Tulipa - A Convocation

47 4 0
                                    

Full flashback

Matanya berkeliling ke sepenjuru kantin. Penglihatannya harus awas karena suasana di kantin hari ini yang benar-benar riweh. Kacau. Berisik. Amat sangat berisik.

Terang saja para murid itu seperti seorang predator, pagi ini para guru serentak mengadakan ulangan dadakan. Menyebalkan bukan? dan menguras energi lahir batin pastinya.

Saat melihat dua pemuda di meja paling sudut. Bibirnya tersenyum. Menggambarkan kelegaan. Lalu melangkah pasti kearah dua pemuda di meja pojok kantin.

Ken tak perlu repot-repot memesan karena, Jidan -salah satu dari dua pemuda disana- yang akan membayar apapun yang masuk ke perut Ken selama satu minggu.

Ya, itu karena tiga hari yang lalu. Ken dan Jidan memasang taruhan untuk tim badminton sekolah mereka yang sedang tanding dengan sekolah lain. Sedangkan Edo -teman Ken yang bisa dibilang paling normal diantara mereka bertiga- hanya memutar bola mata malas sambil memangku novel bergambar siluet seorang pria berjubah dengan tulisan 'Sherlock Holmes' di bawahnya.

Ken jelas memihak tim badminton sekolahnya yang saat itu menjadi tuan rumah. Sedang jidan -dia memang kadang tidak setia- memilih sekolah lain dengan alasan, pemain badminton dari sekolah lain lebih panas saat mengayun raketnya.

Sebenarnya bukan itu alasan Jidan yang asli. Dia tahu pasti jika tim badminton sekolahnya sering kali pulang dengan para pemainnya yang berwajah lesu karena gagal membawa nama baik sekolah mereka.

Ekskul dengan peminat paling banyak itu ternyata menjadi kelemahan terberat bagi sekolah dan juga pecinta badminton. Hal itu sangat berbanding terbalik dengan ekskul futsal yang selalu menjadi jawara di segala pertandingan. But is it is what is it.

Namun pada pertandingan kali itu, Jidan harus mencoba mengubah mindset-nya tentang borok lama di tim badminton sekolahnya.

Buktinya, setelah hampir tiga jam permainan alot yang sangat mendebarkan. Viko, sang pemeran utama dari sekolahnya mengehempaskan dengan telak kok umpan dari lawan beserta dengan kebobrokan tim badminton sekolahnya selama ini.

Suasana dalam gor mendadak hening. Hanya dalam beberapa detik saja. Karena setelah keterpakuan tak terduga itu, para suporter dari tuan rumah menggemakan teriakan kemenangan mereka yang sungguh tak terbantahkan.

Suasana meriah itu berbanding terbalik dengan wajah Jidan yang terlihat mengenaskan. Seperti orang yang sedang menahan kentut di tengah upacara kematian. Taruhan yang dibuatnya seperti pepatah 'senjata makan tuan' yang telak.

Ken menyeringai. Membayangkan uang bulanannya yang tidak akan berkurang selama semingguan. Oh! Ia mungkin akan mulai membuat to do list untuk membeli k-stuff incarannya. Ide bagus.

Ken tersenyum penuh kemenangan seperti seorang Maleficent. Dan lagi-lagi, Edo hanya memutar bola mata saat Jidan mendumel sepanjang jalan menuju parkiran saat itu.

.

.

.

Ken duduk dengan tidak santai. Tubuhnya ia hempaskan hingga bagian depan tubuhnya menubruk meja, membuat kuah dalam mangkok bakso Jidan bergoyang kesana kemari.

Jidan menggeram, sedang Ken hanya nyengir, melirik Edo yang tetap fokus menunduk -si remaja berkacamata setebal buku filsafat itu sedang membaca buku andalannya- meski tubuhnya tadi ditabrak dengan sengaja -dan sangat keras- oleh Ken.

"Edo!!" Ken dan kekurang ajarannya. Berteriak tepat di depan telinga Edo.

Apa maksudnya coba?!.

Beyond The LimitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang