Aku terbangun di kamar lamaku dengan suasana yang sama, seolah aku belum pernah mati.
Ini seperti pagi normal yang kulalui sebelum berangkat sekolah di hari-hari sebelumnya. Futonku masih beraroma pewangi yang sudah bertahun-tahun digunakan mamaku. Tirai yang masih tertutup meski sinar matahari samar-samar menelusup. Semuanya benar-benar terasa normal. Aku segera bangkit, mengitari kamar setidaknya tiga kali untuk memastikan kakiku benar-benar memijak tanah, lalu mengecek barang-barangku. Lengkap. Belum ada yang disumbangkan atau apa.
Aku benar-benar belum pernah mati?
Ah, tidak, tidak. Tetap saja aku sudah pernah mati. Sebelum mengirimku ke dunia ini, Sang Malaikat berkata bahwa ia memanipulasi pemikiran orang-orang. Yang mereka tahu, Yumiki Yamato hanya pernah terkena penyakit ringan dan sudah sembuh. Jadi aku tidak perlu khawatir orang-orang akan mengira aku bangkit dari kubur. Itu pun kalau aku dikubur. Kalau ternyata aku sudah dikremasi bagaimana? Kan seram juga.
Kemarin, aku memastikan pada Sang Malaikat.
"Berarti aku jadi malaikat, dong. Hehe."
"Bukan, kamu setan."
Aku tidak tahu apakah malaikat seindah itu juga memiliki selera humor atau aku sekarang memang setan. Dasar tante-tante. Eh, ngatain malaikat dosa tidak sih?
Tapi, ya sudahlah. Yang terpenting sekarang adalah segera bersiap ke sekolah untuk menjalankan misi.
Misi yang aku sendiri juga tidak tahu detailnya.
Sang Malaikat hanya berkata padaku, aku harus mencari kasus pem-bully-an di sekolahku dan menyelamatkan 'dia'. Di angkatanku lebih tepatnya. Padahal, aku sendiri tidak terlalu tahu soal adanya kasus seperti itu di sekolahku. Kelasku selama ini sangat damai dan tentram. Aku juga tidak terlalu bergaul ke kelas lain. Ya bagaimana, namanya juga anak penyakitan. Hiks.
Lalu, kenapa misi ini diberikan padaku, ya? Apalagi waktunya cuma tujuh hari. Apakah anak yang di-bully ini ada hubungannya denganku? Hmm, mungkin aku harus bertanya kepada Ryouchin si ketua OSIS. Dia pasti tahu banyak soal kejadian-kejadian di sekolah.
Aku berangkat sekolah dengan mengayuh sepeda kencang-kencang. Benar saja kata Sang Malaikat, tubuhku seratus persen sehat. Mama bahkan tidak mengoceh banyak saat aku mau berangkat tadi. Kak Nao juga. Biasanya kakak perempuanku yang itu paling cerewet. Sudah sarapan? Sudah minum obat? Obatnya jangan lupa dibawa, di sekolah jangan banyak tingkah ... dan sebagainya. Tapi hari ini mereka hanya melepasku berangkat seperti anak normal pada umumnya, bahkan tidak protes saat aku mengayuh sepeda sekuat tenaga.
Sesampainya di sekolah, suasananya juga biasa saja. Teman-temanku menyapaku tanpa ada rasa aneh sama sekali. Jun menepuk pundakku keras-keras, lalu merangkulku. "Yo, pagi. Udah ngerjain PR Ilmu Sosial?"
"Hah?" Yang benar saja, baru bangkit dari kematian langsung ditanya PR. Mana aku sempat mengerjakan di alam kubur?
"Apaan hah hah? Jangan alesan gara-gara operasi usus buntu kamu nggak ngerjain PR, ya. Kata ibumu juga kamu udah sehat pas aku sama Ryouchin nganter materi dan tugas."
Operasi usus buntu apa pula.
Aku duduk di kursi yang selalu kududuki selama ini, lalu membuka tasku. Aku bahkan tidak ingat kapan aku sempat menata tas. Kenapa tiba-tiba di sana ada buku-buku pelajaran hari ini? Apa Sang Malaikat yang melakukannya? Kalau begitu, mungkin saja Sang Malaikat juga sudah mengerjakan PR-ku?
"Cepetan dong, Fukumoto-sensei udah mau dateng nih," desak Jun.
"Iya, sabar. Orang baru bangkit dari kubur."
KAMU SEDANG MEMBACA
Spring to Your Smile
FanfictionNamaku Yumiki Yamato, dan seharusnya aku tidak ada. Yamato pergi meninggalkan dunia ini pada suatu malam. Napas terakhirnya terhembus di tengah-tengah keluarga yang menyayanginya, teman-teman yang telah merelakan, dan dirinya sendiri yang ingin terl...