37

4K 329 18
                                    

FLASHBACK

Seokjin yang tengah asyik bermain sepak bola dengan teman-temannya mendadak mengeluh ketika bola terlempar jauh keluar dari taman bermain itu. Ia pun berlari mengikuti bola yang terus menggelinding jauh hingga ke pinggir taman. Bola itu terus menggelinding hingga sedikit terpantul kembali karena menubruk kaki seorang gadis yang tengah duduk di kursi panjang yang ada di pinggir taman. Seokjin pun menghentikan langkahnya.

“Hei, bisakah kau lemparkan bolanya untukku?” tanya Seokjin. Gadis dengan rambut sebahu itu hanya diam dan menatap lurus pada Seokjin. Seokjin pun dibuat heran olehnya.

Seokjin mendadak dibuat melongo karena gadis itu tiba-tiba bangkit meninggalkan taman. Tak menggubris Seokjin sedikit pun. Menolongnya memberikan bola pun tidak. Seokjin masih dibuat melongo sembari menatap punggung gadis itu hingga sebuah tepukan di bahunya membuatnya tersadar kembali.

“Oh, Sunhee. Kau sedang apa?” tanya Seokjin pada gadis yang lebih muda satu tahun darinya itu.

“Hmm? Hmm, menjemputmu?” jawab Sunhee dengan senyum lebar. Seokjin hanya terkekeh pelan seraya mengusak rambut panjangnya.

“Kau ini. Untuk apa menjemputku. Kau kira aku balita yang baru pulang dari TK?”

Sunhee hanya tertawa mendengar ocehan Seokjin.

“Ah, Oppa. Tadi itu siapa?” tanya Sunhee. Seokjin lantas menoleh ke arah perginya gadis tadi, namun sayangnya gadis itu sudah tak terlihat keberadaannya.

“Entahlah,” sahut Seokjin seraya menaikkan kedua bahu.

“Hmm, kukira kau bicara dengannya. Ah, ambil bolamu. Ayo kita pulang,” ujar Sunhee.

“Hei, aku belum selesai main!”

“Oppa, kau sudah janji padaku untuk belajar bersama!”

Seokjin hanya bisa menepuk dahinya. Satu kebiasaan yang selalu ia lupakan adalah jika memiliki janji apapun pada Sunhee. Tetapi sayangnya, Sunhee tak akan pernah lupa dan akan selalu menjadi yang nomor satu untuk menarik Seokjin dari lapangan bola ini.

Mau tidak mau, Seokjin pun ikut meninggalkan lapangan dan mengikuti Sunhee. Ya, keduanya memang seperti sumpit yang tak terpisahkan. Sejak kecil, mereka selalu menempel karena posisi rumah yang bersebelahan. Terlebih lagi orangtua Sunhee menempatkan putri semata wayangnya di sekolah yang sama dengan Seokjin.

“Oppa, sebenarnya ada sesuatu yang ingin kusampaikan,” ujar Sunhee memecah keheningan dalam perjalanan pulang mereka. Seokjin pun menoleh.

“Aku juga. Aku sudah memutuskan untuk melanjutkan sekolah di Seoul.”

Deg!

“Dan kau, tugasmu adalah belajar di sini. Jadi tahun berikutnya kau bisa menyusulku. Oke? Aku tak menerima jawaban apapun selain ‘ya’,” ujar Seokjin. “Akh!”

Satu pekikkan Seokjin bersama tawa renyah Sunhee keluar bersamaan dari mulut masing-masing saat Sunhee memukul keras lengan Seokjin.

“Hmm, aku sudah dengar dari ibu soal itu,” ujar Sunhee.

“Benarkah?” tanya Seokjin. Sunhee hanya mengangguk.

Seokjin menoleh dan menatap Sunhee lamat-lamat. Seperti mencari sesuatu yang sedang disembunyikan Sunhee. Karena tak biasanya Sunhee tak menanggapi Seokjin dengan celaan atau semacamnya.

“Sunhee-ya,” panggil Seokjin. Sunhee lantas menoleh dan menatap Seokjin. “Kenapa? Kau terlihat sedang memikirkan sesuatu. Apa ada masalah?” tanya Seokjin. Sunhee hanya terkekeh.

A HUSBANDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang