Fera mengibas-ibaskan tangannya sambil berjalan menuju rumahnya. Akibat naik angkutan tadi, Fera turun di jalan sana. Terpaksa ia berjalan kaki lebih untuk masuk ke dalam komplek rumahnya. Rasanya risih, di bawah terik matahari yang menyengat tubuh nya membuat baju yang Fera kenakan jadi basah karena keringat.
Suara deru motor berhenti di depan Fera.
Dia Nando, ia menaikkan kaca helm nya.
"Ayo naik tuan putri!" Tatapan Nando seakan meledek.Fera menatap malas kakaknya itu. "Gak usah, tinggal lima langkah sampai rumah." Ia melanjutkan jalan kaki dan masuk ke dalam rumahnya tanpa harus membuka gerbang. Karena gerbang rumah Fera sudah dibuka lebar oleh tukang kebunnya.
Nasib dijodohkan, Fera jadi susah buat temenan sama cowok lain. Kalau temenan sama cowok kan bisalah pas Yoga gak bisa antar pulang, Fera nebeng yang lain.
"Tunggu elah!" Setelah menaruh motornya di depan, Nando berlari menghampiri Fera yang akan masuk ke dalam rumah.
"Tumben pulang lo, bosen nginep di sekolahan?"
Nando menatap Fera tajam dan melayangkan toyoran di kepala adiknya itu tanpa rasa belas kasih. Bukannya kesal, Fera justru tertawa cekikikan dengan tingkah kakaknya.
"Lo kira sekolah gue Sanatorium Dharmawangsa?"
Fera mendelik. "Kok bawa-bawa marga pak Yoga sih?"
"Bodoh, itu rumah sakit oneng!"
"Oh, oke deh bodoh." Fera mengacungkan jempolnya dan langsung tertawa menggelegar seraya berlari. Takut Nando sudah naik pitam ingin mencincangnya.
"Awas lo Fera, es krim lo di kulkas gue buang."
"Bisa beli lagi wleee." Fera menjulurkan lidahnya. Detik kemudian terdengar suara menutup pintu dengan keras.
Nando berdecak. Untung saja engsel pintu Fera tidak copot lagi. Dulu ia sering membenahinya akibat ulah Fera yang selalu tidak berhati-hati menutup pintu.
"Fera, cuciin kaos kaki gue cepetan!" Nando berteriak di dalam kamarnya yang kebetulan tepat di samping Fera. Meskipun terhalang tembok, telinga Fera masih bisa mendengarnya.
"Gak jawab gue doain budek lo!"
Fera menggerutu kesal dan berteriak balik. "Dijaga dong omongan busuknya!"
Baru saja ia ingin rebahan untuk melepas penat meskipun hanya sekolah, Fera rasa lebih baik kakaknya itu tidak pulang biar tidak merepotkan dirinya.
Fera melempar sepatunya sembarang arah, ia menghempaskan tubuhnya di atas king size tanpa beban dan menatap langit-langit kamar. "Yakali, masa gadis gue buat jadi babu Nando. Terus nanti nikah sama pak Yoga gue jadi babu lagi. Eh siapa juga yang mau nikah sama dia?" batin Fera bergidik ngeri.
"Heh bocah mikir apa sih lo? Nih kaos kaki gue cuciin sampai bersih dan wangi. Awas kalau-----"
Belum sempat melanjutkan ucapannya, Fera mendumel dengan cepat dan berlagak meniru kakaknya. "Awas kalau nanti bakal punya suami pemalas. Dih, amit-amit."
Fera tahu kata-kata ancaman kakak nya itu yang sering ia dengar. Sudah sangat basi baginya.
"Nah itu tahu, nanti suami lo pemalas kan lo yang repot."
"Lo juga cowok pemalas, mana laku lo ntar." Fera bangkit dari rebahan nya lalu duduk dan mengamati Nando yang berdiri di depan pintu kamar nya.
"Gue kan ganteng."
"Modal ganteng doang mah murahan," balas Fera.
Nando berdecak. "Emang lo mau punya suami jelek?"
"Ya gatau, nanti tanya sama mama." Fera menggaruk kepala belakangnya.
Beberapa menit kemudian Fera sudah menyelesaikan mencuci kaos kaki Nando. Ia turun dari anak tangga dan duduk di sofa sambil menyalakan televisi.
"WOI!" kejut Nando mendorong bahu Fera dari belakang sofa. Lalu ia ikut bergabung duduk di samping adik nya itu.
"Kak, kalau nolak perjodohannya sekarang masih bisa kan ya?"
"Ya bisa-bisa aja," timpal Nando santai sembari menyisir rambutnya dengan tangan.
Fera menghela nafas gusar. "Tapi gimana ya? Gue juga sungkan kalau nolak, tapi gue kan gak suka sama pak Yoga itu."
Nando merangkul pundak Fera dengan tangan kirinya. "Kalau lo nolak, gue yakin pak Yoga pasti bakal kecewa berat. Dia aja udah kelihatan suka sama lo."
"Gue gak perduli, masa gue harus pura-pura bahagia. Nge-badut di era sekarang ga enak suer," keluh Fera.
"Lah siapa yang nyuruh lo nge-badut?"
Siap-siap ingin memukul, Nando lebih dulu berkata cepat. "Eh, maaf. Jangan pukul orang ganteng." Ia menangkupkan kedua tangannya di depan wajah.
Fera menatapnya malas. "Dih sok ganteng."
"Gue emang ganteng." Lagi-lagi Nando membuat emosi Fera naik karena mengucap kata-kata ganteng terus dari tadi. Tanpa menghiraukan kakaknya, Fera terus mengganti-ganti chanel tanpa henti.
"Gak ada yang menarik," gumamnya pelan.
"Oh iya, gimana sekolah lo?" tanya Nando mencairkan suasana.
"Sekolah Fera baik. Cuma ada pembangunan gedung baru aja," jawab Fera tanpa menoleh.
Nando menarik pipi kanan Fera pelan, membuat sang empu meliriknya tajam.
"Diem deh Kak, gue lagi males."Nando terkekeh. "Lagian ditanya serius malah becanda, gue nanya gimana kondisi lo di sekolah bukan keadaan sekolah lo, oneng" cibirnya.
"Baik-baik aja, sebenernya ada murid baru Kak. Namanya Nadia, sekarang dia jadi temen Fera. Tapi belum terlalu kenal banget." Entah mengapa, Fera malah menceritakan tentang teman barunya.
"Cantik gak?"
Fera menimpuk kepala kakaknya dengan bantal, "Namanya cewek, pasti cantik lah!"
Nando berdehem. "Mungkin gitu, dia jodoh gue yang baru muncul setelah berabad-abad gue ngejomblo."
Fera melipat kedua tangannya di depan dada. Matanya masih fokus menatap layar televisi. "Yaelah, lo gak usah nikah. Kasihan istri lo ntar jadi babu."
"Gue jamin deh, istri gue kelak bakal gue jadiin ratu. Kata orang nih, cewek bakal dijadikan ratu oleh lelaki yang tepat." Setelah mengatakan itu, Nando mengacak-acak rambut Fera dan beranjak pergi.
"Halah, ratu apaan. Emang lo pangeran dari kerajaan mana? Duit masih minta orangtua aja bisa-bisanya bilang bakal gue jadiin ratu-- pret” Fera menertawai kakaknya.
"Diam lo bocah sok tahu," sahut Nando mendengus sebal karena adiknya yang suka meremehkan dirinya.
Fera merebahkan dirinya. Ia meremas bantal dengan perasaannya yang tidak karuan karena bimbang. "Gue gak mau nikah muda,” lirihnya meratapi keadaan.
Bagaimanapun juga, sikap Yoga menunjukkan ketertarikan padanya. Atau jangan-jangan hanya obsesi? Padahal kan baru ketemu terus dijodohin, kenapa segitunya melarang ia dekat dengan lelaki lain.
Fera akui, seharusnya setelah dilamar memang kita harus menjaga jarak, lebih tepatnya tidak dekat lelaki lain.
“Jujur, mau cowok manapun yang dijodohin sama gue orangnya spek sultan, pinter, ganteng, gue gak peduli. Ya jelas gue lebih milih agamanya dia, semua orang kan gitu, tapi dengan kesiapan diri gue juga perlu. Tapi kali ini gue beneran gak siap,” monolognya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Husband Is A Math Teacher
أدب المراهقينtahap revisi CERITA FIKSI Kebiasaan bolos mata pelajaran matematika sudah mendarah daging dan menjadi hobi Fera. Tak disangka guru baru di kelas Fera XI IPA 2 yang mengampu mata pelajaran matematika itu ternyata orang yang di jodohkan dengan dirinya...