Recomended Song
Jonghyun - Diphylleia Grayi—DREAM—
Yeonjun, Soobin, Beomgyu dan Hyuka hanya bisa berdiri di koridor dan melihat dari luar duka yang menyelimuti ruang UGD sore itu. Mereka hanya diam disana selama tiga puluh menit tanpa berpikir akan ikut masuk dan menguatkan orang-orang yang ada disana. Menguatkan Taehyun yang baru saja kehilangan ayahnya.
Ego masih menguasai diri masing-masing. Rasa kecewa yang sulit ditampik dan menahan mereka untuk tetap disana, membuat mereka seolah tak peduli kala melihat bagaimana kehancuran teman— atau setidaknya seseorang yang pernah menjadi teman mereka.
Taehyun memeluk erat kakaknya yang sejak tadi memberontak seraya mengelukan nama ayah mereka. Tangannya tak berhenti mengusap punggung dan rambut Saeron sambil sesekali mengatakan sesuatu yang kiranya membuat tangisan kakaknya mereda.
Taehyun sendiri tengah berusaha mati-matian menahan amarah dan kesedihannya bersamaan. Ia juga ingin semua orang tau bagaimana semua ini benar-benar menghancurkannya. Namun Taehyun tak ingin egois. Bagaimanapun dia harus menopang ibu dan kakaknya disini. Dia harus terlihat paling kuat.
Suara tangis Ibu Taehyun paling mendominasi di ruangan itu. Seakan masih ada harapan, ia terus mengguncang tubuh sang suami yang terbujur kaku dengan beberapa luka yang baru saja dibersihkan.
Melihat ibunya yang seperti itu, Taehyun merasakan sakit yang luar biasa. Ia merasa gagal. Yang Taehyun tau, penyesalannya kian bertambah. Tak mendengar perkataan ayahnya sejak awal, dan malah membuat malapetaka seperti ini.
Kenapa semua semakin rumit? Kenapa keputusannya selalu salah? Tadinya ia pikir, mengambil jalan ini akan membuat semua membaik. Nyatanya takdir berjalan lebih cepat, dan lebih buruk.
'Maafkan aku, Ayah'
Di luar, Hyuka menyandarkan punggungnya pada tembok. Hanya ingin menghindar agar tak perlu melihat situasi itu terlalu lama. Yeonjun mendekat dan mengusap pundaknya, tersenyum kecil seolah mengatakan semua akan baik-baik saja.
Beomgyu memutuskan untuk duduk. Mendadak ia merasa lemas. Rasa bersalah yang entah datang darimana menguasai dirinya lebih banyak dari sebelumnya. Taehyun disana membutuhkan seseorang untuk membantunya tetap berdiri di saat ia tengah menopang dua beban sekaligus. Namun mereka hanya diam. Diam seakan terlalu lemah untuk melawan ego konyol mereka.
Sejak awal Taehyun membutuhkan mereka. Kala ia mendapat vonis yang tidak akan membuatnya sama lagi dan membuatnya terhantui bayangan buruk seumur hidup, dan sejak ayahnya menentang mimpinya yang sudah di depan mata. Namun nyatanya tidak ada yang bersamanya dalam masa itu, atau setidaknya hanya Soobin yang pernah.
Taehyun melepas pelukannya dari Saeron sebelum jatuh berlutut tanpa intrupsi. Kakinya tidak bisa merasakan apapun, lagi. Bahkan kini pandangannya berubah buram. Sungguh, ia tidak tau kapan terakhir kali meminum obatnya.
"Taehyun-ah" Saeron berjongkok di hadapan Taehyun, begitupun ibu mereka yang turut menghampiri Taehyun dengan penuh ketakutan. Ketakutan yang sejak awal membuatnya terpaksa harus menjadi keras untuk Taehyun.
Sebelum Taehyun sempat menjawab, bibirnya lebih dulu terkatup rapat kala rasa sakit berganti menyerang kepalanya. Demi Tuhan, rasanya sakit sekali, sampai mau mati rasanya. Bahkan mungkin Taehyun bisa saja membenturkan kepalanya ke dinding jika tidak ada ibu dan kakaknya yang melihatnya disana. Sial! Seharusnya jangan di hadapan mereka, 'kan?
Alih-alih menjawab, Taehyun meremat rambut cokelatnya kuat-kuat sampai badannya membungkuk. Bibirnya mengeluarkan rintihan, seolah menjadi jawaban untuk ibu dan kakaknya.
"Bu—"
Taehyun berganti memukul kepalanya. Rasanya benar-benar sesakit itu. Namun ibunya menahan tangannya kuat-kuat.
"Taehyun-ah, kau tidak boleh melakukannya!"
"Tapi ini— s-sakit, Bu!"
"Saeron, panggilkan dok—"
"Arghhh!!!" Erangan Taehyun menghentikan kalimat ibunya.
Hanya rasa takut, bagi wanita itu tak ada yang lebih mendominasinya ketimbang perasaan takut sekarang. Ibu dua anak itu tidak tau harus melakukan apa untuk membantu mengurangi rasa sakit anaknya. Dia belum pernah menghadapi Taehyun yang seperti ini, dia tidak pernah tau bahwa di belakangnya anaknya merasakan sakit yang separah ini. Dengan kalut wanita itu lantas membawa Taehyun ke dalam pelukannya, mengusap kepalanya agar setidaknya Taehyun merasa lebih baik, sementara ia mebiarkan anak sulungnya beranjak keluar memanggil dokter.
Di luar ruangan itu, mereka yang berdiri di sana mulai tak bisa menahan diri untuk tetap berdiam diri di luar. Melihat Taehyun seperti itu, meski tadinya mereka tak ingin ikut campur, namun mereka tetaplah teman yang tidak akan membiarkan ada yang menderita sendirian. Sudah cukup keegoisan mereka yang dulu, mereka tidak akan melakukan kesalahan yang sama lagi. Meskipun setelah ini mereka tidak akan bersama seperti sebelumnya, namun tak ada alasan kuat untuk bertingkah asing satu sama lain.
Soobin yang pertama masuk, kemudian disusul Yeonjun dan Hyuka yang berjalan bersisian, sementara di belakang Beomgyu berjalan dengan langkah lambat, ragu.
Soobin menahan tangan Taehyun yang berniat memukul kepalanya lagi. "Berteriak saja kalau sakit, tapi jangan sakiti dirimu."
"Sa— kit, Hyung!" Taehyun memejamkan matanya rapat, berusaha meredam sakit dengan menggigit kuat bibirnya. Namun bukannya merasa lebih baik, justru sakitnya kian bertambah. Seperti dihujam ribuan jarum tanpa ampun.
Ibu Taehyun yang tak tahan melihat anaknya seperti itu lantas melepas pelukannya dan beranjak, menghapus jejak air mata dipipinya. "Kalian tunggu di sini, Bibi akan susul Saerom," katanya sebelum meninggalkan UGD dengan langkah lebar.
Hyuka kemudian beralih ke sisi Soobin setelah ibu dari temannya itu menghilang di balik pintu. "Hyung, daripada rambutmu, lebih baik tanganku saja," katanya seraya menggenggam tangan Taehyun. Membiarkannya melimpahkan rasa sakit itu padanya.
Namun, Taehyun tak merespon. Kini justru ia rasakan dunia di sekitarnya berputar. Suara-suara di sekelilingnya mulai samar, bahkan ia tak dapat merasakan genggaman Hyuka dan pegangan Soobin. Yang ia tau selanjutnya, rasa sakitnya hilang begitu saja.
—DREAM—
KAMU SEDANG MEMBACA
✔ One DREAM | Kang Taehyun
Fanfiction[Tomorrow by Together] "Aku keluar dari TXT" Satu kalimat yang mampu meruntuhkan dunia tepat di atas kepala. Mereka akan menunjukkan, bagaimana meraih impian tak semudah membalikkan telapak tangan. Bahwa berani bermimpi artinya siap menanggung segal...