03. Menyerah?

13 2 0
                                    


"BEGO!" Pipit menggeleng keras, menatap Okta tak percaya. "Lo bukan cuma bodoh tapi bego."

Okta mendelik tajam, "paansih lo. Ngata-ngatain gue mulu daritadi. Mau jadi temen si cowok sombong itu? Sana!" katanya tak suka.

Pipit menggeleng lagi, mendengus kecil. "Lo bego, Ta. Lo salah cari lawan. Lo pas nantang dia pake mikir gaksi? Atau gak lo bisa liat dengan jelas gak mukanya?"

"Maksud lo?" sahut Okta tak paham sama sekali. Cewek itu kini jadi menatap Pipit bingung.

"Bener-bener ya lo," kata Pipit putus asa. Merasa gemas sendiri punya teman seperti Okta yang selalu saja mengambil tindakan tanpa berpikir lebih dulu. Cewek berambut bob itu menelan ludah, memperbaiki duduknya untuk menghadap Okta dengan wajah serius. "Dengerin ya. Si Haga itu pinter, Ta. Makanya dia setuju buat nantang lo ikutan cerdas cermat minggu depan, karena dia tahu lo bakalan kalah. Nah elo, bodoh.   Lo nantang dia buat dapet pacar dalam seminggu nggak pake mikir ha? Itu cowok ganteng, Ta. Menurut gue Arkan aja kalah, ya cuman Arkan lebih punya gaya aja yang keren aja. Banyak yang suka sama Haga, mereka pasti mau buat jadi pacarnya."

Okta melongo. Mengerjap beberapa kali.

"Bukan seminggu, gue yakin besok juga Haga udah dapet gandengan."

Okta kembali mengerjap. Perlahan ekspresi datarnya berubah menjadi ketakutan. Cewek itu meringis, memukul keningnya sendiri merasa benar-benar bodoh.

Bisa-bisanya dia menantang Haga untuk segera punya pacar dan sok-sokan menerima tantangan cowok itu untuk ikutan cerdas cermat. Okta mana bisa, nilai matematika nya saja selalu dibawah kkm. Jika tidak melalu remed, sudah tamat dia.

"Argh," Okta mengerang kesal. Memukul-mukul kepalanya pelan kini, merutuki kebodohannya. "Gue bakalan kalah, Pit. Lo bener, Haga pasti udah bisa punya gandengan besok."




***



"Yang bener?" tanya Pandu agak kaget. Cowok sawo matang itu mengerjap, sebelum meledakan tawanya. "Lo mau cari cewek? Hahahahaha."

Haga mendelik kesal. Ingin sekali menjejalkan buku tebalnya kemulut Pandu dengan paksa. Memang salah sih, kalo Haga berpikir dengan cerita ke Pandu akan mendapatkan pencerahan.

Pandu berhenti tertawa, meski garis wajahnya masih terlihat menahan tawa. "Seriusan, jing lo minta gue bantuin?"

Haga mendesah. Mengangguk pasrah saja tak menyangkal. Karena memang Haga tidak pernah memikirkan hal itu sama sekali.

"Oke, gue bantuin!" seru Pandu serius kali ini, "gini ya, Ga. Dapet cewek itu gamudah! Lo harus pinter juga ganteng."

Haga membenarkan duduknya lebih maju, melipat tangan diatas meja menatap Pandu serius.

Pandu dim sesaat, merasa gemas sendiri. "Iya-iya, gue tau lo udah punya keduanya." katanya membuat Haga mengernyit bingung. Pandu kembali melanjutkan, mengabaikan ekspresi datar yang Haga tunjukan. "Pertama, berhenti jadi cowok kalem."

"Emang gue kalem, Du?"

"Enggak. Lo dingin." sahut Pandu mendelik. Merasa kesal sekaligus gemas. "ITU PARAH!"

Haga diam.

"Pengalaman gue nih, cewek-cewek itu sukanya sama cowok yang humoris, romantis, perhatian juga pengertian," kata Pandu memberitahu. Ingin melanjutkan lagi tapi Haga sudah menyahut.

"Itu bukan gue." sahutnya singkat.

Pandu mengangguk pelan, "nah itu yang perlu dirubah. Lo harus sedikit lebih agresif kalo gas cewek. Kalo diem aja bisa di ambil orang." katanya, meski beberapa saat kemudian garis wajahnya jadi berubah.

"Lo curhat, Du?"

"Jadi gimana? Lo siap berubah demi cewek?" kata Pandu mengalihkan pembicaraan.

"Gak."

"Yaudah, nyerah sana sama Okta." kata Pandu memberi usul, "lagian cuma sebulan jadi babu doang mah gamasalah, Ga. Palingan lo cuma disuruh bawain tas sama nemenin belanja doang. Udah, cewekamah apalagi kalo bukan itu buat babuin cowok."

Haga diam sesaat memikirkan itu. Membayangkan dia yang mau-mau saja diperintah-perintah cewek bodoh itu. Membayangkannya saja sudah ngeri, bagaimana jika terjadi.

Haga gak mau diperbudak oleh cewek bodoh seperti Okta.

Tidak akan mau!


"Gue harus menang!" seru Haga kemudian. Pandu yang tadi sempat memainkan hape karena melihat Haga diam, kini mendongak menatap temannya itu.

"Yagimana jing, lo mau menang tapi gamau berubah." kesal Pandu meninggikan nada suaranya, "emang ada cewek yang mau pacaran sama cowok yang lebih perhatian sama buku? Yang lebih ngerti soal materi ketimbang hati? Gaada, Ga!"

"Ada,"

Pandu gemas. Memajukan tubuhnya lebih dekat dengan Haga, "siapa?" tanyanya sedikit nyolot.

"Gue ganteng kalo lo lupa." sahut Haga tenang dengan ekspresi wajahnya yang tidak ada perubahan sama sekali.








"IYA GUE LUPA BRENGSEK!" umpat Pandu berteriak.

Untung, dikelas mereka isinya anak-anak cowok yang lagi lesehan di pojokan kelas sambil main game, menikmati waktu istirahat dengan bergulat di layar hape. Sementara anak-anak cewek sudah tak terlihat satupun dikelas, apalagi ketika lapangan kini tengah ramai cowok-cowok kelas dua belas bermain basket. Yaudah, anak-anak cewek pasti bakal nge fangirl bareng-bareng pinggir-pinggir lapangan.

Tapi masih ada aja yang nyeletuk mengomentari, "sabar, Du. Ngobrol sama orang ganteng memang harus berlapang dada."










Pandu menghela nafas. Menatap Haga yang hanya diam, tak bereaksi. Malah terlihat seperti sedang memikirkan sesuatu. "Lo mau gue bantuin apa nggak, nyet?"

Haga mengerjap. Menggeleng pelan, "nggak jadi," katanya. Cowok itu mengembuskan nafas, membuka buku yang tertutup didepannya. Hal iti membuat Pandu mengernyit tak paham.

"Lo mau nyerah?"

"Nggak," jawab Haga tenang, mulai membuka-buka bukunya.

"Lah, terus?"

"Ada Echa." sahut Haga tak menoleh.

Pandu diam. Mengingat nama familiar itu. Lalu, bayangan gadis mungil dengan rambut panjang muncul begitu saja dalam pikirannya. "Cewek yang suka ngasih cemilan itu? Yang suka buatin lo bekal?"

"Hm,"

Pandu mengangguk paham, "udah sih, lo gausah minta bantuan. Langsung jedor aja, dah keliatan dia suka sama lo." kata Pandu tenang.

Mengingat bagaimana baiknya Echa pada Haga, Pandu sudah bisa duga bahwa cewek cantik itu menyukai temannya. Bahkan setiap Pandu mampir untuk main PS ke kosan Haga, cewek itu selalu disana, di kosan Haga. Membantu Haga melipat pakaian, mencuci piring bahkan membuat makanan untuk Haga.

Untuk orang yang pertama kali melihat pasti menduga bahwa Echa dan Haga memiliki hubungan lebih dilihat dari cara mereka berinteraksi yang memang bukan telihat seperti teman biasa. Mereka seperti memiliki hubungan dekat, lebih dekat karena menurut Pandu keduanya seperti tidak memiliki batasan sampai Echa berani keluar masuk kosan Haga dengan mudah.

Namun, pada nyatanya. Mereka hanya dua orang asing yang bertemu di lingkungan yang sama. Echa, cewek cantik itu nyatanya hanya tetangga Haga dikosan.







"Nanti dia mati. Gue masuk penjara, lo kesepian."

Pandu mengumpat kini.

Stay with me.....

Stay With MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang