cocktail#2

155 10 1
                                    

"Apakah mereka anak haram?"
"wow, hati-hati dengan pemilihan katamu, Elena."
"Kalau begitu jelaskan."
"Mereka ada dan lahir dengan status yang jelas sebagai anak-anakku. Kami masih bertunangan Elena, jika itu yang kau mau tahu."
"Bagaimana denganku?"
"Kau mulai banyak bertanya, sebaiknya kita masukkan pertanyaan itu sebagai bagian dalam game. Bagaimana?"

"bagaimana jika TOD?" Usul Elena
"terlalu clasic dan kekanakan. Permainan ini hanya membutuhkan kejujuran biarpun menyakitkan. Apakah kau yakin ingin ikut Elena?" Tanya Adrian dengan nada sombongnya.
"Kenapa tidak? Aku adalah tunanganmu, mundur dari permainan really not my style."
"Well tahan sakitnya."
"So, apa peraturannya dan bagaimana cara mainnya?" Tanya Eli langsung menusuk kalimat Adrian.
"Easy honey, kau akan baik-baik saja. Caranya mudah, hanya konseling singkat, jumlah pertanyaan hanya satu kali, waktu untuk menjawab maksimum 3 menit. Yang kalah, harus meneguk satu sloki cocktail yang sudah ku pesan. Deal?"
"Actually, aku sudah membuat simple cocktail untuk kita minum malam ini Adrian."
"Well, kalau begitu bawa saja kemari."

Eli beranjak dari ruang tamu menuju tempat tidur dimana anak-anaknya berada. Satu persatu mendapatkan ciuman sayang dari Eli.
"Apakah kau juga akan menciumku?"
"No.... Kenapa kau tidak cerita mengenai Elena?"
"Aku tidak sanggup membuatmu menjauh dariku."
"Pada akhirnya, kami juga akan pergi."
"Tidak lagi. Kalian sudah disini, tidak ada alasan kau pergi lagi."
"Tidakkah kau lihat, Elena mencintaimu. Lagipun dia juga berasal dari keluarga yang baik."

Adrian mengejar wanitanya, menangkupkan kedua tangannya di kedua sisi pipinya.
"Sampai kapanpun, kau adalah satu-satunya wanita yang berhak melahirkan anak-anakku."
"Tidak perlu jadi istrimu kan?"
"Kau ingin memisahkan anak-anak?"
"Masa depanmu sudah jelas, kenapa harus menoleh lagi ke belakang."
"Saat itu, masa depan kita juga sudah jelas. Tapi kenapa kau menoleh pada masa laluku?"
"Aku hanya gadis biasa, berasal dari keluarga biasa. Bagiku, berhubungan dengan orang-orang di kalangan kalian hanya akan meninggalkan luka. Lihatlah hubunganku dengan Fero sebelumnya, bukankah aku juga menjadi korban?"
"Dan kau mengambil inisiatif karena kau takut terluka, begitu?"
"Aku sudah terluka, Adrian."
"Aku akan menghapusnya."
"Cukup aku saja. Setelah ini biarkan anak-anak bahagia dengan jalan mereka, tanpa ada kau, kekayaanmu, bahkan mungkin kami hanya akan jadi pengganjal bagi jalanmu menuju kursi di Kongres."
.
.
.
Botol sudah beberapa kali berputar, untuk menentukan kesempatan siapa yang akan bertanya. Beberapa kali juga Eli dan Elena harus menenggak sloki minuman yang telah Elena buat sebelumnya.

Kemudian salah seorang penjaga memasuki ruangan dam memberitahu bahwa Fero sedang diluar.
"Biarkan dia masuk."
"Siapa?"
"Fero. Aku yakin dia mencarimu."

Fero memasuki teras yang menghadap ke laut sambil menatapi semua orang satu persatu.
"Take a seat, please. Minumlah."
Setelah meminumnya, Fero melihat ke arah Elena sambil menanyakan siapa dia.
"Sorry, kami dalam permainan. Kau harus ikut ambil bagian jika ingin bertanya."
"Count me in. Dimana anak-anak?"
"Mereka sudah makan malam, sekarang sedang bermain di ruangan sebelah bersama nanny mereka."

Botol mulai berputar lagi, Fero pun beberapa kali harus minum. Permainan itu hanya menguji emosi pemainnya dalam menjawab, memilih kata yang tepat agar cukup menjelaskan di waktu yang telah disediakan. Karena tidak boleh ada pertanyaan sambungan di kesempatan setelahnya.

Permainan masih berlanjut saat nanny meminta bantuan dari Eli untuk menenangkan Julian, Feto pun menyusul karena dia ingin melihat Damian.
"Apakah kau sudah puas dengan jawabannya Elena?"
"Belum."
"Tapi kau sudah mabuk."
"Aku masih ingin bermain."
"Kembalilah ke kamarmu."
"Antarkan aku."
Terbesit pikiran jahat dalam benak Adrian, dia mengambil botol yang selama ini sudah Elena genggam. Adrian tidak berani biarpun hanya mencium aromanya, dia pun meneteskan di gelas Fero dan mengisinya kembali dengan minuman.
"Fero, bisa temani Elena? Aku ingin melihat Jules."
"Yeah sure."
Adrian pun meninggalkan meja permainan dan memasuki ruangan sebelah.
--

"Apakah Jules baik-baik saja? Aku mendengar dia menangis."
"Jules selalu begitu jika Ian menangis."
"Berikan padaku, biar aku menggendongnya."
Jules telah berpindah tangan ke dalam dekapan Adrian. Wajahnya memerah karena menangis, mulutnya masih mencebik, tapi kepalanya telah bermanja-manja di ceruk leher Adrian. Dia seolah tahu siapa ayahnya.
"Husshh... Daddy is here babygirl. Daddy tidak kemana-mana. Jangan khawatir, Ian hanya merindukan Mama. Apakah kau merindukan daddy juga?" Adrian berbincang dengan Jules sambil menepuk punggungnya. Jules pun meletakkan kedua tangannya untuk melingkari leher Adrian.

"Apakah Jules ingin tidur dengan Daddy malam ini?" Dia mengangguk. Gadis tiga tahun itu semakin manja di pelukan Adrian.
"Wangi shampoo mu mirip dengan Mama, daddy suka. Sekarang daddy akan menyanyikan nina bobo, kau suka?"
Seperti mantra, lagu itu didengungkan Adrian sambil mengusap punggung Jules. Kemudian dia memberi kode pada Eli untuk mengambil baju baru untuk Jules, karena baju yang dikenakan gadis kecil itu mulai basah dan Adrian tidak ingin princessnya sakit. Lagu pun selesai, dengan tenang Adrian membuka pakaian Jules yang basah, mengelapnya dengan handuk kering, dan menaburkan bedak di tubuh kecilnya sebelum baju baru dipakaikan kembali.

"Kau menikmatinya?"
"Apa?"
"Melihat aku berinteraksi dengan anak-anak."
"Well, Fero sudah pernah melakukannya."
"What???"
"Tapi Jules selalu merengek apabila Fero yang memandikannya atau menggantikan bajunya."
"She is really my baby girl."
"Well dia keras kepala."
"Mirip denganmu."
"Dan juga egois, tidak suka dibantah jika sudah maunya."
"Mirip denganku. Mereka anak-anak kita Eli. Whether you like or not, kami memiliki interkoneksi yang hebat."
"Well i admit it."
"Apakah kau juga ingin dibukakan baju olehku?"
"Oh, stop it. Ayo kembali ke permainan."
.
.
.

Tidak Terduga (The Red Line) - CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang