Sial!!
Itu si senior misterius. Ken terpana hanya dalam beberapa sekon saja. Karena sial sungguh sial, senior gila -panggilan baru dari Ken- itu melepaskan rangkulannya pada Ken dengan tanpa beban.
Jadilah, Ken tergeletak dengan nista di lantai depan ruang musik. Oh, omong-omong, apa orang di dalam sana mendengar kegaduhan barusan?
Oh tidak!.
Ken segera bangkit, kemudian menarik tangan kanan senior itu tanpa sadar ke balik tembok ruang musik. Ken mengintip dari sudut tembok. Matanya terfokus pada daun pintu.
Hampir tiga menit terlewati, tapi tidak ada tanda-tanda jika pintu akan dibuka paksa. Ken mengernyit. Oh, jangan lupakan tangan kirinya yang masih menggengam tangan si senior. Dengan erat.
Dengan langkah seperti seorang pencuri celana dalam, Ken keluar dari persembunyian sementaranya. Menarik si senior untuk ikut di belakangnya.
Pintu masih tertutup rapat, tapi suara gaduh di dalam sudah lenyap. Tak ingin berlama-lama mengingat kejadian tadi -juga takut penghuni di dalam tiba-tiba keluar--, Ken segera pergi dari sana. Masih dengan menarik tangan lain. Tanpa sadar.
Sedang yang di tarik-tarik hanya mengikuti saja, kadang tersenyum geli.
.
.
.
Sampai parkiran, nafas Ken ngos-ngosan. Padahal ia hanya berjalan cepat dan bukannya berlari. Lemah memang.
Telapak tangannya menjadi berkeringat. Saat akan mengusap tangannya satu sama lain, Ken terkejut. Ada tangan lain yang ia genggam!.
Ken berbalik, dan melihat si senior gila yang berada tepat di belakangnya. Dengan wajah santai. Tidak kehabisan nafas seperti Ken. Juga tidak berkeringat.
Ken segera melepas genggamannya. Sedikit mundur sebagai reflek atas rasa terkejutnya.
"Ah! Maaf kak. Aku nggak sadar daritadi udah narik-narik tangan kakak" canggung, amat sangat canggung.
Sialnya, bukan hanya canggung. Tapi Ken juga harus mendongak demi melihat wajah tegas sang senior gila -haruskah Ken
menggantinya lagi dengan tiang?-."It's oke, lo kayanya ketakutan banget ketauan sampe nggak sadar masih genggam tangan gue" senior gila itu tersenyum tipis.
Benar-benar tersenyum.Ken merasa takjub pada dirinya sendiri karena sudah bisa membuat si senior misterius itu mengeluarkan ekspresi tulusnya. Bukannya apa, senior gila yang Ken tidak tahu namanya itu memang jarang sekali tersenyum. Bahkan hampir tidak pernah.
Jadi, sedikit membanggakan diri karena sudah bisa membuat orang lain tersenyum, tak apa kan?.
Oke, kembali ke mereka berdua yang saat ini sedang diselimuti canggung. Ken gugup, senior itu tak tahu harus apa.
"Emm, Ken. Lo bawa motor?"
Ken yang tadinya tertunduk, kembali mendongakkan kepalanya.
"Bawa kak, kenapa emang?"
Sial!. Kenapa suaranya menjadi kentara sekali jika ia sedang gugup.
"Yaa nggak ada sih. Kalau lo nggak bawa, mau gue bonceng aja"
Ken terkejut tentu saja. Dia baru saja kenal dengan kakak seniornya ini, bahkan sebenarnya belum bisa dikatakan kenal. Karena nama aslinya saja Ken belum tahu.
Meskipun senior di depannya ini lumayan populer, tapi bukan berarti Ken harus tau namanya juga dong. Benar kan?.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beyond The Limit
RomanceWARNING!!! Cerita ini adalah Boyslove story atau cerita Gay, bxb, homo. Homophobic please Leave!!! Just shoo shoo~ _________________________________________________ . "Aku mencintainya, tapi aku juga membencinya" Dia kesepian. Dia selalu seperti i...