"
"Iya. Apakah kau suka?" Tanya ibunya.
"Kau harus sering-sering memasak untuk Ayah kalau begitu. Jadi Adrian, aku yakin ada yang ingin kau katakan sampai harus menantang ayah mertua mu ini."
"Well, jika aku menang, bolehkah kami menikah bulan depan?"
"What? Jangan katakan kalian sudah melakukannya?"
"Ayah... Adrian, apa maksudmu?" Teriak Eli kaget.
"Sebenarnya, Ayah mertuaku, kami belum pernah."
"Jadi kenapa mendadak?"
"Karena aku sudah tidak tahan, ayah mertua."
"Sepertinya otakmu sudah geser, Adrian."
"Maaf sayang, aku yakin aku masih waras."
"Baiklah, jika menantuku sudah meminta, aku bisa apa?" Sambung Ayah Eli.
"Yes.."
"Tapi jangan senang dulu. Kau harus mengalahkanku dulu, Adrian Gareth."
"Baiklah, saya tidak akan mengalah."
--

Adrian merasa ada yang janggal disini, sudah beberapa kali dirinya bertanding dengan ayah mertuanya itu. Tapi pertandingan pagi itu rasanya sulit sekali, meski sudah tak muda lagi, ayah mertuanya masih bugar dan sehat.

Set pertama berakhir seri, Adrian mengambil dua botol air putih untuk mereka nikmati setelah berolah raga.
"Apakah Anda tidak setuju aku menikahi Eli?"
"Tidak juga. Aku hanya ingin lihat sejauh mana kau serius dengannya."
"Anda tidak mempercayaiku? Bahkan setelah kami tinggal satu atap?"
"Tinggal satu atap, tidak lantas menjadikanmu pantas sebagai calon suaminya."
"Apakah Anda tidak salah bicara? Atau Anda lupa siapa saya?"
"Aku tahu siapa dirimu sebenarnya. Yang aku tidak tahu, kenapa kau ingin menikahi Eli. Kedua orang tuamu, mereka pasti tidak akan setuju."
"Itu urusan saya. Lagipula Eli adalah tanggung jawab saya."
"Kau pasti sudah tahu tentang Fero kan? Jangan memberinya kekecewaan yang sama."
"Tidak akan."
"Jangan terlalu dini membuat janji, kau pun tidak memiliki jaminan untuk menepatinya."
"Maka biarkan saya menikahinya dan saya adalah jaminannya."
"Mudah bagi kalian berkata demikian, tapi kami hanyalah orang biasa."
"Benarkah? Tidak ada orang biasa yang mengetahui siapa saya."
"Itu urusanku, Adrian. Jika tangan kotor mereka menyentuh Eli, maka aku tidak akan tinggal diam. Putriku tinggal 1, aku tidak akan merelakannya dengan mudah."
--

Adrian dan Eli telah kembali ke apartemen, mereka tidur tidak berhadapan. Eli menghadap ke nakas, sedangkan Adrian masih setia menunggu punggung Eli berbalik.
"Untuk apa?"
"Apa yang apa?"
"Pernikahan itu, bukankah kita hanya sepakat akan mengakhirinya sewaktu-waktu?"
"Aku tidak pernah mengiyakan permintaan sepihakmu."
"Aku bahkan tidak mengenalmu, Adrian."
"Inilah aku, tidak ada yang lain." Jawab Adrian sambil memeluk Eli dari belakang.

"Aku tidak bisa mencintaimu."
"Atau kau masih ragu? Karena tidak mungkin kau mencintai Fero kan?"
"Aku pernah terluka, kau tahu itu. Masih terlalu dini untuk menggores luka lagi."
"Pernikahan kita akan bahagia."
"Juga akan ada kerikil tajam. Bukankah pernikahan itu bagaikan pisau bermata dua?"
"Aku tahu hubungan ini adalah ketidaksengajaan. Tapi kita adalah tim yang bagus sejauh ini, kau pasti bisa belajar mencintaiku, seperti aku."
"Adrian Gareth, sang taipan mencintai gadis sederhana sepertiku?"
"Kau lebih rumit daripada sederhana. Maksudku, isi otakmu. Selalu membuatku berpikir dua kali."

Adrian terus mengendus leher Eli yang menguarkan wangi lavender vanilla yang sudah menjadi favorit Adrian. Sedangkan Eli diam saja saat Adrian melakukannya, karena sudah biasa hal tersebut dilakukan. Eli mulai gerah saat telapak tangan Adrian mulai bergerak ke dalam kaos Eli yang longgar. Mulai menjamah perut, memainkan pusarnya, dan merangkak naik.

"Ah.. hentikan tanganmu."
"Aku suka memelukmu."
"Tapi tangannya jangan seperti ini."
"Kalau begitu, kembalikan kaosku."
"Lalu aku bagaimana?"
"Tidak usah pakai apa-apa juga boleh."
"Nggak ah. Tanganmu jahil."
"Seperti ini?" Jemari Adrian telah sampai di putingnya, memainkannya secara langsung, memutarnya, memelintir, mencubit, sesekali meremas gemas. "Sekarang giliranku membuatmu pasrah dan tidak mengomel lagi."
--

Tidak Terduga (The Red Line) - CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang