Orchidaceae - Mystery And Uncertainty

54 6 3
                                    

Aii x Thya

Present

.

.

.

Enjoy it
-----------------------------------------------------------------
"Terlalu banyak hal yang sulit di pahami"


Mendung tak berarti hujan.

Hujan kadang tak harus diawali dengan mendung.

Seperti sekarang. Hujan datang dengan tiba-tiba. Tadi pagi hingga siang cuaca begitu panas menyengat. Tapi sekarang, tanpa tedeng aling-aling. Hujan deras mengguyur kota Makassar tanpa ampun. Dan langit perlahan menggelap.

Mendungnya datang terlambat.

Ken yang sedang duduk di balkon dengan secangkir chamomile. Menghirup dalam-dalam aroma tanah becek yang terkena air hujan. Bau petrikor yang menyengat. Suara air yang bertabrakan dengan dasar bumi.

Suasana seperti ini akan sangat pas jika digunakan untuk galau-galauan. Bermellow ria dengan ditemani lagu-lagu ballad. Tapi sayang, Ken tidak sedang dalam mood buruk. Ia baik-baik saja.

Niatnya tadi ingin keluar dengan teman. Namun hujan merampasnya.

Jika sebagain banyak orang membenci hujan karena bisa menghancurkan segala rencana yang sudah tersusun. Hal itu berbeda dengan Ken. Ia sangat suka hujan. Sangat menanti saat-saat menyenangkan ketika akhir dari proses kondensasi itu berakhir dengan terjun indah ke bawah. Menghantam apapun yang ada dibawahnya.

Ken sama sekali tidak masalah jika rencana jalan-jalan dengan temannya gagal. Jika hal itu digantikan dengan hujan seperti sekarang.

Buku ditangan ia acuhkan. Terbuka dengan jempol tangan sebagai pembatas agar bukunya tetap terbuka. Terabaikan begitu saja.

Matanya menatap lekat pada turunan hujan. Senyumnya kadang-kadang terukir. Hujan benar-benar sangat menyenangkan. Meski tanpa ikut serta didalamnya.

Suara ketukan di pintu membuatnya mengerang. Santai sorenya menjadi terganggu.

Ibunya masuk dengan membawa sepiring kukis. Secepat kilat Ken mengutuk erangannya.

Senyum ibunya terbit saat melihat anaknya mengenakan piyama kebesaran setelah mandi.

"Mama lebih suka kamu dirumah" setelah meletakkan nampan di samping cangkir teh. Ibu Ken mendudukkan diri di kursi lain. Melihat hujan yang masih deras.

"Tapi kan, Ken anak cowok ma. Mau jadi apa kalau di dalam kamar terus" Ken ikut memandang ke arah hujan di depannya.

Ibunya mencibir "Lalu, siapa kemarin yang menghabiskan uang jajannya di bookstore"

Ken meringis.

Mengingat jika uang bulanan yang diberi ayahnya sudah hampir kandas karena kemarin ia terlalu bersemangat membeli banyak buku baru.

Ken suka belanja. Juga menabung. Jadi ia tidak akan takut untuk kehabisan uang. Lagian, ibunya tidak akan tega membiarkannya kelaparan.

Ken kadang bingung dengan pemikirannya sendiri. Ia suka dirumah sendirian. Semedi. Tapi kalo sudah keluar dengan teman-temannya, waktu seperti tidak ada ruang.

Yah, bukan hanya cewek saja dong yang bisa menghabiskan waktu luang. Iya kan?.

Hujan diluar masih deras. Tidak lebat, hanya deras. Teh chamomilenya sudah habis. Tapi kukisnya hanya berkurang segigit.

Beyond The LimitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang