Kang Hyunae memainnkan jarinya satu sama lain. Kakinya melangkah mondar-mandir di depan ruang kerja Seokjin. Seokjin bahkan tak makan malam bersama Hyunae.
Sejak Hyunae menghilang dan tiba-tiba datang dan mengatakan bahwa dirinya baru datang dari tempat yang cukup jauh dari rumah mereka, Seokjin hanya berdiam diri di ruang kerjanya. Hyunae tak tahu apa yang dilakukan Seokjin di dalam. Yang ia tahu Seokjin bahkan belum mengganti pakaiannya.
Hyunae menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Ia melakukannya berulang kali sebelum memberanikan diri untuk mengetuk pintu ruang kerja Seokjin.
"Oppa?"
Klek!
Pintu terbuka setelah beberapa detik Hyunae mengetuknya. Menampilkan sosok suaminya yang tak pudar ketampanannya meski dengan wajah yang tak bisa terbaca apa ekspresinya sekarang. Yang Hyunae tahu Seokjin mungkin sedang marah padanya.
"Apa kau sibuk? Mau kubawakan ke sini makan malammu?" tanya Hyunae.
"Aku akan turun nanti," ujar Seokjin seraya berlalu melewati Hyunae dan masuk ke dalam kamarnya.
Hyunae kembali membawa kakinya turun ke bawah. Menuju dapur, berniat untuk memanaskan masakannya. Entah enak atau tidak, Hyunae juga tak tahu. Ia hanya berusaha memasak seperti sebelum ia hamil. Walaupun di lidahnya sama sekali tak merasakan nikmat, ia berusaha memasukkan bahan dengan takaran seperti biasanya. Hanya berharap jika Seokjin akan menyukai masakannya.
*
*
*Sudah satu jam di dalam kamar namun Hyunae tak kunjung berhasil memejamkan matanya. Tubuhnya lelah, kakinya terasa pegal akibat berjalan di sekitaran lembah Yeongsil tadi siang. Kini ditambah lagi pikirannya yang berantakan saat ia baru sampai di rumah.
Tadinya Hyunae tak menduga sama sekali jika Seokjin akan pulang lebih awal. Hyunae pun teramat senang saat menyadari mobil Seokjin sudah terparkir di halaman depan rumahnya. Namun berbeda dengan Seokjin. Tampak beban di wajahnya saat melihat Hyunae.
Hyunae menatap punggung bidang Seokjin yang tertidur membelakanginya. Tak seperti biasanya, Seokjin selalu bilang padanya tak akan bisa tertidur jika tak memeluk Hyunae. Namun Hyunae akhirnya yang memeluk Seokjin dari belakang agar sang suami bisa terlelap. Hyunae tahu Seokjin pasti kelelahan setelah pulang dari Seoul.
Dalam hati, Hyunae merutuki dirinya kembali. Menyesali kakinya membawanya pergi jauh bersama ponselnya yang mati. Hyunae sama sekali tak menyangka jika Seokjin akan marah sampai mendiamkannya sampai sekarang.
Hyunae melepaskan pelukannya dari tubuh Seokjin, kembali menatap langit-langit kamarnya. Mengatur napasnya agar tetap stabil. Menahan air matanya agar tak jatuh ke pipinya, meski tak bisa bagaimanapun ia menahannya. Tangannya terulur mengusap pipinya yang mulai basah.
Hyunae beranjak dari ranjangnya. Mengambil mantelnya yang menggantung di belakang pintu sebelum keluar dari kamarnya. Berusaha melakukan pergerakan sehalus mungkin agar tak mengusik Seokjin yang tengah terlelap.
Hyunae benar-benar tak tahu bahwa Seokjin belum tertidur sama sekali. Seokjin sendiri merasa ada yang mengganjal dalam hatinya. Tak seharusnya ia mendiamkan Hyunae berjam-jam seperti tadi.
Seokjin membalikkan tubuhnya sesaat setelah Hyunae meninggalkannya sendirian di dalam kamar. Menatap langit-langit sejenak. Memikirkan apa yang harus di lakukannya. Sedetik kemudian Seokjin beranjak dari ranjangnya.
Tangannya memutar kenop pintu kamar di depannya. Namun Hyunae tak di sana. Di ruang tengah dan ruang tamu pun tak ada. Hanya satu tempat yang mungkin didatangi Hyunae.
Seokjin mengalihkan pandangannya pada pintu kaca yang tak tertutup. Ia menghela napas lega menemukan Hyunae tengah berbaring menatap langit malam di atas ayunan kayu dengan hanya berbalut mantel di atas tubuhnya.
"Kang Hyunae!"
Hyunae langsung terduduk saat mendengar suara Seokjin. Ia buru-buru mengusap kasar wajahnya yang basah dengan air matanya.
"O-oppa?"
Hyunae turun dari ayunan kayu itu dan berjalan menghampiri Seokjin yang masih berdiri di depan pintu geser menuju halaman belakang. Hyunae mengulaskan satu senyum saat sampai di depan suaminya.
"Kau terbangun?" tanya Hyunae. Seokjin hanya mengangguk.
"Kau belum tidur? Kenapa di luar malam-malam? Kau bisa sakit. Ayo masuk," ujar Seokjin. Tangannya membantu merapatkan mantel yang menggantung di bahu Hyunae.
Hyunae hanya mengikuti Seokjin yang menariknya ke dalam rumah. Kembali tersenyum karena merasa perhatian Seokjin sudah kembali padanya.
*
*
*Hari demi hari berjalan seperti biasanya. Hyunae kembali memasak untuk Seokjin. Ia merasa baik-baik saja karena Seokjin tak pernah komplain akan rasa masakannya. Hyunae merasa memasukkan bumbu yang tepat dan pas. Meskipun ia sendiri tak begitu bisa menyantap masakannya seperti biasa.
"Hyunae-ya."
Satu kecupan mendarat dengan mulus di pipi Hyunae. Membuatnya tersenyum. Seokjin tak peduli bahwa Hyunae sedang mengangkat panci panas ke atas meja.
"Kukira kau belum bangun," ujar Hyunae terkekeh.
"Hmm, Han Soojin yang membangunkanku," sahut Seokjin. Hyunae lantas terdiam sesaat dari pekerjaannya.
"Dia meneleponku berkali-kali dan bertanya apakah kau dapat surat jalan atau tidak. Surat apa yang dia bicarakan sebenarnya?" tanya Seokjin.
"Ah, surat kuasa dari dokter kandungan agar aku bisa melakukan perjalanan dengan pesawat," jelas Hyunae seraya menarik satu kursi untuk duduk di hadapan Seokjin.
"Lalu kau dapat?" tanya Seokjin. Hyunae menggeleng.
"Kalau pun kau dapat, aku tak akan mengizinkanmu pergi. Itu terlalu berbahaya," lanjut Seokjin. Hyunae hanya mengangguk, berusaha fokus pada sarapannya.
"Oppa, apa kau akan tetap pergi tanpaku?" tanya Hyunae. Seokjin mengangkat wajahnya, menatapnya heran.
"Hmm? Maksudmu?" tanya Seokjin.
"Ke pernikahan Soojin eonni dan Jimin oppa," sahut Hyunae.
"Kau tak ingin aku pergi?" tanya Seokjin. Hyunae tertunduk. Matanya kembali fokus pada sarapan paginya.
"Bukankah kau yang bilang padaku jika aku harus datang karena Soojin sudah jauh-jauh mengantarkan undangannya?" tanya Seokjin.
Hyunae tertohok dengan pertanyaan tersebut. Ia memang pernah mengatakannya. Namun dirinya tak kuasa membiarkan Seokjin pergi ke sana. Tak ingin Seokjin meninggalkannya di rumah sendirian.
"Hyunae-ya?"
"Hmm? Ah, maaf. Aku lupa," ujar Hyunae.
Seokjin hanya mendengus pelan. Ia meletakkan sumpitnya. Matanya tertuju pada mata Hyunae. Menatapnya lurus ke dalam sana.
"Hyunae-ya, apa kau akan melarangku lagi?" tanya Seokjin. Hyunae kembali tertunduk.
"Oppa-"
"Hyunae-ya, aku sudah menurutimu untuk tak pergi ke restoran. Apa kau benar-benar melarangku untuk datang ke pernikahan sahabatku? Bahkan kau bisa membuat Eomma melarangku datang ke Seoul hanya untuk menjagamu," ujar Seokjin menyela.
Hyunae tersentak mendengar kalimat terakhir yang keluar dari mulut Seokjin. Membuatnya membelalak dan mengangkat wajahnya. Ia tak menyangka Seokjin akan mengatakan hal semacam itu padanya.
"Maksudmu? Eomma melarangmu datang ke Seoul? Karena aku?" tanya Hyunae beruntun.
"Kau membuatku seakan tak bertanggungjawab padamu saat kau pergi ke rumah sakit untuk kontrol rutin pertamamu. Kau tak memberitahuku jika kau ada agenda untuk cek kandunganmu," jelas Seokjin.
Hyunae benar-benar tak bisa berkata-kata. Pasalnya saat itu Seokjin lebih dulu menyelanya sebelum ia memberitahukan perihal jadwal cek rutinnya.
"Aku minta maaf," ujar Hyunae pelan.
Setidaknya hanya itu yang bisa ia katakan. Hyunae tak ingin membuang tenaga untuk berdebat dengan Seokjin sepagi ini. Hyunae lebih memilih mengalah. Beranjak dari kursinya dan beranjak ke dapur membawa peralatan makannya sendiri yang masih lebih dari setengah porsi. Membuangnya ke tempat sampah dan mencuci peralatan bekas pakainya.
*
*
*
KAMU SEDANG MEMBACA
A HUSBAND
Fanfiction💕 (KIM SEOKJIN 31)-Terpaksa menikahi putri dari sahabat orang tuanya. Semua tak akan terjadi manakala hal tersebut bukanlah permintaan terakhir sang ayah. Seokjin berjanji akan menuruti apapun yang menjadi permintaan ayahnya. Namun siapa sangka jik...