CHAPTER 13

4K 103 2
                                    

Apartemen. 00:00

"Seperti biasa, malam ini sama seperti malam-malam sebelumnya. Selalu merindu, yang semu." Ucap gadis manis itu lirih sambil menerawang jalan yang temaram.

Gadis itu sesekali mengeratkan sweaternya kala dingin semakin menyeruak ke seluruh tubuhnya, perlahan menusuk jiwanya.

Sambil menyesap segelas coklat panas buatan sahabatnya, "Ah, tidak ada yang lebih nikmat di dunia selain ini,"  batinnya.

"Kenapa, Je?" Tanya nya sambil merangkul tubuh mungil itu dari belakang.

"Aku---tidak apa!" Balasnya ragu.

"Kau berbohong lagi, padaku? Pada sahabatmu?"

Jessie seketika menundukan kepala nya lemah, lalu meletakkan gelas pada meja di sampingnya. Masih dalam rangkulan hangat itu, lalu mengelus tangan kekar yang melingkar sempurna di perutnya, dengan halus.

"Aku---merindukan mereka,"

"Namun, aku tak tahu harus bilang mereka apa? Apakah mereka keluargaku? Apakah keluarga bisa sekejam itu? Aku tak tahu!" Ucapnya lirih, cairan bening nan hangat sudah menggenang di pelupuk matanya.

Ia memejamkan matanya perlahan. Cairan itu berhasil lolos keluar dari peraduan. Mengalir dengan tenang.

"Hiks.. hiks.. hikss,"

Jessie tak mampu lagi menahan isakannya, kala Jovan memeluknya lebih erat. Pelukan Jovan bak pengobat rindu baginya, di dunia ini hanya pelukan Jovan yang paling nyaman, menurutnya. Tidak ada lagi!

"Aku keluarga mu. Jika kau rindu mereka, peluklah aku! Rindumu akan lekas terobati," bisiknya halus tepat di telinga Jessie.

Jessie membalikkan tubuhnya lalu mengecup singkat rahang kekar Jovan.

"Terimakasih. Terimakasih banyak," ucapnya lirih, air mata masih mengalir dengan tenang di sana. Di wajah nya,

Jovan tidak menjawabnya, namun ia malah menggendong Jessie menuju kamar kemudian ia membaringkan tubuh mungil nan sexy tersebut.

"Tidurlah! Sudah malam," ucapnya kemudian dibalas dengan senyuman manis dari gadis manis itu.

Jovan pun keluar dari kamar milik Jessie lalu berjalan menuju ruang tamu. Pukul tengah malam seperti ini selalu ada tayangan serial tv pavoritnya. Ia tak mau terlewatkan satu malam pun.

                                   🍁🍁🍁

Lelaki itu menggeliatkan tubuhnya kala mendengar suara yang sedari tadi terus menerus mengganggu mimpi paginya.

"JOVAN."

"JOVAN, BANGUNLAH!"

"HEY, BANGUNLAH KEBO!"

Ia mengerjapkan matanya berkali-kali lalu menegakkan tubuhnya, bersila di atas sofa.

"Ck! Ada apa? Pagi-pagi buta begini kau membangunkanku!" Ucapnya serak.

"Ah, yang benar saja! Pagi buta dari mana? Ini sudah pukul sebelas siang kau tahu?"

"APAAA?" Teriaknya

"Ya, sudahlah! Kenapa pula harus panik? Aku free hari ini," lanjut Jovan

"Kalau begitu kau segeralah pulang,"

"Kenapa aku harus pulang?" Tanya nya heran,

"Aishh, karena ini tempatku. Bagaimana sih?" Ucap Jessie kesal.

"Iya iya. Aku pulang sekarang. Tapi bolehkan aku ikut mandi?"

"Terserah padamu!" Ucap Jessie sambil melenggang pergi dari hadapan Jovan menuju pintu utama.

"Hey, kau mau kemana?"

"Ke luar, begitu aku kembali kau harus segera pergi."

"Ck! Dia mengusirku secara kasar dan terang-terangan," gerutunya.

Jessie berjalan keluar apartemennya lalu berjalan dengan santai melangkahkan kaki kecilnya

Ia lebih suka berjalan kaki, kemana pun. Jika tempat itu masih kuat ia jangkau dengan langkah kecilnya.

Lebih bermakna, menurutnya. Ia jadi lebih tahu lebih dalam apa yang ia lewatkan setiap menitnya dengan melangkahkan kaki kecilnya.

Ia memasukkan tangannya ke dalam saku jaket berwarna abu miliknya, sambil sesekali bersenandung lagu kesukaannya.

Imagination .....
Imagination.....

In my dreams, you're with me
Well be everything i want us to be
And from there, who knows, maybe this will be the night ...

That we kiss for the frist time
Or is that just me and my imagination ....

"Erick!!!" Pekiknya, kala menyadari ada yang mengikuti alunan lagunya di bait terakhir.

Terpancar senyum teramat cerah di wajah Erick,

"Kau masih menyukai lagu yang selalu aku nyanyikan, ternyata?"

"Apa? Ti---tidak!"

"Emm....kau---merindukanku?"

Deg

Jessie mencoba untuk mengontrol kegugupannya tiap kali menatap mata biru tajam nan meneduhkan itu.

Ia tidak mau Erick menuduhnya masih menanam rasa karena ia selalu saja gugup bila ditatap mata birunya,

"Tutup mulutmu," ucap Jessie memutar bola mata malas, ia berlalu pergi dari hadapan Erick. Namun, pria itu mengikuti dan berjalan beriringan dengannya.

"Jessie, sudah lama kita tidak berjalan bersama seperti ini. Aku senang!"

"Jalang sepertiku tidak pantas berjalan beringan dengan tuan yang terhormat sepertimu, maaf!" Lalu ia dengan cepat berlari agar Erick tak bisa lagi menyesuaikan langkah nya.

Mendengar penuturan yang diucapkan Jessie, hati Erik memanas ia kembali merasa bersalah atas kejadian waktu itu.

Dengan cepat ia mengejar Jessie yang sudah jauh dari pandangannya,

"Jessie," panggilnya kala ia berhasil meraih tangan halus milik Jessie.

"APA?" Bentak Jessie sambil menghentakkan tangan kekar milik Erick.

"Maafkan aku!" Lirih Erick sambil menundukan kepalanya

"Sampah,"  batin Jessie.

Bukannya menjawab Jessie malah kembali melangkahkan kakinya segera menuju pintu masuk indomart. Beruntung ia sudah sampai!

Erick menghembuskan nafasnya kasar atas respon yang Jessie berikan padanya,

"Aku akan mendapatkan mu kembali. Apapun resikonya! Aku tetap jatuh cinta." Gumamnya masih dengan pandangan yang setia menatap punggung gadis manis itu yang mulai menjauh.

                   🍁Lanjut next chapter🍁
                    Give me voment, please!

Oh My Bitch (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang