last day

82 26 10
                                    

Aku segera menyadari di mana aku berada begitu membuka mata.

Auditorium sekolah. Tentu saja aku mengenalinya. Tapi, rasa asing yang aneh datang dalam sekejap mata, menyadari tempat ini tak seharusnya begini dan aku tak seharusnya ada di sini.

Auditorium itu remang. Remang dengan cara yang tak wajar. Seperti ada lampu merah redup dinyalakan di semua sudutnya, padahal aku tahu auditorium sekolahku tak memiliki lampu merah, hanya neon-neon jernih yang melekat di langit-langit. Hening yang menyelimuti juga terasa aneh. Rasanya seperti auditorium ini sudah lama mati ditinggalkan semua orang.

Lalu, bagaimana ceritanya aku bisa ada di sini?

"Kamu gagal."

Hah?

"Sia-sia malaikat ngasih kamu kesempatan tujuh hari."

Tunggu, apa? Suara siapa?

"Kamu bahkan nggak tau siapa yang kamu selamatkan."

"Aku menyelamatkan Kousaku," aku memberanikan diri menjawab,"dan kurasa memang dia yang harus kuselamatkan."

"Bukan. Bukan siapa yang harus kamu selamatkan. Tapi siapa yang sudah kamu selamatkan. Kamu nggak tau dia."

Lalu, entah bagaimana, sosok-sosok yang kukenal telah berada mengelilingiku. Mereka muncul begitu saja, seperti trik sulap mengerikan yang tak masuk akal. Aku baru tersadar sedari tadi aku mengenal suara-suara yang bicara padaku. Suara pertama adalah suara Ryouchin dengan versi lebih rendah dan dingin. Suara kedua adalah suara Jun yang entah mengapa kehilangan kekonyolannya.

Suara ketiga dan keempat adalah suara ... Kousaku.

Saat aku mengangkat kepala, mereka semua adalah orang yang kukenal. Bagaimana bisa mereka muncul begitu saja? Mengapa mereka semua menatapku dengan tajam dan penuh kebencian? Mengapa mereka seakan melihatku sebagai sampah yang telah gagal melakukan segalanya? Mengapa ada Ryouchin dan Jun yang ikut memandang seperti ingin memusnahkanku dari dunia?

Berikutnya, yang kudengar hanya suara-suara yang tumpang-tindih dengan kacau, meski aku dapat menangkap beberapa kata yang terucap. Kamu gagal. Kamu menyia-nyiakan kesempatan. Kamu mengkhianati kepercayaan.

Tidak. Aku tidak gagal. Aku tidak mungkin mengkhianati kepercayaan yang telah diberikan Sang Malaikat padaku. Aku hanya butuh satu hari terakhir untuk menemui Naoya, berusaha membuktikan padanya bahwa di dunia ini masih ada orang yang peduli padanya, dan bagaimanapun aku harus bisa membawanya pada lingkar pertemanan kami. Aku pasti bisa. Aku pasti bisa membuat hari-hari esok Kousaku tidak diwarnai penindasan lagi. Aku hanya butuh satu hari terakhir, jadi seharusnya aku bukan berada di sini ....

Tapi, entah kenapa, kakiku seperti tak memiliki tenaga untuk bangkit dan menerjang lingkaran ganjil yang dibuat oleh orang-orang di sekitarku.

Di tengah kepanikanku, aku melihatnya di sela-sela orang-orang yang berputar mengitariku.

Kousaku.

Kousaku hanya berdiri di luar lingkaran, tanpa mengatakan apa-apa, bahkan tanpa bergerak. Hanya mata tanpa kehangatan yang menatapku lurus dari balik kacamatanya.

Aku berusaha menyebut namanya, tapi suaraku sama sekali tidak keluar. Aku berniat mencoba memanggilnya lagi, tapi aku mengurungkan niat saat aku menyadari sesuatu di balik tatapan mata itu.

Aku ... tidak mengenal orang yang berdiri di sana.

Wujudnya memang Koizumi Kousaku. Tapi tatapan dan aura itu ... sama sekali bukan milik Kousaku. Bukan milik Kousaku yang berada di sadel belakang sepeda sambil memegang bahuku erat-erat. Bukan milik Kousaku yang tersenyum sambil mengangkat anjing chihuahua dengan ceria. Bukan milik Kousaku yang lebih mengkhawatirkan teman-temannya daripada dia sendiri.

Spring to Your SmileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang