07. Kaget

22 1 0
                                    

"Iiiiii coba buruan minta pap nya. Yang jernih yang super HD. Kalo bisa dia papnya pake kamera DSLR. Buruan!!"














Okta mendecak. Menutup telinganya dengam sebal menoleh pada Pipit yang duduk disampingnya daritadi sudah heboh.

"Buruan, Ta. Buruan!" kata Pipit dengan semangaat mengguncang lengan Okta kini.

Okta menghentakan pegangan Pipit, "berisik ah lo. Gini caranya gimana gue mau fokus belajar!" omelnya sudah kesal sendiri. "Tadi dikelas lo nyuruh gue ngisi waktu kosong buat belajar, sekarang napa ganggu banget sih."

"Ck, gue kepo!" tukas Pipit manyun. Cewek itu mendengus, "beneran deh, Ta. Walaupun gak jelas, gue benar-benar familiar sama wajahnya Arga."

"Kenapa? Lo pernah chatan juga sama dia di Tantan?" tanya Okta sewot, sudah menatap Pipit tajam. Membuat Pipit tanpa sadar reflek mendorong kening temannya itu.

"Bego!" katanya.

Okta mendecak, "yaudahlah diem. Gue mau belajar buat kalahin si sombong itu." kata Okta mengalihkan pandangannya pada buku didepannya.

"Serah deh, gue stalker gebetan aja sambil nemenin lo." kata Pipit pasrah saja. Menyandarkan punggungnya kesandaran, mengeluarkan hape dan langsung asik sendiri.

Mereka kini sedang berada di perpustakaan. Mengisi jam pelajaran kosong dengan ngadem ditempat sepi ini.

Sementara Okta sudah fokus pada soal-soal yang sempat dipilihkan Pipit untuk dia kerjakan. Padahal, Okta sudah pernah bilang mau mengalah saja karena dia tahu diri dengan kapasitas otaknya buat ikutan cerdas cermat.

Tapi mendadak semuanya berubah saat tadi video call bersama Arga.








"Lagi ada kegiatan apa minggu ini?"

"OH INI SI OKTA LAGI BERUSAHA BUAT JADI PERWAKILAN CERDAS CERMAT!"

"Bawel banget sih anjir."

"Oh. Fighting Okta. Aku tunggu kemenangannya."







Memang ya punya temen yang suka ceplas ceplos dan nyablak itu gak selalu buat susah. Justru ada untungnya.

Berkat Pipit, Okta bisa melihat wajah putih Arga tersenyum lebar, mengepalkan tangan keatas menyemangatinya.

Benar-benar tampan. Okta gagal lupa sama wajahnya.

"Ck, gue gak fokus!" hentak Okta melemparkan pulpennya keatas meja. Cewek itu menoleh, mendesis melihat Pipit sudah cengengesan sendiri melihat hapenya. Okta melengos. Merogoh hapenya, ikut-ikutan bersandar dan memainkan hape.

Cewek itu membuka roomchat bersama Arga. Chat terakhir berisikan pesan bahwa Arga akan latihan band kemungkinan akan sibuk sampe sore nanti. Membuat Okta jadi mendesah tak bisa mengirimkan pesan. Dia tak mau mengganggu.

Sosial medianya. Sepi. Gak asik banget.










"LOH EH EH." Pipit menegak. Menatap ponselnya dengan ekspresi kaget.

"Nyelow dong anjer," protes Okta yang lengannya tersenggol membuat hapenya hampir jatuh.

"Mereka putus!" kata Pipit menoleh pada Okta masih dengan ekspresi sama.

Okta tak perduli. Masih fokus pada hape, "siapa? Danu sama Wisti?" katanya asal menyebutkan couple populer disekolahan.

"Arkan sama Deya!"











"APA? YANG BENER? LO TAU DARI MANA? BOHONG NIH, MANA LIAT-LIAT." pekik Okta menegak. Sudah heboh sendiri dikursinya mencuri-curi pandang pada layar ponsel Pipit.

"Nyelow dong bangsat," kata Pipit membalikan keadaan dengan wajah datar.

"Ini perpustakaan, bukan pasar."












"Eh Haga," senyum Pipit memandang sosok Haga yang berdiri didepan meja mereka. Kemudian menoleh Okta yang masih heboh menscrol ponsel nya yang sudah berhasil dirampas, "tau nih Okta berisik banget kaya ibu-ibu pasar."

"IH IYA MEREKA PUTUS!" pekik Okta berdiri. Kini berjoget, ala-ala merayakan kemenangan, "akhirnya huhuuuuuu aku tidak tersakiti sendirian." katanya sudah lupa diri.

Pipit menatap temannya itu dengan tatapan 'yakin ini temen gue?' sementara Haga hanya berdiri diam menatap gadis itu tanpa ekspresi lebih. Meskipun jujur saja, hal itu terlihat lucu.

"He gausah seneng lo, inget. Besok-besok dia udah bakalan dapet gandengan lagi." kata Pipit mengingatkan. Tapi Okta masih terus berjoged random. Tangannya terus meninju-ninju keatas sambil bersorak kecil.

"Gaakan gue biarin, yee!" sahutnya menjulurkan lidah kearah Pipit.

"Lah, lo ngarep dia balik ke lo lagi?"

Okta mendadak diam. Cewek itu memandang Pipit, "hah?"

"Labil ya lo," kata Pipit melengos malas, "kemarin bilang mau move on. Sejam yang lalu udah girang berhasil video call sama Arga. Nah sekarang napa kaya lo masih mau sama Arkan. Itu Arga mau dikemanain njir."

"Eh..... Hehe," Okta duduk, sudah cengengesan sendiri, "Arga is mine."

"Idih belum ketemu juga sok-sok'an," komentar Pipit yang mendapat delikan dari Okta.

"Arkan anak IPS?"

Okta mendongak. Melotot kaget menemukan sosok Haga berdiri disana memandangi mereka berdua. He. Sejak kapan cowok itu disana?

"Ho'oh. Si playboy ganteng itu." sahut Pipit acuh. Cewek itu jadi memicingkan matanya, "lo jangan gitu ya, Ga. Gaboleh jadi playboy. Jadi anak baik-baik aja udah, kalo butuh pacar save nomer gue."


Okta mendesah. Merasa malu sendiri. Sudah berjoged random didepan cowok itu. Benar-benar malu. Tapi cewek itu coba menguasai diri terlihat normal.

Menarik buku dan memegang pulpen, Okta kembali fokus.

"Arga, siapa?"

"Gebetannya Okta dari Tantan. Aplikasi yang bisa nyari temen nge date gitu," kata Pipit memberitahu. Berikutnya cewek itu ingat sesuatu, "nah, Ga. Lo kalo belum dapet cewek coba pake aplikasi itu aja. Tinggal tiga hari lagi kan jangka waktunya?"

"Hm,"

Okta mendesis, menyenggol Pipit. "Lo dipihak siapa sih?"

"Gue netral!" tukas Pipit yakin. Dibalas delikan lagi oleh Okta. Cewek itu menatap Haga lagi yang terdiam, "sini gue ajarin cara makenya," katanya mengajak.

Tapi Haga tidak mendengarkan. Karena beberapa menit yang lalu dia sudah melamun dengan tatapan lurus menatap Okta.




Stay with me......... 

Hhmmmmmmmmmm tatapan mu menusuk mata q.

Stay With MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang