"Nad," panggil Rita--Ibu Nadya.
"Iya bu?"
"Ibu mau pergi dulu, jaga diri baik-baik dirumah. Tunggu adikmu Nayla pulang," perintah Rita dan langsung diangguki Nadya.
Kemudian Rita pergi, Nadya yang hanya dirumah sendiri merasa bosan. Di sekolahnya, Nadya tak punya teman yang akrab denganya, hanya Desta seorang yang bisa dikatakan 'teman dekat'. Hari ini, Ibunya pergi dan Nayla belum pulang dari sekolahnya, Nadya juga merasa bosan, siaran televisi nya pun juga tak ada yang membuat Nadya menarik untuk menontonnya.
"Duh, aku ngapain ya? Biar gak bosen gini?" Nadya bertanya-tanya pada dirinya sendiri, "Yaudah deh, aku nunggu Nayla aja, paling sebentar lagi pulang."
Kini Nadya duduk diatas sofa sambil menonton acara televisi yang sedang ditayangkan. Nadya sedang menunggu Nayla pulang, karena ini amanah dari Ibunya, bahwa dia harus menunggu adiknya pulang.
Tak lama kemudian, ada suara motor di depan rumahnya, Nadya melihat dari jendela dalam untuk memastikan siapa yang bertamu dirumahnya. Tapi, ternyata bukan tamu melainkan adiknya yang pulang diantar oleh seorang laki-laki. Siapa dia?
Nadya bertanya-tanya pada dirinya sendiri, siapa laki-laki itu? Nadya juga berpikir bahwa adiknya itu tidak punya teman laki-laki yang akrab seperti dirinya, dan ini kali pertamanya dia melihat Nayla diantar oleh laki-laki itu.
Lama Nadya berpikir, Nayla tiba-tiba membuka pintu yang tertutup itu. Nadya yang sadar adiknya sudah masuk ke dalam rumahnya, ia langsung berjalan kearah Nayla dengan sejumlah pertanyaan yang harus dia ucapkan ke Nayla.
"Nay," panggil Nadya.
"Ya, kak?"
"Diantar siapa kamu?" Tanpa basa-basi Nadya langsung bertanya karena hatinya sudah menganjal takut-takut bila adiknya itu pacaran.
"Oh, itu?" Nayla sambil tersenyum-senyum, "Itu Devan, Kak. Temen ku."
Jawaban yang membuat Nadya tak yakin dengan kejujuran Nayla saat ini. Apa-apaan ini?! Nayla menjawab pertanyaannya aja demgan senyum-senyum yang mengartikan hal lain.
"Kamu gak lagi bohong sama Kakak kan?" Nadya masih tak percaya dengan ucapan adiknya.
"Ya gak lah, Kak. Dia itu namanya Devan, temen ku. Lagian dia itu nganterin aku tadi karena gak ada bus yang lewat halte sekolah ku." Seolah-olah Nayla tau dengan khawatiran kakaknya, kepadanya. Nayla memang tau, Kakaknya ini over protektif jika Nayla berhubungan dengan laki-laki.
"Oh gitu, yaudah." Pasca menanyakan hal-hal tentang laki-laki tadi ke Adiknya, Nadya langsung berjalan kembali ke arah sofa dan menonton tanyangan acara televisi lagi.
Nayla pun sama, ia langsung beranjak pergi ke kamarnya, berganti baju lalu keluar kamar untuk menemui Kakaknya.
"Kak?" panggil Nayla yang sudah duduk disamping Nadya.
"Hm?" jawab Nadya yang masih fokus dengan acara yang ditayangkan hari ini.
"Ibu mana, Kak?"
"Pergi."
Nayla kesal dengan Kakaknya yang merespon pertanyaannya secara singkat, padat, jelas dan langsung dipahami.
"Ck," Nayla mendumel lalu pergi ke kamarnya, ia lebih baik mengurung dikamar dibanding melihat Nadya yang sibuk dengan urusannya itu dan menjawab pertanyaannya pun singkat, tidak seru pikirnya.
Nadya tau Adiknya kesal dengannya, Nadya tak memikirkannya. Toh, nanti Nayla akan membaik dengan sendirinya dan malah mengajak Nadya berbicara lagi.
Sejak bergelut dengan acara televisi hingga kini, Nadya pun mulai bosan. Nadya tak ada aktivitas lain, Nadya pun juga tak ada acara keluar, boro-boro acara, teman pun dia tak punya. Hanya Desta seorang yang mau menemaninya dan menjadikannya teman.
"Lama-lama bosen juga ngurung di rumah terus," sambil bertopang dagu diatas lututnya Nadya berbicara sendiri dan memikirkan supaya tidak bosan lagi, "Ibu juga belum pulang."
Huft!
Nadya kembali ke kamarnya, saat melewati kamar Nayla, ia melihat adiknya tertidur diatas ranjang dengan wajah sejuk, mungkin Nayla kecapean!
Dikamar, Nadya menulis diatas kertas dengan tinta di tangannya. Itu hanya sekedar goresan hatinya, karena memang Nadya suka sekali membuat puisi jika ada waktu luang ataupun saat Nadya jenuh.
Tanpa kalian tahu, Nadya suka membuat puisi yang kadang dipajang dipapan informasi--mading sekolahnya. Dengan modal penghayatan, imajinasi dan rasa bisa membuat Nadya senang akan karyanya yang ia buat sejak masih duduk di bangku menengah bawah.
Ia sengaja menggunakan nama Inisial jika karyanya dipajang, bahkan banyak yang tertarik dengan karyanya dan bertanya-tanya siapa yang membuatnya.
Itu membuat semangat Nadya bertambah, dia semakin rajin membuat puisi atas dukungan orang-orang yang tak mereka sadari.
Nadya yang sedang fokus dengan menulis diatas kertas menggunakan tinta mengalihkan fokusnya karena suara handphone nya yang bergetar di meja samping ia menulis.
Tertera nama Ibunya di layar handphone nya, lalu ia menggeser slide ke kanan berwarna hijau saat tahu siapa yang menelpon.
"Halo bu?"
"....."
"Ibu sekarang dimana?!"
"....."
"Oke Bu, aku sama Nayla kesana!"
Tut!
Panggilannya terputus dan buru-buru Nadya membangunkan Nayla, lalu pergi.
Marhaban yaa Ramadhan...
Gak terasa ya? Bentar lagi lebaran.Para readers yang masih setia sama cerita ku 'Nadya' makasih yang sebanyak-banyaknya karena masih betah baca ceritaku hehe...
Meskipun cerita ku gak bagus-bagus banget, tapi akan selalu aku usahain buat bisa tamat-in cerita ini dengan ending yang memuaskan.Happy reading...
KAMU SEDANG MEMBACA
Nadya
Teen FictionKedatangan seorang laki-laki pindahan sekolah membuat Nadya merasa ada suatu kehangatan dalam pertemanan. Namun, entah bagaimana, hubungan mereka berjalan semakin baik dan diantara mereka ada yang mengharapkan lebih dari suatu 'pertemanan'. Kemudian...