"Tumben tu cewek gak kesini, biasanya udah teler di kasur lo."
"Siapa, Echa?" tanya Haga, menoleh menatap Pandu yang sibuk bermain PS dikosannya.
"Yaiyalah siapa lagi? Emang lo pernah masukin cewek lain kekosan selain si Echa?"
Haga diam. Memilih memandang layar ponsel yang sedang dia pegang.
"Nggak berani kan?" kata Pandu bersorak meledek, "huuuu makanya Ga, kalo suka ya tembak."
"Apasih. Gue gak duka Echa." bantah Haga begitu saja. Cowok itu mendengus. Bersandar pada dinding memerhatikan Pandu dari arah belakang, "dia udah punya cowok."
"Yah baru pacaran doang mah, gak masalah, Ga. Yang nikah aja bisa cerai terus kawin lagi," kata Pandu mulai kembali jiwa mengguruinya. "
"Gue gak gitu." tukas Haga jelas.
Pandu terkekeh, "ya bener berarti, lo suka sama dia. Secara gue temen lo, gue tahu lo selalu beda kalo udah sama dia. Kaya bukan lo njir,"
Haga kembali diam. Merutuk kenapa harus mencerna ucapan Pandu segala. Padahal sudah jelas, Haga memang menyukai gadis itu.
"Kalo suka tembak," kata Pandu tegas. Cowok sawo matang itu melirik, "kalo nggak suka ya jaga jarak. Jangan terlalu welcome sampe dia bisa seenaknya sendiri sama lo. Perjelas hubungan kalian," katanya sudah serius.
"Dari awal kita cuma temen. Gue anggap dia temen." kata Haga masih menyangkal.
Pandu tak percaya begitu saja. Cowok itu kembali besorak meledek Haga. "Itu si Tina, tetangga nya si Echa lo anggap temen juga?"
"Iya."
"Terus kenapa cuma si Echa yang lo anggap spesial? Yang lo kasih kebebasan buat keluar masuk hidup lo?"
Haga mendecak, "ck, kenapa sih lo selalu bahas Echa. Nanti kuping dia sakit." katanya sudah malas dengan pembicaraan ini. Cowok itu beranjak, beralih duduk di atas kasur busa yang ada di sudut ruangan. Kembali memandang layar hapenya yang sedaridati menyala.
"Ya makanya perjelas. Kalo suka, tembak. Kalo nggak, ya bikin jarak."
Bikin jarak gimana? Haga harus menjauh?
Sementara senyum Echa adalah obat penenang disaat sedang hatinya sedang gundah.
Haga harus bikin tembok?
Sementara Echa adalah sosok yang selalu ingin dia lihat jika sedang lelah.
Intinya, Haga suka didekar gadis itu. Dia akan lupa masalahnya. Karena aura Echa adalah aura kebahagiaan.
Lalu, apa benar Haga menyukai gadis itu? Tentu iya.
Tapi, ada hal lain yang harus Haga pikirkan baik-baik sebelum memilih jalan untuk menjadikan gadis itu sebagai bagian dari hidupnya. Bukan hanya gadis itu sudah memiliki kekasih, tapi ada hal lain.
Dan, Haga tidak semudah itu menerimanya, meski dia menyukai Echa.
"Emang seganteng apa sih pacarnya sampe si Echa gamau putusin tu cowok?"
"Berisik!" geram Haga. "Daripada ngomongin orang, mending bantuin gue cara pake aplikasi ini." katanya meringis menatap layar hape.
Pandu menoleh, "Hah apaan?" cowok itu menghentikan permainan. Menyimpan stik PS lalu beranjak duduk disamping Haga. Matanya melotot kecil menatap layar hape Haga, "Tantan?" ucapannya tak percaya sebelum menatap Haga kaget. "Lo mau mainan ini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay With Me
Roman d'amour"Aku sudah menerima banyak kehilangan dalam hidupku. Sekali ini saja, jangan yang satu ini. Jangan biarkan dia pergi. Jangan dia." - Oktaviani. . .