"Ck, gimana gue mau mutusin siapa yang menang kalo kalian berdua gamau angkat suara!" decak Pandu frustasi, melirik Haga dan Okta yang duduk berhadapan saling bergantian.
"Cepetan ya, gue gini-gini sibuk. Jadwal ketemu gebetan gue cancel demi jadi saksi disini!" kata Pipit.
Okta mengedikkan bahunya, "gue sih bakal ngomong kalo dia ngomong duluan!"
"Gue juga." sahut Haga ikut-ikutan.
Pandu mendesah lelah, "yaudah lah batalin aja tantangannya, biar seru mending kita karoke ajalah."
"GAK BISA GITU!" kata Haga dan Okta bersamaan.
Okta melotot kecil, "mana bisa dibatalin. Gue udah susah payah ya belajar buat ikutan cerdas cermat, udah rela-rela ninggalin kebiasan gue demi mecahin rumus matematika. Gue berkorban disini!" kata Okta sewot.
"Gue juga." sahut Haga ikut-ikutan.
Pandu menggeleng kecil. Cowok itu menatap Okta, "lo lolos?"
"Ha?" Okta terkejut. Cewek itu seperti kehilangan kata, tapi mencoba untuk biasa saja. "Nggak." katanya yakin.
"Berarti gue menang." sahut Haga, menyambar kentang goreng diatas meja dan memakannya dengan tenang.
"Gak bisa!" tolak Pipit tak setuju, "Okta emang gak lolos, itu karena dia pak Hadi bilang kalo cerdas cermat itu dibikin buat anak kelas sebelas bukan dua belas." sahut Pipit membela. Membuat Okta dengan bangga tersenyum sambil menepuk bahunya.
"See, gue menang." kata Okta dengan senyum miring.
"Gak bisa." sahut Haga semangat. Cowok itu bahkan menegak ingin memprotes, "gue udah........ " tapi perlahan bahunya jatuh melemah. Cowok itu mendesah. "Iya, lo menang."
Pandu terkejut mendengar itu. Cowok itu lantas menoleh dengan wajah melotot tak percaya menatap Haga.
Sementara kedua cewek yang duduk didepan mereka sudah bersorak.
"YES GUE MENANG!" sorak Okta sudah berdiri, tak tahu malu berjoget-joget kecil. "Akhirnya, gue bisa ngalahin si Raja matematika,"
Pipit juga sama senangnya. Cewek berambut bob itu sudah beryes ria sambil menjulurkan lidah kearah Pandu yang masih syok.
Haga mendesah. Cowok itu mendongak menatap Okta yang kegirangan. Lalu menyandarkan punggungnya kesandaran kursi.
***
Okta : besok jemput ya. Maless naik biss.
Haga mendesah membaca pesan itu. Cowok itu menatap hapenya cukup lama sampai dia mematikan screen dan menyimpan hapenya dengan dengusan tertahan.
Entahlah, Haga harus menyebut ini apa.
Pandu pasti bingung, kenapa Haga mendadak mengalah begitu saja, padahal beberapa hari ini dia yang paling ambisi untuk menang.
Haga juga sama bingungnya.
Cowok tampan itu membuang nafas. Sebelum memilih merebahkan dirinya diatas kasur lantai mencoba mengistirahatkan badannya, karena malam semakin larut kini.
Dia akan memejamkan matanya ketika mendengar gerungan suara motor dari luar. Membuatnya langsung terloncar kecil, berlarian kecil kearah jendela dan mengintip dari dalam.
Matanya melotot kecil, melihat Echa turun dari motor berwarna merah yang dikendarai cowok memakai jaket kulit berwarna hitam. Echa berjalan sempoyongan, sementara sang pengendara motor langsung pergi begitu saja tanpa rasa khawatir sedikitpun.
Haga mendecak. Membuka pintu, melangkah lebar ke arah Echa yang sedang melangkah menuju kamar kosnya.
Segera sebelum Echa ambruk, Haga memekik kecil langsung merengkuh tubuh mungil itu.
Cowok itu megumpat, menatap wajah merah dipelukannya.
"Kenapa sih lo gamau berubah," gumamnya kecil dengan kesal.
Haga menghela nafas menoleh kebelakang. Menatap pintu kamar Echa terkunci, membuatnya tak berpikir panjang langsung meggendong gadis itu membawanya ke kamarnya.
Merebahkannya diatas kasur, melepaskan sepatu hitam berbulu, dan melepaskan jaket denim yang dikenakan gadis itu.
Sesaat Haga diam. Memandangi Echa yang kini tertidur pulas masih dengan wajah merah.
"Lo kenapa harus menetap sih, lo bisa pergi kapan aja sementara yang lo khawatirin nggak ada." katanya lirih. Haga mendecak, "segitu sayangnya lo sama dia sampai gak bisa liat ada cowok diluar sana yang sayang dan siap terima lo apa adanya." katanya jadi mengoceh sendiri.
Haga beranjak. Mengambil selimut, dan menyelimuti Echa. Lalu, cowok itu memilih menidurkan diri nya disamping kasur, beralasakan lantai yang dingin Haga mulai menutup matanya.
Stay with me....
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay With Me
Romance"Aku sudah menerima banyak kehilangan dalam hidupku. Sekali ini saja, jangan yang satu ini. Jangan biarkan dia pergi. Jangan dia." - Oktaviani. . .