Chrysanthemum - A Love

29 5 0
                                    

Ken meringis saat Sasa mengoles salep di bagian pinggir tangan kanannya. Satu sentuhan terakhir untuk luka terakhir hari ini.

Sial benar memang. Pak Rizal tak pernah main-main saat memberi tugas. Tapi itu sepadan dengan hasil yang mereka dapat. Buktinya, tim pramuka mereka selalu keluar sebagai juara di setiap event.

Hasil memang tidak pernah mengkhianati usaha.

Sasa sebenarnya selalu jengkel setiap kali mengolesi tangan Ken yang melepuh setiap habis bergelung dengan tali temali yang berbahan kasar itu.

Tapi mau bagaimana lagi, Ken amat sangat menyukai pramuka.

Hari ini pembina tergarang di pramuka memberinya tugas untuk membuat Sebuah tiang bendera kreasi. Gila nggak sih! Sekarang dikasih materi, besok harus sudah bisa mempraktekkan.

Ya ya, memang gila. Tapi anehnya, semua murid pramuka bisa menyelesaikan misi itu. Meski kebanyakan akan gagal di percobaan pertama. Namun juga tak pernah lama pada percobaan berikutnya.

Semoga kalian tau maksudku.

Sebenarnya juga, Ibu Ken sudah melarang anaknya dalam kegiatan pramuka. Bagaimana tidak? Setiap seminggu sekali, anaknya pulang dengan keadaan tangan yang melepuh, kaki bengkak, badan seperti habis maraton berkilo-kilo meter. Bahkan saat pertama kali ikut kegiatan pramuka, Ken pernah demam hingga tiga hari.

Tapi sayang, itu hal yang disukai Ken. Meskipun menyiksa, Ken tetap menyukainya. Apalagi Ayahnya mendukung. Makin giranglah si Ken.

Oke, balik ke dua orang tadi.

"Oke, selesai". Sasa merapihkan kembali kotak P3K milik uks sekolah.

"Ra, gue pulang bareng elo ya. Gue gak bawa sepeda hari ini" Ken, dengan wajah memelas yang mirip pikachu dengan mata berkaca-kaca. Siapa yang tidak gemas?

Oh, tidak bagi Sasa memang. Dia sudah biasa melihatnya.

"Mau lo bawa sepeda juga. Gimana yang mau nyetir. Tangan lo lecet-lecet gitu"

Ken nyengir, tau jika sahabatnya ini sangat pengertian.

"Lo tunggu di parkiran, gue mau balikin ini ke uks dulu" Sasa menyampirkan tas punggung Ken di punggungnya, sedang tasnya sendiri ia taruh di depan.

"Sa, gue bisa bawa tas gue sendiri kok. Sini"

Sial memang, Sasa seperti tidak mendengar Ken sama sekali. Bahkan berlalu begitu saja. Jadi si kacamata pantat botol juga memilih pergi dari kelas menuju parkiran.

Sebenarnya kegiatan pramuka sudah selesai setengah jam lalu. Saat Ken akan mengambil tas yang tertinggal di kelas, ia malah bertemu Sasa yang masih sibuk dengan kamera dan laptop.

Mengernyit bingung, Ken menghampiri Sasa dengan perlahan. Takut jika itu ternyata bukan sosok Sasa yang asli. Oke, katakan saja hantu yang menyamar jadi si bumbu dapur.

Namun saat Sasa tiba-tiba memekik heboh dengan tangan mengepal gemas. Ken menghela nafas lega. Itu benar temannya. Yang asli dan bukan tipu-tipu.

Dan ya, hingga mereka berakhir seperti sekarang. Kebetulan juga Jidan dan Edo tadi sudah pulang duluan. Mereka menjadi semakin lengket menurut Ken.

Meski bel pulang sudah berdengung sejam yang lalu. Namun tidak serta merta membuat sekolah seketika senyap. Masih lumayan juga murid yang sengaja tinggal untuk beberapa urusan.

Seperti di lapangan. Menuju parkiran memang tidak hanya memiliki satu jalur. Namun Ken seperti sudah kebiasaan. Harus lewat koridor ruang bahasa agar bisa mencapai lapangan futsal.

Beyond The LimitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang