Okta berdiri gemetar. Nafasnya tak beraturan. Dia benar-benar merasa khawatir.
"Yaelah, Ta. Lo cuma perlu berjuang buat jadi perwakilan bukan berjuang buat merdeka in negara!" celetuk Pipit merasa lelah.
"Lo gatau perasaan gue. Gue benar-benar takut kaya yang mau ketemu setan tau," kata Okta membela diri sendiri. Pada nyatanya memang demikian. Okta merasa khawatir karena dia takut akan kalah.
Dan jika itu terjadi makan perjuangannya selama ini meninggalkan beberapa opisode drama korea dan harus bergadang demi belajar akan sia-sia.
Tidak perlu menang sampai jadi perwakilan, setidaknya Okta harus membuktikan bahwa dia bukan cewek bodoh yang pikirannya selalu tentang Cinta, maka Okta akan menang.
"Udah sono, dah mau mulai tuh." senggol Pipit merasa gemas sendiri. Mendorong kecil tubuh Okta kearah pintu, "lo udah daftar ya, jangan mikir buat ngundurin diri."
"Ck, iya-iya." hentak Okta merasa kesal. Cewek itu membuang muka, menatap pintu kini. Mendengus, dan membusungkan dadanya. "Gue siap!" Katanya sebelum melangkah masuk dengan wajah Yang serius.
Pipit yang melihat itu, melengos keras. "Lebay banget anjir, cuma masuk doang udah kaya mau tempur aja. Lelah diriku," katanya sebelum pergi darisana.
***
"Ga, jadi kan?"
Haga yang saat itu tengah membereskan alat tulisnya kedalam tas, berhenti begitu saja. Cowok itu tersenyum tipis, "eung..... Gue kayaknya harus balik kerumah deh, soalnya tadi nyokap suruh pulang ada sesua--"
"Ck, alesan mulu." komentar Pandu tak percaya, "sejak kapan sih nyokap lo nyuruh lo pulang?"
Haga tergagap. Bingung akan menajwab apa, tapi cowok itu coba menguasai dirinya. "Gue ada janji sama Echa, buat nemenin ke toko buku."
Pandu melengos. Duduk diatas meja, menatap Haga lelah yang masih duduk dikursinya. "Udah deh, sejak kapan sih tu cewek suka baca buku. Hidupnya kan banyak drama. Eh.... "
"Ck, yaudah ayo!" Haga beranjak begitu saja dengan wajah kesal. Cowok itu menyampirkan tasnya kepundak, lalu berjalan melewati Pandu dengan tak perduli.
Melihat itu Pandu meringis. Turun dari meja, menyambar tasnya lalu berlarian kecil mengejar Haga. "Sorry, Ga gue gamaksud."
"Iya-iya," lirik Haga kecil pada Pandu yang sudah melangkah ringan disampingnya, "gue cuma gasuka lo ngomong yang nggak-nggak soal Echa. Dia nggak seperti yang lo pikirin, Du." kata Haga tegas membuat Pandu meringis merasa bersalah.
"Yaudah, sekarang jadi otw kan? Ini dia udah ngechat terus." kata Pandu merogoh hape disakunya. Cowok itu membuka layar kunci, tapi terkejut kaget. Segera menyodorkan hapenya kearah Haga, "buka kuncinya."
Haga dengam malas menerima, lalu membukakan kuci hapenya dan kembali memberikannya kepada Pandu. Cowok itu menoleh malas, melihat hapenya seharian ini disita Pandu untuk membalas chat cewek-cewek Tantan itu.
Ck, Haga bahkan gatau apa yang Pandu katakan sama cewek-cewek Tantan itu atas nama dirinya.
Tapi, mau gimana lagi. Haga tidak bisa menolak begitu saja ketika dia dengan jelas tahu bahwa Okta sudah menyelesaikan tantangannya untuk ikutan cerdas cermat. Meski Haga tidak tau cewek itu lolos jadi perwakilan atau nggak, tetep saja Haga sudah kalah start.
Karena itu, mau tak mau hari ini Haga harus mau ketemuan sama cewek Tantan.
"Dia ubah tempat ketemuannya nih, Ga." kata Pandu berhenti melangkah, sementara Haga tak perduli terus melangkah menuju motornya. Pandu mengetik pesan, lalu tak lama memekik kecil, "lo suruh ke apartemennya. Anjir!"
"Share lok," kata Haga menaiki motor. Memakai helmnya ketika Pandu berjalan mendekati motornya.
"Lo yakin? Ini apartemen anjir," kata Pandu tak percaya temannya biasa-saja begitu.
Haga berdecak dibalik helmnya, "mau dibatalin? Gue bener-bener males."
"Yee jangan," sorak Pandu tak setuju. Cowok itu menunduk mulai membalas pesan. Lalu, menyerahkan hapenya ke arah Haga. "Gue udah bilang lo mau otw."
Haga mengantungi hapenya, "hm." sebelum menarik gas pergi dari parkiran sekolah. Samar-samar dia masih bisa mendengar teriakan Pandu.
"Jangan lupa, stay cool."
Butuh beberapa menit untuk Haga sampai. Cowok itu kini berdiri di lobi, duduk dikursi tunggu sambil terus menunggu balasan cewek yang akan dia temui itu.
Haga menggerutu kecil merasa tak nyaman dengan tatapan security dan resepsionis yang terus menatapnya sesekali. Jelas sekali mereka penasaran dengan kehadiran Haga.
Ketika hapenya berdenting pertanda balasan datang, cowok itu langsung beranjak berjalan kearas lift. Masuk kedalam dan menekan lantai sesuai dengan isi pesan itu.
Sesampainya dilantai yang dituju, Haga kembali melangkah mencari kamar yang dikirim oleh cewek itu.
Haga mendecak sambil terus melangkah. Kenapa dia harus bersusah payah begini sih? Kenapa juga dia jadi keliatan seagresif ini harus nyamperin cewek duluan?
Ini pertama kalinya dia seperti ini. Benar-benar diluar dugaan.
Tapi, Haga tidak mau kalah. Walau bagaimanapun dia adalah siswa yang selalu dapat lampu sorotan dari para guru mata pelajaran, akan terasa aneh jika mereka tahu Haga kalah dengan gadis yang bodoh.
Katakan saja Haga gengsi.
Haga menghela nafas, ketika menemukan pintu yang sesuai. Cowok itu berdiri didepannya, lantas tak mengetuk melainkan mengetikkan pesan dan kemudian menunggu.
Lalu tak lama pintu terbuka. Menampilkan sosok gadis berambut hitam panjang dengan seragam sekolah melekat pada tubuhnya.
Gadis itu tersenyum manis melihat Haga, "ayo masuk," katanya berbinar.
Haga diam. Menatap gadis itu sesaat. Lalu menelan ludah. Mendadak, merasa khawatir.
Bersambung.....

KAMU SEDANG MEMBACA
Stay With Me
Любовные романы"Aku sudah menerima banyak kehilangan dalam hidupku. Sekali ini saja, jangan yang satu ini. Jangan biarkan dia pergi. Jangan dia." - Oktaviani. . .