23

66.9K 3K 103
                                    


"Kamu masih perduli sama saya?" tanya Yoga sedikit menohok, Fera merasa dirinya sedang disindir. Tapi malah Yoga membuat Fera ingin tertawa, Yoga lucu seperti anak kecil. Bukan lagi menampilkan sisi sebagai guru. Fera langsung sadar, ia harus agak menjaga jarak dengan Yoga karena ia tidak mau dijodohkan dengan lelaki itu.

"Sejak kapan saya perduli sama Bapak?" tanya Fera tak mau kalah, berniat untuk membuat suasana hati Yoga panas.

Yoga tidak menanggapi pertanyaan Fera. Ia hanya menampilkan wajah datarnya dan mengalihkan pandangan ke jendela kamarnya.

Bisa Fera tebak, Yoga sedang marah dengannya. Padahal Fera hanya menguji Yoga.

"Bapak udah minum obat?"tanya Fera, Yoga hanya berdehem tanpa menatap wajahnya. Benar-benar seperti anak kecil yang perlu dibujuk.

"Beneran udah minum obat?" tanya Fera sekali lagi untuk memastikan kebenarannya, bisa aja Yoga hanya berbohong.

"Kamu bisa tinggalin saya sendiri di kamar?"

Fera menghela nafas, naik ke atas ranjang Yoga dan duduk di sampingnya. Yoga memalingkan wajahnya ke arah pintu saat menyadari Fera menatapnya tepat di samping kirinya.

"Bapak marah sama saya? Saya rela membatalkan janji saya sama kak Nando ke pantai, buat jenguk Bapak lho." Fera mencoba memelas namun tak membuat Yoga bergeming.

"Saya gak minta kamu ke sini," tukasnya tanpa menoleh.

"Yaudah deh, saya minta maaf sama Bapak. Saya ngaku salah, saya udah cuekin Bapak. Saya gak balas chat Bapak, saya gak bareng Bapak ke sekolah. Maafin ya Pak," Fera memohon di depannya. Yoga hanya menatap Fera sebentar.

"Pak, ayolah maafin saya. Pak..." Fera memegang tangannya, Yoga terlihat seperti tidak perduli lagi.

"Oke. Kalau Bapak marah, marah aja. Saya juga bisa marah, cuekin Bapak lebih lama saya bisa. Saya pulang dulu, Bapak kalau mau cepet sembuh diminum obatnya," ucap Fera pura-pura marah, siapa tahu Yoga bakal luluh dengannya. Ingat, ini cuma akting Fera saja. Ia sebenarnya muak bersikap perhatian dengan lelaki itu.

"Saya mau minum obat, asal kamu temenin saya di sini," ucapnya membuat Fera berhenti berjalan keluar dan berbalik badan menatap Yoga dengan tersenyum paksa.

"Oke Pak, asal Bapak mau minum obat. Saya bakal temenin Bapak di sini."

Dengan telaten, Fera membantu Yoga minum obat. Akhirnya usahanya tak sia-sia, setelah ini ia bisa pulang. Dan bebas dari bayi gede nan manja seperti Yoga.

"Kamu kesini sama siapa?"

"Sama saudara."

Yoga mengernyitkan dahinya, Fera terkikik geli. "Kak Nando kan saudara saya Pak,” ucap Fera membuat Yoga mengerti dan tidak penasaran.

"Bapak tidur aja!"

Yoga menggelengkan kepalanya, "Kalau saya tidur, kamu pasti pergi," ucapnya.

"Saya mau kamu temenin saya di sini sampai besok,” lanjutnya.

Fera menggelengkan kepala tak setuju, "Gak mungkin Pak, masa saya tidur di sini sama Bapak? Belum halal,” sarkas Fera.

"Kalau kamu mau, boleh kok tidur sama saya.” Yoga tersenyum dengan mengedipkan matanya.

"Bapak gak marah lagi?" tanya Fera tersenyum mengejek membuat Yoga menarik Fera ke dekapannya.

"Kamu jangan marah lagi, saya bisa gila bahkan sakit seperti ini.” Yoga mengelus rambut Fera pelan. Sesekali mengecup puncuk kepalanya.

Fera mendongakkan kepalanya, "Pak Yoga belum mandi ya?"deliknya.

"Belum, saya masih wangi kok. Nih buktinya.” Yoga mendekapkan kepala Fera pada ketiaknya membuat Fera sesak dan memukul dada Yoga.

Yoga tertawa lalu melepaskan Fera. “Bapak, keteknya bau asem," protes Fera.

"Kamu mau mandiin saya gak? Biar saya wangi"

Fera langsung loncat dari kasur Yoga, "Bapak Mesum" teriaknya, keluar dari kamar Yoga.

"Mandi sana Pak!" lanjutnya berteriak.

Yoga tertawa kecil, turun dari ranjang dan masuk ke kamar mandi untuk membersihkan badannya. Kali ini Yoga merasa sudah enakkan, mungkin karena kedatangan Fera.

"Gadis itu--" Yoga sedang mandi dan masih memikirkan Fera. Benar-benar gadis yang mampu membuatnya gila sementara.

Setelah selesai berpakaian, Yoga turun dari kamarnya. Berharap Fera masih ada di rumahnya.

"Fera kemana Ma?" tanya Yoga.

"Fera udah pulang 5 menit yang lalu."

"Kok Mama bolehin pulang?" protes Yoga, menghela nafas kasar. Segera ia balik ke kamar dan mengambil kunci mobilnya.

Fera yang sembunyi di belakang sofa menunjukkan dirinya, menatap Rina dan tertawa bersama lalu ia kembali bersembunyi sebelum Yoga mengetahuinya.

"Mau kemana?" tanya Rina.

"Ke rumah Fera"

"Kamu udah sembuh?

Yoga mengangguk. "Udah," jawabnya.

"Aku pergi dulu Ma."
Yoga melangkahkan kakinya keluar rumah. Fera keluar dari persembunyiannya dan mengikuti langkah Yoga dari jarak jauh.

Saat akan masuk ke dalam mobil....

"Mau kemana Pak ?" teriak Fera dengan tertawa kencang. Mendengarnya, pak Yoga menutup pintu mobil dan berlari mengejar Fera yang telah berhasil mengerjainya.

"Maa, tolongin Fera..." pekik Fera berlari dan bersembunyi di balik badan Rina. Membuat Rina ingin terjungkal ke depan.

"Kalian ini." Rina menggelengkan kepalanya heran dan meninggalkan mereka.

"Kamu sekongkol sama Mama hm?"

"Udah Pak, Fera capek."

Fera mendaratkan tubuhnya di sofa diikuti Yoga di sampingnya.

"Padahal saya tadi mau nyusul kamu ke rumah," celetuk Yoga.

"Segitunya ya Pak sama saya?" Fera menatap Yoga.

"Segitunya gimana maksud kamu?” Yoga menatap Fera intens.

Fera terdiam lama, pandangannya menuju sebuah aquarium yang berisi ikan. Hingga setiap pergerakan makhluk hidup itu membuat dirinya lupa bahwa di sampingnya ada Yoga yang masih menatapnya.

“Kalau ada uneg-uneg sama saya bilang aja, biar saya bisa mengerti kamu dan belajar buat memahami kamu Fera.”

Kata-kata itu seolah takut kehilangan dirinya. Fera tersenyum kecut, apa seperti ini manusia jika jatuh cinta? Takut kehilangan? Untuk apa menjalin cinta jika salah satunya harus berkorban hanya demi keinginan orang tua yang terbilang terlalu memaksa itu.

“Kalau suatu saat Fera jatuh cinta sama pria lain dan menolak perjodohan ini gimana?”

My Husband Is A Math Teacher Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang