2; Jadian

546 98 8
                                    


Hyunjin

"Hai, cantik."

Cewek itu mendongak, wajahnya merah karena panas dan penuh keringat membuatnya kelihatan makin imut.

"Gombal," sahutnya manja, tetapi dia tersenyum.

Perkenalkan cewek iniㅡcalon pacar gue, namanya Kim Hyunjin, karena nama panggilannya yang sama dengan gue, dia sepakat ngubah nama panggilannya jadi Kim.

Anak kelas 10-5, nggak suka pelajaran yang ribet-ribet itungannya, paling suka kelas olahraga dan seni rupa karena dia jago menggambar.

Nggak tahu kenapa gue suka aja ngeliat Kim. Orangnya supel banget, jadi enak diajak ngobrol tentang apa aja. Kalau diledek, selalu bisa ngeledek balik. Bersama dia, rasanya sangat menyenangkan.

"Makan bareng, yuk. Gue traktir deh. Bakso." Tawar gue.

"Hari ini, gue makan bareng gengnya Felix." Jawab Kim.

Kemarin, bareng Jeno dan anak-anak OSIS. Hari ini, bareng Felix. Kadang, kalau nggak nanya dari jauh-jauh hari, seringnya nggak kebagian jadwal makan siang sama Kim, deh. Waktu gue kasih tahu begitu, Kim cuma ketawa.

"Kalau begitu, Anda sedang kurang beruntung." Katanya diiringi tawa.

"Jadi kapan dong, makan siang sama gue?"

Dia mengerucutkan bibir, sibuk berpikir, "Kapan-kapan, deh."

Akhirnya, dia memberikan jawaban diplomatis, yang bikin gue langsung ingin mencubit pipinya dengan gemas.

Kadang-kadang, gue juga merasa kalau nggak buru-buru, cewek ini pasti duluan kesamber orang. Makanya, gue harus cepat menyusun acara penembakan yang jitu buat Kim.

Dia suka menulis.
Dia suka drama Korea.
Dia suka warna pink.
Dia suka bunga.

Aha. Gue jadi dapat ide buat nembak Kim hari senin nanti.



•••



Kim

I hate monday!

Hari Senin selalu melelahkan. Kami harus mengikuti upacara bendera. Setelah upacara berakhir, aku segera bergegas ke loker untuk mengambil KBBI yang berat saking tebalnya.

Aku dan teman sekelasku, Hyunjin, berbagi loker karena sekolah kami kekurangan fasilitas. Itu artinya harus berbagi loker dengan cowok paling populer sesekolah.

Kadang-kadang loker kami penuh dengan amplop berisi surat cinta. Atau kado warna-warni berbagai bentuk.

Aku sudah terbiasa. Hyunjin memang bintangnya SMA kami. Banyak murid perempuan yang suka padanya. Dia jago basket. Pintar mengambil hati orang. Dan tampan, harus kuakui itu.

Sejak hari pertama sekolah, sejak pertama kali melihatnya melompat dan melemparkan bola dalam jarak jauh, aku sudah mengaguminya.

Oh iya,  aku dan Hyunjin selalu berlomba mengecek loker setiap hari Senin. Siapa yang mendapatkan hadiah dan surat cinta lebih banyak, dia pemenangnya, karena jumlah penggemar kami hampir sama banyaknya.

Orang yang sering menjadi tong sampah curhatanku adalah Minju, sahabatku dari kelas 10-1. Dia adalah satu-satunya cewek yang sama sekali nggak punya perasaan apa-apa pada Hyunjin. Nggak suka, juga nggak kagum.

"Hyunjin itu contoh orang yang baik sama semua orang, makanya kita nggak bisa benar-benar ngeliat kepribadian asli di balik senyum yang permanen nempel di wajahnya." begitu pendapat Minju mengenai Hyunjin.








Pagi ini, loker kosong begitu kubuka. Hanya ada beberapa kuntum bunga daisy yang masih segar.

Dengan malas, aku menutup pintu loker. Pasti ada murid perempuan yang meletakkan bunga untuk Hyunjin. 

Aku melangkah gontai ke kelas, melewati lapangan tempat Hyunjin masih bermain basket dengan asyiknya, tanpa memedulikan bel yang sebentar lagi akan berbunyi.

"Heh, ada kejutan apa di loker?" Tanya Hyunjin dari lapangan basket.

Aku mencibir. Dia sengaja ingin menggodaku, menunjukkan dia menang. Aku berjalan terus tanpa menoleh.

Dia menjatuhkan bola basketnya dan berlari menghampiriku, "Kim, jutek amat sih. Gue nanya dicuekin."

"Penggemar rahasia lo ngasih bunga lagi, tuh." Aku menjawab malas.

"Siapa?"

"Mana gue tahu."

Tiba-tiba, dia tertawa, aku bingung.

Dia mencubit pipiku, membuatku merengut walau diam-diam menyukai sentuhannya, "Ya ampun, Kim... yang bener dong kalo terima bunga."

Aku masih bingung, sampai dia menarikku ke loker, "Tuh, liat." dia menunjuk buket bunga itu, "ambil kartunya. Baca yang bener."

Kuturuti kata-katanya, lalu membaca huruf-huruf yang ditulis dalam tulisan cakar ayam, khas tulisan cowok.





Mawar merah terlalu standar untuk cewek seperti kamu. Kim, mau jadi pacarku?

hwang




Bunga itu untukku! Eh, Hwang itu bukannya nama lainnya Hyunjin? Hyunjin minta aku jadi pacarnya?

"Gimana?" Hyunjin bersuara.

Aku melirik Hyunjin, memberikan pandangan menantang, "Masukin bola sepuluh kali berturut-turut ke dalam ring, aku bakalan bilang iya."

"Oke." Jawab Hyunjin enteng, berjalan kembali ke tengah lapangan, mengambil bola dan melemparkannya ke arah keranjang. Masuk.

Kedua kali, masuk dengan mudahnya. Ketiga, keempat, dan kelima kali kembali lolos, seakan dia sama-sekali tidak memerlukan usaha untuk mencetak angka.

Keenam, bola mengitari rangka keranjang sebelum masuk. Terdengar sayup-sayup tepuk tangan murid yang menonton.

Ketujuh, masuk. Hyunjin tampak sangat nyaman dengan keberhasilannya. Kedelapan, masuk. Aku nggak kaget. Hal ini memang biasa. Dia kan jagoan tim basket sekolah kami.

Kesembilan, masuk. Bel berbunyi.Murid-murid bergegas ke kelas, meninggalkan lapangan yang kini hanya ada kami berdua.

Kesepuluh. Hyunjin melirikku sebelum melempar bola terakhirnya. Bola terakhir menggelinding di sekitar ring hingga lolos masuk ke net.

Hyunjin tersenyum menang,"Jawabannya iya, kan?"

Aku tertawa, "Masuk atau gagal, sebenernya jawabannya tetap iya."

10.05.2019

Empat HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang