Part 18 (Dia Sungguh Melamar?)

91 21 12
                                    

"Tanpa meminta pendapatku? Tidakkah menurutmu itu sangat konyol?" Aku terhenyak dari posisiku dan menatap Stuart yang masih senyum-senyum tak jelas. Ingin sekali rasanya aku mencakar wajah itu agar berhenti bertingkah seolah-olah percakapan kami senormal hari biasa.

"Memangnya kamu tidak mau menjadi pasanganku?" Dia menyusul bangkit. Menatapku dengan sorot yang lagi-lagi membuatku merasa aneh hingga memaksaku menunduk untuk melarikan diri dari intimidasinya. "Aku bisa menunggu."

Aku menggigit bibirku. Masalahnya, ini terlalu mendadak dan selain itu, aku tak pernah berpikir ke sana sama sekali sebelumnya. Ayolah, aku masih kelas tiga SMA. Jatuh cinta pada Niyo itu satu hal, tapi membicarakan jenis hubungan seserius ini dengan kawan seterumu sehari-hari, itu lain lagi.

Stuart menoel hidungku untuk menyadarkanku dari kebisuan panjang. Dia menunduk untuk menemukan wajahku dan menyamakan tinggi kami sambil kembali menatap lekat. "Kamu tidak mendengarku? Aku bisa menunggu, tapi tidak akan pernah melepaskanmu, apalagi menyerahkanmu pada Niyo. Jadi pilihanmu cuma dua; jatuh cinta padaku atau mulailah belajar untuk menerimaku. Mengerti?" Stuart mengakhiri penuturannya dengan mengusap kepalaku lantas kembali berdiri tegap.

Dia berjalan ke arah kemudi. Sementara aku yang sempat berharap pada diriku sendiri untuk mengatakan sesuatu, pada akhirnya hanya kembali terdiam tanpa kata. Sebagaimana setiap momen menjengkelkan yang sudah pernah kulalui sebelumnya bersama Stuart. Aku selalu memenangi perdebatan hanya dalam angan-angan takaburku dan kalah telak pada kenyataannya.

"Aku sudah mengatakan semua yang ingin kukatakan. Jadi kamu mau kita jalan-jalan atau—"

"Aku mau pulang." Aku menukas sambil melangkah ke sisi kemudi begitu dia kembali bicara. Menunggu Stuart untuk memutar kunci, tapi dia hanya memandangiku dengan tangan kanan yang tetap berpegang pada kunci. Seolah-olah meminta untuk kembali dibentak karena sengaja menggodakiku lagi. Dan kuberikan itu, "Mengapa tidak segera menghidupkan mesinnya?"

"Bukan karena ingin cepat-cepat bertemu Niyo, kan?" terkanya curiga.

Aku menggeram keras, "Aku lapar!"

Meski tak memungkiri kalau sebetulnya aku juga merasa khawatir pada Niyo. Sebenarnya, aku hanya tidak ingin lebih lama berduaan di sini bersama Stuart karena situasinya sudah berbeda. Biasanya aku akan baik-baik saja, nyaman-nyaman saja, sebab Stuart juga tidak pernah terlihat memandangku sebagai seorang gadis. Namun, setelah mendengar pengakuannya yang luar biasa mengejutkan dan agak sedikit terlalu gila, aku jadi merasa kalau degup jantungku mulai bertalu tidak normal dan itu sangat tidak nyaman.

Aku butuh asupan makanan agar tak pingsan mendadak kalau sampai benar-benar tidak sanggup lagi menahan gejolak aneh perasaanku. Karena sekarang setiap kali menatap Stuart, entah itu wajah atau hanya secuil potongan tubuhnya seperti rambut, dadaku selalu berdetak lebih keras diikuti rasa gemetar di kedua kakiku.

"Kurasa aku akan pingsan," gumamku tak sadar sudah jatuh ke dudukan di samping kemudi. Aku tak lagi berani menatap ke arah Stuart dan terus mencoba mengalihkan perhatianku ke mana pun, asal bukan ke arahnya. Dan bocah itu bukannya segera menghidupkan mesin malah ikut duduk memeriksa suhu badanku.

"Nggak demam. Mungkin kamu masuk angin karena belum sarapan."

Kuberanikan mataku melirik bibirnya yang menggumam di depanku. Begitu mungil seperti bibir pangeran yang keluar dari anime. Begitu ... tidak. Aku menggeleng berusaha menepiskan segala pikiran ngawur yang coba menyusupiku. Setali tiga uang menyingkirkan tangannya dari kening. "Bisakah kamu menyalakan mesinnya saja dan membawaku pulang sekarang?" bisikku, terdengar menggigil memalukan di telingaku.

Stuart mengangguk dan melepaskan kemejanya untuk ditangkupkan ke badanku sebelum menghidupkan mesin. Saat aku menatapnya antara bingung dan keberatan dengan tingkahnya, dia hanya mengatakan kalau pakaiannya, meskipun tipis, setidaknya itu bisa menambah selapis kehangatan di tubuhku.

Delphos (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang