12

96.3K 4.1K 26
                                    

Setelah Yoga berbicara bahwa sifat emosi keturunan dari bapaknya. Fera dan Yoga sempat cekcok adu mulut yang diselingi becandaan. Hingga Fera lupa kenapa dirinya bisa sampai di kamarnya.

"Kak, kemarin malam Fera kok bisa sampe di kamar ya?"tanya Fera ikut bergabung kakaknya sarapan.

"Digendong sama calon suami lo," celetuk Nando sambil menyuapkan nasi goreng ke mulutnya dengan lahap.

Fera memukul meja dengan sendok yang ia pegang dengan keras.
"Fera kesel banget Kak sama tuh orang. Masa Fera mau beli permen kapas malah ditarik diajak pulang, kan nyebelin" katanya kembali mengingat Yoga tadi malam.

Nando terkekeh. "Udahlah, gitu aja kayak bocah," ia melirik sarapan Fera yang masih utuh. "Sarapan gih!"suruhnya.

Fera tak langsung menghabiskan sarapannya, ia lebih memilih menghabiskan susu coklatnya buatan bi Inah.

"Ayo Kak berangkat sekarang! Keburu pak Yoga datang," ajak Fera.

"Gue belum selesai sarapan elah, tunggu bentar."

Fera menatap kakaknya jengah, "Makan kayak siput gitu, mana cepet habisnya" protesnya.

"Kalau gitu, Fera duluan. Byee.. jangan lupa nanti Mama Papa pulang, ntar Fera aduin"seru Fera lalu berlari keluar rumah karena tak mau menunggu kakaknya yang lelet itu.

Nando memutar bola matanya malas, adik satu-satunya itu memang masih bocah. Apa-apa diaduin, padahal bentar lagi bakal nikah juga. Kan seharusnya ia duluan yang nikah bukan malah dilangkahin. Huh, orangtuanya itu masih kuno, masih aja jaman sekarang ada perjodohan segala.

"Yaampun, emang enggak ada ojek lewat apa ya? bus gak ada, angkutan gak ada. Odong-odong juga gak lewat" gerutu Fera sambil menatap kanan kiri jalan. Mencari kendaraan umum, siapa tahu lewat.

"Kalau gini mah keburu pak Yoga lewat," gumamnya.

Mata Fera menangkap sosok Reno, iya, ia masih ingat motor yang biasa dipakai Reno ke sekolah. Fera memalingkan wajahnya, pura-pura tidak melihatnya.

Tak disangka Reno menghentikan motornya tepat di depan Fera.

Yah, tidak sesuai harapan.

"Ayo naik!"

Fera menatap Reno, "Enggak, lo duluan aja" tolaknya.

"Lo mau terlambat sekolah? di sini angkutan umum datangnya jam 06.50,"kata Reno seakan sudah hafal waktu angkutan umum lewat.

Fera ingin menepuk jidatnya, ia lupa. Benar kata Reno, di daerahnya sini angkutan datangnya siang. Jika mau mencari kendaraan umum ia harus berjalan lebih ke arah pasar yang merupakan terminal, pasti banyak kendaraan umum di sana.

"Kok lo bisa lewat sini?" tanya Fera heran. Pasalnya rumah Reno bukan searah dengannya, lagi pula yang Fera tahu dari Jihan, rumahnya tidak masuk di gang kompleks rumah Fera.

Reno tersenyum kikuk, "Gak sengaja lewat sini, rumah gue gak jauh dari sini kok"

"Yaudah, gue bareng lo. Nggak ngerepotin kan?" tanya Fera.

"Enggak, cepetan naik!"
Fera pasrah, ia menaiki motor Reno. Tak lupa Fera menutup bagian roknya dengan hoodie yang ia kenakan setiap ke sekolah.

Baru kali ini Fera tidak memakai helm, ingin mengambil di rumah tapi takut tiba-tiba Pak Yoga datang. Semoga saja tidak ada polisi, lagian yang punya motor kan Reno, pasti yang bakal menanggung masalah dia.

"Pegangan!" titah Reno setelah merasa Fera naik di jok motornya.

"Ogahh."

"Kalau lo ngebut, gue gak mau temenan sama lo lagi. Gak mau kenal lo lagi, dan gak mau ngeliat muka lo lagi" terang Fera.

My Husband Is A Math Teacher Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang