26

4.1K 384 3
                                    

“Hyunae-ya, besok aku harus ke Seoul.”

Satu kalimat yang bagaikan petir menyambar bagi Kang Hyunae. Pasalnya, besok pagi ia harus datang untuk jadwal rutin kontrol kandungan yang pertama baginya dan Hyunae sangat menginginkan Seokjin mendampinginya.

“Tak bisakah hari lain saja?” tanya Hyunae.

“Hyunae-ya, kau sudah melarangku pergi ke restoran sampai aku harus meminta Yoongi membawakan semua laporan dan mengerjakannya di rumah. Dan sekarang kau juga melarangku pergi untuk jadwal rutinku ke Seoul?” tanya Seokjin.

"Oh, maaf."

Hyunae hanya tertunduk. Tangannya memainkan sumpit dalam mangkuk nasinya. Padahal Hyunae sedang berusaha memaksakan dirinya untuk menghabiskan makan malam yang sudah susah payah ia masak bersama Seokjin tadi.

“Hyunae-ya.”

Hyunae mengalihkan tatapannya pada tangan Seokjin yang baru meraih sebelah tangannya yang bebas. Mengangkat wajahnya balas menatap sang suami yang sedikit terlihat berharap. Hyunae melebarkan satu senyuman untuk Seokjin.

“Baiklah. Pergilah. Titip salam untuk ibu dan kakakmu,” ujar Hyunae yang lantas membuat Seokjin mengembangkan senyum di wajahnya.

“Pergilah ke rumah abu ayahmu dan orang tuaku jika kau sempat, Oppa. Sampaikan pada mereka jika aku tak bisa berkunjung ke sana untuk beberapa waktu,” lanjut Hyunae.

Seokjin hanya tersenyum. Tangannya terulur mengusap puncak kepala Hyunae.

“Baiklah, akan kusempatkan bahkan jika aku sangat sibuk nanti.”

*
*
*

Hyunae melangkahkan kakinya menuju Yeongsil valley. Menghirup dalam-dalam udara musim gugur yang menyegarkan namun menusuk sampai ke tulang. Hyunae merapatkan kembali mantelnya. Beruntung tubuhnya dilapisi hoodie di balik mantel yang membuatnya hangat.

Hyunae mengistirahatkan kakinya di atas kursi kayu. Ia merutuki dirinya mengapa harus datang ke gunung seperti sekarang. Ingin sekali Hyunae menghubungi Seokjin. Namun niat itu diurungkannya karena tak ingin mengganggu pekerjaan sang suami. Sedikit khawatir Seokjin akan memarahinya.

Hyunae mendengus kesal. Kakinya menendang batu kecil di depannya. Kesal karena tak bisa hiking meski sudah jauh-jauh datang ke Seogwipo. Bahkan ia harus naik bus selama hampir dua jam lamanya.

Wanita itu kesal karena harus pergi kontrol sendirian ke rumah sakit karena Seokjin sudah pergi lebih pagi dari dirinya. Dan entah angin apa yang membawanya sampai ke kaki gunung selepas ia keluar dari rumah sakit. Hyunae hanya kesal. Terlebih Hyunae belum mendapatkan izin terbang dari Dokter Son karena kondisi kandungannya belum cukup kuat.

Hyunae kembali beranjak dari kursi kayu setelah merasakan lapar pada perutnya. Tiga puluh menit berdiam diri di sana cukup membuat hatinya tenang. Walaupun ia tak bisa menanjak sampai puncaknya, setidaknya suasana dan udaranya mampu menghilangkan sedikit beban dalam pikirannya.

*
*
*

“Seokjin-ah.”

Seokjin hanya bergumam menyahuti panggilan Nyonya Kim, ibunya. Mulutnya sedang penuh terisi masakan sang ibu yang teramat ia rindukan. Tak pernah ia serindu ini pada masakan rumahan semenjak Hyunae tak pernah memasak untuknya.

“Apa kau sedang bertengkar dengan Hyunae?” tanya Nyonya Kim. Seokjin lantas mengerutkan kening mendengar pertanyaan sang ibu.

“Hmm? Tidak. Aku baik-baik saja dengan Hyunae,” ujar Seokjin kembali melahap makan siangnya.

A HUSBANDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang