Stone #2

194 12 0
                                    

Eli berjalan sambil membawa sebuah berkas dan amplop coklat yang belum terbuka. Wanita itu berjalan dengan sisa rasa percaya diri yang melekat di tubuhnya. Jika kalian mengenal Eli, maka hari itu kalian tidak beruntung, karena dia sedang dalam suasana yang buruk. Tidak ada yang tahu seberapa buruk.

Namun saat kakinya berhenti di depan pintu Mr. Gareth maka udara sekitar berubah menjadi hening seketika. Entah bagaimana isi hati Eli sekarang, tapi genderang sedang bertabuh meski tak berlagu.
"Maaf Sir. Ada yang ingin saya bicarakan."

Mr. Gareth masih duduk sambil ditemani seorang asisten pribadi wanitanya, namanya Michelle. Wanita asal Amerika Latin, bertubuh montok, berlekuk, dengan sepatu heels yang khas CFM (Come F*ck me), pakaian kerja dengan belahan dada rendah, potongan rok pensil 25 cm diatas lutut. Lebih mirip sebagai wanita simpanan sebetulnya.
"Michelle, tinggalkan kami." Begitu katanya. Wanita itu pergi berjalan ke arah pintu dan menutupnya perlahan, well sepertinya wanita itu masih memiliki attitude yang bagus.

"Tentu, Eli. Bolehkah memanggilmu begitu?"
"Tentu Sir."
"Duduklah, kau ingin minum sesuatu?"
"No, thanks Sir."
"Katakan maksud kedatangan mu."
"Sebenarnya apa isi amplop ini?"
"Ku rasa kau sudah cukup dewasa untuk mengerti."
"Sayangnya saya tidak mengerti."
"Kalau begitu akan ku buat kau mengerti."
"Adrian Gareth, putra tunggalku, dia dilahirkan untuk mewarisi banyak hal. Bahkan cukup banyak sehingga dia tidak perlu bekerja hingga akhir hayatnya. Dan kau? Siapa kau?"
"Saya tidak pernah menggaet putra Anda, jika itu yang anda ingin tahu."
"Benarkah? Tapi sepertinya bukan itu yang terlihat."
"Apa yang Anda inginkan dari saya?"
"Kau, wanita yang lugas dan to the point. Aku suka. Tapi aku lebih suka jika kau melepaskan putraku. Kau bisa?"
"Saya..."

Pintu terbuka cepat dengan dentuman keras dan menampilkan sosok Adrian, wajahnya merah padam, tulang dagunya kian menonjol khas pria yang sedang menahan amarah.
"Sudah ku katakan untuk tidak mencampuri urusan pribadiku."
"Ah, Adrian, putraku."

Adrian menarik pergelangan Eli dan mengajaknya untuk berdiri meninggalkan ruangan laknat tersebut.
"Eli, ayo kita pergi."
"Tapi..."
"Lihat kan? Semenjak berhubungan denganmu, tingkah dan perilakunya sangat jauh dari kata sopan. Seingat Ayah, attitude mu selalu bagus, meski kau tidur dengan banyak jalang." Tukas Ayah Adrian.
"Cukup." Teriak Adrian.
"Buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Pada akhirnya  nasibmu akan sama sepertiku. Tidak ada yang namanya cinta di dunia ini, harta semata."
"Kalau begitu, kau bisa bawa seluruh hartamu ke liang kubur."
"Benarkah? Apakah kau lupa asal mu?"
"Aku ingat."
"Inikah balas budi mu?"
"Tidak. Tapi aku tidak akan membiarkanmu memasuki kehidupan pribadiku."
"Ayah tahu apa yang terbaik buatmu."
"Pikirkan kembali kata-kataku. Sebelum aku menghancurkan semua yang kau punya."
"Hancurkan saja. Maka kau juga akan melihat Angelica hancur di dalamnya."
--

Adrian menyetir mobil seperti orang kesetanan, mungkin dia tengah berperilaku macam setan. Who knows? Beberapa mobil dia balap, bersyukurlah tidak ada aksi kecelakaan ataupun melanggar lampu merah, hanya saja klaksonnya tak berhenti bernyanyi.

Memasuki parkir apartemen, Adrian masih terlihat belum ingin membuka sepatah kata. Dia memaksa Eli untuk keluar mobil dan menariknya untuk berjalan secepat yang Adrian inginkan. Merasa bahwa Eli tidak mampu menyamai kecepatan langkahnya, maka Adrian menggendong tubuh Eli dan meletakkan di bahu kirinya.
"Adrian, hentikan. Turunkan Aku." Adrian diam dan membalasnya dengan tamparan di pantat Eli.
"Aaw..sakit."
"Kau akan mendapatkan hukumanmu."
"Apa salahku?"
"Terlalu banyak untuk disebutkan."
"Katakan saja."
"Aku marah."
"Marah kok bilang-bilang... Aaw." Teriak Eli saat Adrian kembali menampar pantatnya lagi.

Adrian membanting tubuh Eli ke kasurnya. Meski empuk, tapi bagi Eli hal itu menyakitkan.
"Ada apa denganmu?" Teriak Eli saat Adrian memaksa untuk menelanjangi Eli.
"Adrian... Hentikan..."
Adrian seolah tuli dan terus membuka paksa blouse yang Eli kenakan. Setelah pakaian itu terlepas, hanya tersisa pakaian dalam Eli berwarna biru tosca yang kontras dengan warna kulitnya yang putih kekuningan.

Tidak Terduga (The Red Line) - CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang