Part 5 (Juragan Perhiasan)

116 34 8
                                    

Masalahnya sekarang, aku tak punya simpanan ikan. Stuart sudah menghabiskan semua dan dia baru akan datang lagi membawa ikan seperti janjinya sore nanti, tepat sebelum makan malam.

Saat aku mencoba menawarkan alternatif telur mata sapi pada Niyo yang setia menungguiku memasak makan siang di meja ruang makan dan menebarkan teror kecanggungan bagiku, dia hanya memandangi piringnya seolah-olah baru pertama kali melihat telur. Dan aku harus memberikan contoh padanya cara makan telur mata sapi dengan nasi seperti ibu yang mengajari anaknya untuk pertama kali makan dengan tangan sendiri.

"Percayalah, ini enak. Aku akan masak ikan nanti malam. Karena siang ini temanku masih menangkapnya untuk kita, jadi aku hanya bisa memasak apa yang ada di lemari es." Aku terdengar sedang membujuknya.

"Kamu bisa membelinya." Dia memberi saran. Dia memang anak yang nakal. Dan yah, setidaknya dia berbicara dengan bahasa yang kupahami dan lebih lancar daripada sebelumnya. Aku harus bersyukur soal itu.

"Orang tuaku belum mengirimkan uang dan aku tak ingin menyusahkan Kakek, jadi aku harus berhemat." Aku berusaha lagi. Mengabaikan perasaan malu yang menggelitiki relung dadaku.

Kenapa juga aku mengatakan kami harus berhemat segala kepada tamu yang kelaparan? Aku sungguh menyesali bagian perkataanku yang itu. Karena pada akhirnya Niyo malah merogoh saku celana pemberian Dokter Carl dan mengeluarkan segenggam mutiara padaku. Yang membuatku serta-merta melotot hingga kupikir bola mataku akan menggelinding keluar.

"Bisakah ini ditukar dengan ikan?" Dia menatapku lekat. Tatapan yang sungguh kalau boleh jujur, sangat menakutkan namun memesona di waktu bersamaan. Dan membuat kinerja otakku yang sudah lambat menjadi lebih lemot lagi karena harus tersipu-sipu di saat seharusnya aku segera memikirkan jawabannya.

"Apa kamu sangat kaya?" celetukku akhirnya. Mempermalukan diriku lagi dengan mempertanyakan hal bodoh padanya.

Niyo hanya mengedikkan bahunya, sementara aku menghitung jumlah mutiara yang terkumpul di meja. Semuanya ada lima belas butir dan dari melihat kilaunya sekilas, aku tahu itu asli.

"Dari mana kamu mendapatkan mutiara sebanyak ini? Kupikir kamu adalah turis yang terkena serangan hiu saat menyelam di sekitar pulau seberang?"

Sudut bibir tipis Niyo yang kemerahan sedikit berkedut ke atas. Sial sekali senyumnya yang pelit itu justru membuat detak jantungku kian tak menentu. "Aku pemilik toko perhiasan Ocean yang mengkhususkan mutiara sebagai produk utama kami," katanya menjelaskan.

Dan yang kupikirkan pertama kalinya setelah itu adalah Niyo ini sangat ... kaya. Dia masih muda, tampan dan seorang pengusaha perhiasan. Dia pasti bisa menggeser posisi Stuart di sekolah kami seandainya pindah ke sana.

"Aku membeli mutiara yang dihasilkan petani kerang di sekitar sini dan ingin sekalian menikmati kesegaran air laut saat diserang oleh seekor hiu yang muncul tiba-tiba di tempat tak seharusnya dia muncul. Dan karena aku kehilangan dompetku, hanya ini yang kupunya sekarang. Aku bersyukur mutiara-mutiaraku tidak ikut hanyut atau dicuri."

Aku mengangguk-angguk seperti diriku yang selalu terlihat bodoh di mana dan kapan pun. Melihatnya selalu diam sejak kemunculannya hingga kupikir dia bisu dan sekarang dia jadi banyak bicara membuatku masih terkagum-kagum. Ditambah lagi dengan gaya bicaranya yang berwibawa, semakin menghipnotis ketika berpadu dengan suaranya yang merdu.

"Jadi, apa aku bisa mendapatkan ikan sekarang?" Pertanyaan yang kemudian dilontarkannya berhasil menyadarkanku dari lamunan nista.

Delphos (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang