6

121K 5.5K 196
                                    

Pelajaran sekolah sudah berakhir, Fera celingukan mencari Yoga kesana-kemari. Tapi tetap saja ia tidak menemukannya, mobil milik Yoga juga tidak ada di area parkir sekolah. Itu berarti dia tidak ada di sekolah ini.

"Katanya mau dianter pulang, eh taunya bohong. Dasar" gerutu Fera.

Fera mengecek ponselnya.

Pak Yoga

Maaf saya gak bisa antar kamu pulang. Saya ada urusan.

"Tau gini, gue pulang bareng Jihan aja tadi."
Fera berjalan ke luar gerbang sekolah dan lebih memilih naik angkut, tentu tujuannya bukan pulang ke rumahnya tapi ke kedai kecil nan sederhana milik bu Pury. Meski bubur ayamnya sudah habis, bu Pury juga membuka warung kopi dan aneka minuman lainnya, juga ada beberapa macam makanan ringan lainnya. Membuat Fera betah di sana, karena ia bisa sedikit curhat pada bu Pury.

Fera tersenyum ketika sudah sampai di depan sebuah kedai bu Pury.

"Assalamualaikum Bu," sapa Fera sambil mendudukan dirinya di kursi. Mengatur nafasnya lega, ternyata naik angkut tak seperti yang ia bayangkan. Tentunya membuat Fera lebih belajar untuk berkehidupan sederhana, tak perlu mengeluarkan uang banyak, bisa merasakan naik bersama orang-orang. Dan harus berbagi tempat duduk, apalagi jika penumpang belum penuh, pasti ngetem nya lama. Itu sangat mengulur waktu, mungkin lain kali Fera bakal coba naik angkutan umum lainnnya.

"Waalaikumsalam, baru pulang Fer?" tanya bu Pury.

"Iya bu."

"Kok malah langsung kesini?" Bu Pury menatap Fera yang banyak mengeluarkan keringat di bagian wajahnya. Tentunya bu Pury tahu kalau Fera ini habis naik angkutan umum.

Fera menyibakkan rambutnya, lalu mengambil tissu di meja untuk mengelap keringat di dahinya.

"Fera pengennya di sini dulu Bu. Fera pengen minum es, biar seger" Fera menghampiri Bu Pury dan langsung membuat minuman sendiri. Itu sudah biasa ia lakukan.

"Lain kali ajak teman kamu kesini, biar tambah rame." 

"Kapan-kapan deh Bu, Fera bakal ajak mereka kesini." Fera meneguk es kelapa kesukaannya yang baru saja ia buat sendiri.

Bu Pury kembali melakukan aktivitasnya membuatkan minuman kepada pembeli dan langsung dibantu oleh Fera karena wanita paruh baya itu tidak mempunyai karyawan yang dia pekerjakan di sini. Hanya saja terkadang ada anaknya yang membantu.

"Gak usah bantu Fer, kamu pasti capek" ucap bu Pury

"Fera malah seneng bisa bantu-bantu disini," timpal Fera sambil membawa nampan berisi minuman untuk diberikan kepada pembeli.

Kedai ini cukup ramai jika di pagi hari dan malam hari, kalau siang hari tidak seberapa namun hasilnya cukup untuk kebutuhan sehari-hari bu Pury.

Bu Pury tersenyum, rasanya sangat langka anak seperti Fera di jaman sekarang mau membantu orang. Bu Pury bersyukur bisa bertemu orang sebaik Fera ini. Walaupun suka ngeyel orangnya.

Fera meletakkan kembali nampan ketempat asalnya lalu menghampiri bu Pury yang tengah duduk. "Alin mana bu?"

"Alin lagi kerumah temennya" jawab Bu Pury.

Alin adalah anak semata wayang bu Pury. Dia baru kelas VIII SMP. Jarang banget Fera ngobrol dengan Alin, yang Fera ketahui, Alin anaknya polos, tapi kalau diajak ngobrol bareng seru. Lagi pula, setelah mengenal Fera, Alin sekarang lebih banyak berubah.

"Bu, kayaknya mulai sekarang Fera gak bisa bolos lagi."

"Bagus dong, kamu kan mau naik kelas XII. Kurang-kurangin deh nakalnya."

My Husband Is A Math Teacher Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang