CHAPTER 19

3.3K 84 0
                                    

Jessie mengarahkan tatapannya ke jam yang melingkar manis di pergelangannya.

Pukul 20:00.

Kemudian ia mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan yang didominasi dengan cat berwarna abu dan hitam itu.

Wangi parfum yang mengisi tiap sudut kamar Erick begitu terkesan maskulin dan menenangkan baginya.

Hatinya seketika menghangat kala melihat ada pajangan foto yang menampilkan wajahnya yang tengah tersenyum manis dengan mengenakan pakaian seragam putih-abu. Pakaian sekolah menengah atasnya dahulu.

"Lihat! Ini hadiah ulang tahun dari ayahku," ucap Erick sombong.

"Kamera? Sejak kapan kau menyukai fotograpi?"

Erick diam beberapa detik lalu menatap Jessie sekilas,

"Sejak aku berkencan denganmu. Aku ingin mengabadikan semua momen bersamamu!"

Deg

Jantung gadis bermata hitam pekat itu seketika berpacu cepat hanya karena kalimat sederhana yang diucapkan Erick. Semburat merah terpampang jelas di pipinya.

"Ayo berposelah! Aku akan memotretmu,"

"Ternyata kau masih menyimpannya," gumam Jessie sambil menyentuh bingkai foto itu seraya tersenyum-senyum sendiri, kala pikirannya kembali berpetualang menjelajah masa lalu. Mengingat bagimana foto dalam bingkai itu tercipta.

"Ayo sini cepat!" Paksa Erick berhasil mengkaburkan bayangan nostalgianya sambil menyeret tangan Jessie memasuki sebuah kamar mandi.

Jessie sempat tertegun kala memasuki area kamar mandi tersebut. Menurutnya, ruangan ini terlalu megah nan mewah jika disebut kamar mandi. Namun, dengan cepat Jessie menggelengkan kepalanya kala ia berhasil menemukan kembali titik sadarnya.

"Lepaskan tanganku! Mau apa kau membawa ku kamar mandi?"

"Duduklah disini! Temani aku mandi,"

"Haa?" Jessie membuka mulutnya lebar-lebar tak percaya dengan perintah Erick yang terdengar konyol baginya.

"Dasar gila! Tak punya akal sehat! Manusia sinting! Manusia pemaksa," batin Jessie menggerutu.

"Yang benar saja?"

"Memang benar! Aku ingin kau temani aku mandi!"

"Tidak mau!" Ujar Jessie lalu melangkahkan kakinya hendak keluar dari kamar mandi tersebut. Tapi, dengan sigap Erick mencekal lengan Jessie kemudian menyeretnya untuk duduk.

"Duduk, Jessie!"

"Kau gila? Aku---tidak mau---melihat--melihat, anu mu!" Ucap Jessie terbata, sedikit malu untuk mengucapkannya.

"Pppptttf---" Erick membekam mulutnya sendiri menahan tawa yang pasti akan pecah saat itu juga jika ia tidak menahan mulutnya.

Erick kehilangan nafasnya kala mencoba untuk menahan tawa di kerongkongannya. Alhasil, ia membuka mulutnya membiarkan tawa itu tergelak.

"Hahahahahahah,"

Erick tertawa terpingkal-pingkal sesekali sambil meremas perutnya karena pegal sebab tertawa.

"Dia memang kurang waras!" Lagi-lagi Jessie menggurutu.

"Heh! Kau pikir aku tidak waras apa? Aku akan menutupi bagian itu. Tenang saja!" Ucap Erick kala tawanya mereda dan Jessie pun menghembuskan nafasnya lega,

"Kau ini sepertinya memang ingin melihat anu ku yaa?" Goda Erick sambil memajukan dan merendahkan tubuhnya karena Jessie dalam posisi duduk.

Jessie langsung mendorong dada Erick kasar,

Oh My Bitch (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang