02. Si pintar dan tantangan

17 3 0
                                    

"Kemarin, gue ketemu cowok. Ganteng parah." kata Pipit riang dengan senyuman cerah. Matanya berbinar seolah-olah membayangkan sosok cowok yang dia ceritakan itu.

Okta mendesis, "banyak dong cowok lo," komentarnya sembari sibuk menyalin tugas Pipit.

"Ya enggak juga," sahut pipit tak setuju, kata-katanya seperti Pipit suka mempermainkan laki-laki. "Kali ini beda. Gue rela deh, menjauh dari gebetan yang lainnya demi deket sama dia. Dia tuh sumpah cool banget Ta,"

"Ah elah, lomah mang Pudin dipakein jeans sama kemeja pas festival aja dibilang cool." komentar Okta lagi. Heran sendiri, kenapa dia punya teman yang gampang ambyar kalo liat atau ketemu cowok tampan. Padahal, baru kemarin cewek berambut pendek itu cerita habis ketemuan sama cowok sekolah depan.

Pipit merengut kesal, "gue serius ini Ta, kalo gue punya fotonya gue kasih liat deh. Ganteng beneran, mang Pudin mah kelewat jauh!!" katanya menyebutkan satpam sekolahannya itu.

"Iya-iya serah deh," masa bodo, Okta terus melanjutkan menyalin tugasnya. Karena semalam, entah kenapa dia enggan mengerjakan tugas yang dipikirannya malah Arkan dan Arkan.

"Oh iya, Ta. Gue punya kabar gembira." kata Pipit cukup pelan, merapatkan kursi kesisi Okta dan sedikit mendekatkan bibirnya ke telinga Okta dengan wajah serius. Melihat itu Okta dengan sigap menghentikan aktivitasnya dan mencoba menyimak. "Gue denger-denger Arkan sama Meli berantem!"

"SERIUSAN??"

Pipit celingak-celinguk, mendesah ketika beberapa pasang mata dikelas memerhatikan bangku mereka. Padahal, Pipit sudah bisik-bisik supaya tidak ada yang dengar. Cewek itu melengos, "gausah girang pake teriak gitu bisa gak?"

"Hehe maaf," kekeh Okta riang, "abisnya seneng. Btw lo kata siapa?"

"Kata Meli sih, kemarin dia sama temennya gak sengaja papasan sama Arkan bareng Deya jalan, mereka lagi berantem gitu terus juga si Deya kata yang abis nangis gitu." kata Pipit mulai menggosip.

"Nahkah!" sahut Okta tiba-tiba dengan wajah sombong, "udah gue kira sih tuh si Deya cengeng. Namanya juga anak teater, Dramaqueen hahaha."

Pipit mengedikkan bahunya, "mungkin," sambil melirik wajah bahagia Okta yang terus tersenyum kini. Pipit sendiri bingung, seorang Arkan bisa menjadikan Okta sebagai pacarnya. Sebuah kemustahilan Arkan bisa naksir seseorang yang bukan apa-apa disekolah, karena yang  Pipit tahu mantan-mantan cowok itu cewek-cewek populer semua. Dari Alea si Ratunya sekolah sampai Afri si cewek imut dari eskul dance. Sekarang Deya, anak teater yang bulan membawa piala kebanggaan untuk sekolah dari pertandingan antar sekolah.

Lha, Okta yang bukan apa-apa bisa menarik perhatian Arkan perlu dipertanyakan!

"Gue lagi berdoa Pit, semoga mereka putus dalam waktu dekat."








***





Pipit : ANJIR LO KABUR KEMANA, INI GIMANA PEMPEKNYA WOI? MASA GUE YANG BAYAR

Pipit : allah gasuka doa yang buruk-buruk makanya lo kena karma. Enak kan!




Okta merengut. Memanyunkan bibirnya kesal. Ingin sekali dia membanting ponselnya saat itu juga, tapi sayang.

Kenapa juga Okta harus lupa sih kalo Deya sama Arkan itu satu sekolah dengannya. Tapi kenapa juga harus muncul gandengan tangan didepan Okta? Pake elus-elus rambut. Cih, alay.

Deya juga keliatan so imut, nyender dibahu Arkan. Jijik.

"AARRGHHH." kesal, Okta melempar buku diatas meja dengan asal kelantai. Masa bodo. Dia kesal. Dia cemburu. Dia ingin menangis. Dia masih sayang sama Arkan. Tapi Arkan brengsek. "Dasar playboy suka cari muka!"

Stay With MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang