Dark Roses - A Confession

28 2 0
                                    

Bising kendaraan membuat Ken sebal. Ia menghentak-hentakan kakinya sekuat mungkin untuk melampiaskan kekesalannya.

Sebenarnya tadi ia sudah menyetujui ajakan Rendra untuk pulang bersama, tapi Ken berubah pikiran saat Sasa hampir mengejarnya untuk meminta penjelasan.

Ditambah jam pelajaran Rendra yang entah kenapa jadi molor. Ken sempat menunggu beberapa puluh menit --hampir sejam malah-- di depan kelas Rendra. Tapi tak berlangsung lama saat Sasa tiba-tiba berjalan ke arahnya dengan wajah yang celingukan.

Karena Ken tahu gelagat itu, jadi Ken segera melipir pergi. Lebih baik ia pulang sendiri daripada harus direcoki Sasa tentang hubungannya dan Rendra. Ken yakin Sasa sudah mengetahui pasal dirinya dan Rendra. Jadi karena hal itulah Ken memilih menghindar sementara dari gadis ceriwis itu.

Meski sempat menyesal setelah lelah berjalan selama beberapa ratus meter, ditambah cuaca yang sebenarnya sangat cerah. Namun karena suasana hati Ken sedang buruk, cuaca cerah jadi terlihat panas membakar.

Ken tak ingin menelfon ibu dan ayahnya karena mereka pasti sedang sibuk-sibuknya sekarang. Ia kan ingin jadi anak baik yang pengertian kepada orang tuanya.

Ken haus, butuh minum yang dingin-dingin. Jadi Ken menelengkan kepalanya, mencari warung atau apapun yang menyediakan minuman dingin. Disebelah kanan, harus nyebrang sih, tapi tak apa. Daripada Ken harus dehidrasi konyol dijalan.

Rencananya Ken akan pulang naik bis, tapi tadi pas baru masuk, Ken sudah mual dengan bau bbm dan keringat penumpang. Perasaan Ken bis kota tidak sejorok itu. Jadi ia turun, memilih mencari taksi yang sialnya tak kunjung lewat hingga menyebabkan dirinya terdampar seperti sekarang.

Ken menoleh kanan kiri seperti yang guru TKnya ajarkan dulu saat akan menyeberang. Dan saat sudah siap, bunyi klakson sepeda yang sangat keras mengagetkan Ken hingga seketika beringsut mundur kembali ke trotoar. Sebuah motor KLX berhenti tepat di depan Ken berdiri.

Pengendaranya menggunakan Helm fullface jadi menyulitkan Ken menebak siapa si empunya. Ken berubah mengernyit saat helm itu di buka. Menampakkan wajah lusuh Rendra. Yang kemudian menggantikan ekspresi Ken, yang tentu saja terkejut.

"Gue nyariin lo di sekolah, ternyata lo-nya udah sampe sini aja" Rendra, tanpa turun dari sepedanya menarik tangan Ken, setelahnya memasangkan helm pada Ken yang masih terpaku -awalnya hanya terkejut, tapi menjadi terpaku saat tiba-tiba Rendra menariknya dan memasangkannya helm- seperti manekin.

Rendra beralih menarik kopling, bersiap menstarter motornya, namun dirasa Ken masih tetap berdiri, ia menoleh kearah Ken. "Kok diem? Nggak mau pulang emangnya?. Naik"

Seperti anjing terlatih, Ken naik dengan tampang mlongo. Dan tambah melotot saat tangan Rendra dengan -tiba-tiba- lagi menarik tangannya untuk berpegangan pada jaket yang dikenakan Rendra. "Gue nggak mau lo kebawa angin nanti" Rendra berucap sambil menyeringai. Sungguh kontras dengan Ken yang malah seperti seekor koala sekarang.

Beberapa menit terdiam seperti orang idiot membuat mulut Ken kering. Helm nya bukan yang fullface seperti punya Rendra, ditambah ia yang sedari tadi masih terbengong-bengong. Rasa haus Ken menjadi-jadi. Ken tidak bisa menahannya lagi, jadi ia memajukan kepalanya, yang mana otomatis membuat genggamannya ikut maju ke perut Rendra.

Ken sedikit merematnya saat berucap "kak, aku haus" suaranya terbawa angin. Rendra tidak bisa menoleh karena helmnya terhalang helm Ken. Jadi ia menurunkan tangan kirinya lalu sedikit memundurkan tubuhnya untuk kemudian sedikit meneleng ke arah Ken, hanya untuk mendengar suara Ken lebih jelas.

"APA?"

"AKU HAUS!"

Romantis sepertinya.

Setelahnya Rendra kembali fokus pada setir, tanpa berucap apapun. Tapi Ken merasa kecepatan kendaraan Rendra berangsur bertambah. Hingga di menit kelima, Rendra menyetir dengan kecepatan -yang Ken sendiri harus tutup mata karena takutnya- tak terkira. Hanya satu yang dipikirkan Ken. Ia tidak mau mati muda.

Beyond The LimitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang