thirteen

23 2 0
                                    


>

Aku berjalan sendu memasuki pekarangan rumah ku.

Entah kenapa, saat aku bertanya pada Hans tadi. Aku merasa bersalah, seolah aku sudah melukai perasaanya.

Aku menghela nafas, lalu menatap bangunan tempat ku tinggal.

Masih seperti 19 tahun lalu, dengan cat kuning pucat yang sudah sedikit mengelupas termakan usia.

Mungkin nanti aku akan memberi tau mama untuk mengecat ulang.

Sebenarnya, aku tidak begitu suka dengan warna cat yang mama mau itu.

Membuat rumah ku terlihat seperti kotoran.

Di sisi kiri rumah ku, terdapat sebuah pohon apel yang besar. Buahnya pun terlihat manis dan segar.

Setiap seminggu sekali atau dua minggu sekali, kami akan memetiknya dan membagikannya pada beberapa tentangga terdekat.

Harum bunga anggrek yang menghiasi keliling rumah menyeruak masuk memenuhi indra penciuman ku ketika membuka pagar halaman.

Tidak tinggi, hanya sebatas pinggang ku. Dengan cat putih susu.

Aku berjalan mendekati pintu rumah yang terbuka lebar, butuh waktu lama untuk menyadari bahwa aku kedatangan seorang tamu.

Melihat sepasang sepatu formal kerja berwarna hitam dan sebuah high heels toska di teras rumah.

Mungkin tamu mama.

Aku tak begitu peduli lagipula, paling-paling teman mama saat di kota. Atau saat di kelab malam tempatnya bekerja dulu.

"Ci pulang!" seru ku seperti biasa

Aku memasuki rumah ku dengan sedikit dramatis, penasaran juga dengan tamu mama.

Dari teras rumah, aku hanya dapat mendengar suara berbincang mama dan tamunya itu.

Aku berjalan masuk, menuju ruang tamu.

Dan ketika sampai, aku tertegun di tempat.

Seorang wanita seumuran mama tengah terduduk di atas sofa ruang tamu, terlihat anggun dan cantik.

Gaunnya yang berwarna toska terlihat pas di kulitnya.

Hanya dalam sekali tatap pun aku tau bahwa ia adalah orang dari kalangan atas.

Alias orang kaya.

Tapi bukan itu yang membuat ku tak berkutik, melainkan seorang pria yang duduk di sebelahnya.

Sangat tampan!

Rambutnya yang coklat di sisir rapih kebelakang, serapih pakaiannya yang menggunakan jas formal kerja.

Kulitnya coklat eksotis, dengan rahang kokok sekokoh dada bidangnya. Dan bibir tipisnya yang merona merah itu membuat ku tak bisa berpikir dengan benar.

Aku tak bisa melihat warna maniknya, karena pria itu sedang menunduk serius pada ponsel mewahnya.

Jika di bandingkan dengan Hans, jelas sekali pria itu lebih tampan.

Terserah kalian mau menghina aku seperti apa, tapi ini lah aku.

Seorang gadis 19 tahun yang kadang bersikap seperti jalang- atau memang iya? -dan memiliki hobi melihat cowok cakep layaknya tante girang.

Tapi tenang saja, aku tak akan berpaling kok dari Hans-ku.

"oh, kau sudah pulang sayang"

Suara sok manis mama menarik ku pada kenyataan, aku mengerjap sebentar.

Mereka semua menatap ku sekarang, dan aku bisa melihat manik pria itu.

Hitam legam. Seperti malam.

Mama tersenyum lembut, sangat ganjil. Ketika ia melambaikan tangannya menyuruh ku mendekat, aku dapat merasakan tatapan pria itu yang seolah menelanjangi ku.

Well, bukan dalam artian yang jorok ya.

Maksud ku itu, tatapannya sangat mengintimidasi.

"sini Ci" ucap mama seraya menepuk-nepuk sofa di sebelahnya, meminta ku untuk duduk

Aku menuruti, dan ketika akhirnya aku menjatuhkan diri ku di sana. Wantia yang ku yakini adalah teman mama itu menjerit senang.

Seperti habis memenangkan lotre.

"ya tuhan! Putri mu cantik sekali Aurora" serunya seraya mengamit tangan ku, menggenggamnya erat

Mama hanya mengangguk bangga sebagai balasan.

Sementara aku tersenyum kikuk,

Dari jarak sedekat ini ternyata ia lebih cantik lagi, terlihat muda dan fresh.

"terima kasih Nyonya.....?"

Aku menaikkan kedua alis ku, bertanya.

Wanita itu tersenyum lebar, sangat lebar sampai-sampai aku takut kalau bibirnya robek hingga pipi.

Oke, itu menjijikan.

"Jangan panggil aku Nyonya, tapi mom Silvi. Mengerti?" jelasnya riang

Aku kembali tersenyum,

"baik mom" balas ku patuh

Lagi-lagi wanita itu menjerit senang

"demi tuhan Aurora! Dia manis sekali ketika tersenyum!!" pekiknya histeris

Aku hampir saja mendengus jengkel dengan suara nyaringnya yang membuat ku sakit kuping.

Tapi aku tak melakukannya.

"tentu saja dia manis, seperti mamanya" balas mama membuat mom Silvi memutar bola matanya malas.

"siapa nama mu sayang?" tanya mom Silvi dengan nada selembut sutra

"nama ku Cinderella Matiws, mom".balas ku sopan

Entah kenapa, insting ku mengatakan untuk pura-pura bersikap seperti gadis desa yang lugu dan polos.

Mom Silvi mengangguk mengerti

"oh, demi kerang ajaib. Pasti kau akan cocok sekali dengan Ken" ucapnya

Aku menyerngit dalam,

Ken?

Ken?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••

A/N:

Gais maaf banget br bsa up >.<

Soalny maren2 hp ku rusak dn br bener skrng hueee

Sekali lagi maaf buat kalian kecewa hilang tb2 kea doi:((

Maaf

Happy Reading semwa<3

flower crownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang