✔️Part-8

449 46 1
                                    

Dia cewek yang bernama Kirin. Aku pikir itu namanya.

"Ponsel lo terlalu bagus. Lo pasti anak orang kaya yang manja." komentarnya sembari memberikan ponselku padaku.

Aku menautkan kedua alisku tidak menyangka cewek yang terlihat baik-baik ini bisa mengatakan hal yang seperti itu padaku.

"Makasih." ucapku.

"Oke." ujarnya dengan berlalu.

Aku sempat merasa kesal dan ingin membahas tuduhannya barusan. Tapi aku pikir biar apa coba?

Aku lantas segera kembali ke ruangan ibu. Dokter bilang ibu bisa di rawat lagi di rumah.

___________

"Lingga, sayang gimana performnya di Bandung? Pasti capek ya harus bolak-balik pergi?" Aku menghela napas ketika ibu mengampiriku dengan duduk di kursi roda yang didorong oleh perawat.

Aku menarik napas berat. Aku merasakan tenggorokanku seperti tercekat akan rasa sakit.

"Lancar, kok, Bu." cuma itu yang bisa aku katakan.

Ibu mengelus pelan kepalaku sambil memberikan nasihat dan sarannya untuk jangan lupa selalu bawa air putih.

Ini adalah hal kedua ketika aku menahan tangis sekuat mungkin setelah ibu yang sering mengamuk.

Lingga yang ibu maksud adalah kakak perempuanku. Dia tewas dalam musibah gempa bumi yang mengenai tempat konsernya. Lingga itu penyanyi bertopeng. Orang-orang hanya tahu suara Lingga tanpa mengenal bagaimana wajah Lingga. Ibu bilang Lingga sangat mirip denganku, seperti anak kembar. Padahal usia Lingga sepantaran dengan bang Darka.

Malam ini kuhabiskan dengan mendengarkan ocehan ibu tentang Lingga. Aku memang tidak menyebut Lingga dengan kakak. Karena ketika Lingga masih ada, dia yang memintaku untuk dipanggil namanya langsung. Aku sempat menolak, tapi Lingga memaksa sampai ia tidak menghiraukanku ketika kupanggil.

Ah, aku jadi rindu Lingga.
Aku pikir Lingga dan Ayah pasti sudah bahagia di sana.

meet next bye [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang