2

149K 7.5K 455
                                    


"Anak-anak, apa ada yang mau bertanya kepada pak Yoga? Silahkan, tidak usah sungkan. Kalau begitu saya kembali ke kantor dulu" ucap Pak Luky lalu dia keluar dari kelas.

Salah satu siswa mengangkat tangannya, dia berniat ingin bertanya.

"Pak saya mau nanya, Bapak udah nikah belum? trus umur Bapak berapa?" tanya Vina. Ya, orang yang mengangkat tangannya pertama kali itu adalah Vina. Dia suka ganjen, cari perhatian dengan lelaki yang menurutnya tampan.

"Saya belum menikah, umur saya 24 tahun" jawab Pak Yoga.

"Pak, kira-kira kriteria cewek yang Bapak sukai apa?" tanya Serly, salah satu dari teman Vina.

"Kalau itu rahasia" jawab Pak Yoga.

"Yah Pak, saya kan pengen tau kriteria cewek yang bapak sukai. Siapa tau saya masuk dalam kriteria cewek bapak" ucap Serly.

"Ya pasti gue lah yang masuk dalam kriteria ceweknya Pak Yoga" sahut Vina.

Yoga hanya menatap mereka diam, bahkan tidak ada niatan pun untuk menegur mereka. Yoga cukup tau, bahkan sering kali dirinya di perebutkan oleh wanita.

Jihan mengangkat tangannya untuk merubah suasana.

"Pak, perkenalkan saya Jihan dan ini teman saya Fera, saya mau tanya pak. Gimana caranya supaya suka sama pelajaran matematika? Soalnya teman saya ini suka bolos di pelajaran matematika. Kayaknya nanti dia bakal bolos deh Pak " ucap Jihan yang mendapat tatapan tajam dari Fera.

"Apa benar kamu mau bolos di pelajaran saya?" tanya Yoga pada Fera, memang benar Pak Yoga terlihat menyeramkan tapi tidak dengan pandangan Fera.

"Jangan percaya omongannya Jihan Pak, saya gak bolos kok" timpal Fera.

"Lah, emang bene..." ucap Jihan terpotong karena kakinya lebih dulu diinjak oleh Fera.

"Aduhhh"erang Jihan.

Yoga tersenyum geli melihat kelakuan dua muridnya itu. Tapi Yoga mencoba bersikap biasa saja. Tanpa menunjukkan senyuman nya itu.

Pelajaran berlangsung selama dua jam,
Fera hanya tiduran di kelas daripada keluar kelas bisa berabe. Lagian gara-gara Jihan tadi, dia jadi gagal bolos.

Sebenarnya Fera tidak tidur, dia hanya memejamkan matanya. Lagian mau dipaksa bagaimanapun untuk mendengar penjelasan Pak Yoga, tetap saja, ia tidak mengerti. Sepertinya Fera butuh les privat.

"Fera" panggil Pak Yoga.

"Iya kenapa Pak?" tanya Fera sedikit kesal, karena dia mau tidur malah terganggu.

"Kenapa malah tidur?" tanya Pak Yoga masih menatap Fera.

"Kepala saya pusing" ucap Fera asal, supaya Pak Yoga percaya dan tidak menghukumnya.

Bel istirahat pun berbunyi
Waktu ini lah yang disukai Fera, bahkan sedari tadi Fera tidak mencatat apa yang dijelaskan oleh Pak Yoga. Sedangkan Jihan, dia sangat rajin. Padahal Fera terkenal disiplin, tapi sangat tidak menyukai pelajaran matematika.

"Fera, saya tunggu kamu sendiri di ruangan saya" ucap Pak Yoga lalu pergi menuju ruangannya.

"Perasaan gue gak berbuat salah deh, kenapa disuruh keruangan Pak Yoga?" tanya Fera pada dirinya sendiri.

"Kayaknya Pak Yoga mau buat lo tobat deh, lo sih gak kapok. Tinggal mempelajari matematika, apa susahnya sih " desis Jihan.

"Yuk, temenin ke ruangannya Pak yoga" ajak Fera.

"Aduh Fer, gue udah laper banget nih. Gue ke kantin duluan ya" teriak Jihan dan langsung berlari ke kantin.

"Dasar sahabat laknat! lagian kenapa sih, Pak Yoga nyuruh ke ruangannya. Ganggu orang mau ke kantin aja" gerutu Fera dan langsung pergi menuju ruangan pak Yoga.

Sampe di ruangan Pak Yoga Fera mengetuk pintunya

"Masuk aja gak dikunci" ucap Pak Yoga yang berada di dalam ruangannya.

Fera langsung masuk ke dalam setelah mendapat intruksi dari Pak Yoga.

"Ada apa ya pak? Kenapa saya disuruh kesini" tanya Fera.

"Kamu mau berdiri di situ terus?" tanya Yoga.

Fera semakin binggung, dia mau duduk tapi kalau duduk di depan pak Yoga, kayaknya Fera gak bisa deh. Canggung, itulah yang ada di dalam diri Fera sekarang.

"Saya minta kamu buat duduk, bukan ngalamun" jelas Yoga.

Fera langsung duduk di kursi depan meja Pak Yoga. Ingin sekali Fera membaku hantam wajah pak Yoga, tapi sayang. Fera takut dirinya viral setelah berhasil membuat wajah tampan gurunya menjadi rusak. Eh tampan? Ya memang, Fera akui Pak Yoga itu tampan.

"Nih kamu makan"
Pak Yoga menyodorkan nasi kotak pada Fera.

Fera menggeleng pelan, "Gak usah Pak, saya udah kenyang"

Fera berbohong, untung saja perutnya tidak berbunyi. Andai Pak Yoga itu pamannya atau saudaranya pasti Fera mau memakan, tapi Fera baru saja mengenal Pak Yoga tadi pagi. Itu saja, tadi pagi dia menabrak Pak Yoga.

"Makan atau saya yang menyuapi?" ancam Pak Yoga.

Fera menggeleng cepat, dia langsung mengambil nasi kotak pemberian Pak Yoga dan langsung memakannya. Dia berharap nasi yang dimakan tidak diracuni.

Sulit rasanya untuk menghadapi Pak Yoga, bahkan Fera sudah berbohong tapi tetap saja dia dipaksa olehnya.

"Pak, kenapa ngasih saya makan?" tanya Fera.

"Tidak usah banyak bicara"jelas Yoga.

Fera kesal karena sedari tadi Pak Yoga menatapnya, dia juga kesal dengan sikap Pak Yoga yang pura-pura dingin padanya. Padahal sepertinya Pak Yoga ini cerewet, fikir Fera.

"Liat aja pembalasanku nanti" batin Fera.

Tidak perlu membutuhkan waktu lama, Fera sudah menghabiskan makanan pemberian pak Yoga.

"Makasih ya Pak buat makanannya, tapi kenapa ngasih saya makanan?" tanya Fera.

"Saya hanya merasa kasian padamu, tidak lebih" ucap Pak Yoga.

"Saya nggak perlu dikasihani Pak, saya bisa membeli makanan sendiri di kantin" ucap Fera.

"Kamu sudah sembuh?" tanya Yoga.

"Memangnya saya sakit apa? Saya--" ucap Fera terhenti karena ketahuan berbohong. Fera mengutuk dirinya sendiri, dia bahkan lupa sudah membohongi gurunya itu.

"Saya pikir kamu pusing gara-gara kelaparan, dan saya berinisiatif untuk memberi kamu makanan supaya sembuh. Tapi apa? Kamu malah dengan beraninya membohongi saya" kecam Yoga.

"Saya gak bohong, saya tadi beneran pusing kok" ucap Fera.

"Tidak usah banyak alasan, dan sepertinya kamu perlu di hukum setelah ini" jelas Yoga.

Huft, sepertinya Fera akan di hukum untuk membersihkan semua toilet di sekolah ini.

"Saya tidak menghukum kamu untuk membersihkan toilet ataupun lari di lapangan" ucap Yoga.

Fera terkejut, sepertinya Pak Yoga bisa membaca pikirannya.

"Lalu, apa hukuman yang Bapak berikan untuk saya?"tanya Fera.

"Liat saja nanti" ucap Yoga.

Karena merasa malas dengan Pak Yoga, Fera berniat untuk pergi dari ruangan ini. Fera merasa haus karena sedari tadi Pak Yoga tidak memberikan minuman padanya.

"Ehm saya permisi dulu ya Pak" ucap Fera langsung berdiri dan mau pergi tapi tangannya lebih dulu dicekal Pak Yoga.

"Saya belum bertanya, kenapa kamu malah pergi?"

"Memangnya Bapak mau tanya soal apa?" tanya Fera.

"Kenapa kamu tidak suka pelajaran matematika?" tanya Yoga.

"Itu bukan urusan Bapak. Lebih baik, lepas tangan saya. Jika berlama-lama disini tenggorokan saya bisa kering. Saya pergi dulu" pamit Fera setelah tangannya di lepas oleh Pak Yoga. Dan Fera langsung pergi dari hadapan Pak Yoga tanpa menyalimi tangannya.

Yoga menepuk jidatnya, dia lupa memberi minuman pada Fera. Tapi entah kenapa, rasanya senang jika membuat muridnya itu kesal padanya.

"Awas saja, saya nanti bakal bikin kamu belajar matematika terus" gumam Yoga.

My Husband Is A Math Teacher Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang