3. Enggak

10.7K 610 47
                                    

Jisell ingin berbalik keluar sambil mengeratkan handuk di dadanya tapi sebelum itu tubuhnya sudah di angkat Mattew dari belakang.
"Astaga, Tolong gue mau di perkosa!" Jisell berteriak.

"Teriak saja paling cuma terdengar sampai kamar kamu." Mattew menjawab lalu menghempaskan pelan tubuh Jisell di sofa.

"Dasar PK." Jisell menatap tajam, ia ingin bangun dan pergi tetapi tubuhnya lebih dulu di tahan Mattew.

"Kaki gue, aw sakit." Jisell berteriak karena kakinya di kunci Mattew dengan kakinya.

"Tapi kamu suka 'kan." Mattew membalas. Jisell sudah tidak kuat membendung rasa kecewa terhadap dirinya sendiri, air matanya luruh begitu saja membuat Mattew mengangkat alisnya dan melonggarkan pertahannya pada Jisell yang menangis.

"Lo tau enggak sih, lo itu sudah melecehkan gue. Gue ini perawan ting-ting yang pacaran aja mentok cuma cium kecup." Jisell berkata di sela tangisnya.

"Ssstt.. maaf." Mattew meraih tubuh mungil Jisell kepelukannya, seandainya ada yang melihat mereka, mungkin gossip akan langsung tersebar kalau Jisell tidur dengan tetangga super seksinya. Melihat dari pakaian mereka, semuanya tidak perlu di jelaskan lagi. Jisell yang memang polos menangis sesegukan.

"Gue mau lapor polisi, ini pelecehan." Jisell memukul punggung Mattew.

"Bukan pelecehan namanya Jisella kalau kamu juga menikmati." Mattew membalas, Jisell semakin menangis.

"Sakit ..." Jisell berkata.

"Sini ku lihat, ada yang luka?" Mattew bertanya dengan lembut lalu melepaskan pelukannya.

"Da ... dada gue perih dan semuanya karena lo bule." Jisell menjawab "gue merasa kotor."
Walaupun terdengar sedikit lebay seperti kalimat sinetron, tapi Jisell tidak perduli, karena faktanya ia memang belum pernah di sentuh lelaki.
Mattew menghela napas, matanya tertuju pada handuk Jisell yang menggantung di tubuh gadis itu lalu perlahan tangannya membuka handuk Jisell tanpa gadis itu sadari.

"Hasil karya ku bagus juga." Mattew malah tersenyum dan mengecup leher Jisell membuat Jisell tersadar dari tangisnya.

"AAAAAKH... " Jisell mengeratkan handuknya yang sudah terbuka setengah, tangisnya semakin menjadi-jadi membuat Mattew menghela napasnya lagi.

"Oke, berhenti menangis Jisella. Aku tidak memperkosa kamu, lagi pula tadi malam kamu menikmatinya." Mattew berkata.

"Jadi lo 'kan pelakunya?" Jisell memberikan pukulan bertubi-tubi pada lelaki tinggi itu sambil menangis.

"Jisella." Mattew menahan tangan Jisell "stop!"
Jisell masih meronta.

"Handuk kamu mau lepas." Mattew berkata membuat Jisell mendorong lelaki itu lalu mengeratkan lilitan handuknya.

"Aku akan tanggung jawab kok, tenang saja. Kita bisa bicarakan ini baik-baik oke." Mattew berkata membuat Jisell sedikit lebih tenang.

"Biar ku buatkan teh hangat." Mattew berkata. Jisell menatap ragu tapi ia juga harus tahu alasan di balik tetangganya ini melecehkannya dan dari mana dia bisa masuk ke apartement Jisell.
Dengan terisak pelan, Jisell mengikuti langkah Mattew ke pantri dapur.

"Ada susu enggak? Gue mau susu." Jisell berkata.

"Kamu 'kan sudah punya dua, menggantung di tubuhmu tuh." Mattew menjawab membuat Jisell kesal. Mattew tertawa pelan. "Aku tidak punya susu Jisell, aku hanya punya teh dan kopi."

"Ya sudah, kopi saja." Jisell menjawab dengan kesal. Mattew perlahan mengambil satu cangkir kopi dan membuatkan Jisell kopi dari mesin pembuat kopi.
Melihat punggung lebar Mattew membuat Jisell perlahan menghentikan tangisnya dan menikmati pemandangan di depannya. Bayangkan saja lelaki seksi yang tampan itu tadi malam mencumbunya dengan panas. Akh.. Jisell merasa kalau wajahnya memanas hanya karena punggung Mattew.

Sexy Man Next doorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang