Part 8

1.7K 76 24
                                    


Sedari dosen mulai mengajar di kelasnya, sampai berada di kantin saat ini, Prilly sudah tidak konsen dalam memperhatikan. Sudah empat kali dia di tegur oleh dosen berkepala plontos itu karna selalu melamun dan tidak memperhatikannya.

Fikirannya sudah melayang pada kejadian, dia se-keluarga sarapan tadi pagi. Dimana sang bunda membeo akibah tau perbuatanya dengan Ali dari om Alex. Perkataan bundanya benar-benar berputar di otaknya bagaikan kaset yang rusak.

"Bunda tidak menyangka kamu akan berbuat seperti itu. Bunda tidak pernah mengajarimu melakukan-nya, Prill!" raut wajah frustasi bundanya terpancar dengan jelas di matanya.

Merasa bersalah?

Sedikit!

Menurut Prilly, kenapa dia harus benar-benar merasa bersalah? Toh, Prilly sudah menolak saat itu. Berusaha melepaskan pangutanya dengan Ali. Tapi, Ali malah mengukungnya hingga memperdalam ciuman itu, dan sampai akhirnya kepergok dengan om Alex. Walaupun awalnya dia mengerjai Ali dengan, yah.... kalian taulah.

Bundannya dan om Alex benar-benar salah faham terhadapnya. Ingin sekali sebenarnya Prilly berteriak dengan lantang di depan bunda, ayah dan kakak-nya jika itu hanyalah salah faham. Tapi apalah daya Prilly sebagai anak bungsu di keluarganya.

"Bunda membesarkan kamu itu dengan didikan yang benar-benar mendidik! Bukan dengan melakukan hal yang tidak senonoh seperti itu!" kultuman bundanya semakin membuatnya menyalahkan diri Ali. Bagaimana pun juga, Prilly tidak sepenuhnya berbuat salah disini.

Apa?

Prilly hanya bercanda saat itu! Tapi, Ali malah menanggapi candaan-nya dengan serius. "Nanti siang kamu sama Ali fitting baju sama cari cincin! Jangan neko-neko!" ucapan sekaligus peringatan bundanya membuat Prilly mengerang kesal. Pertama! Jika Prilly dan Ali fitting baju, otomatis dia akan bertemu lagi dengan cowok mesum itu lagi. Uggghh, menyebalkan!

Kedua! Apa? Neko-neko? Yang benar saja. Memangnya siapa dia sehingga prilly harus berbuat macam-macam dengannya? Melihat tingkah pria itu saja membuatnya benar-benar merasakan apa yang namanya darah tinggi. Dan ini setelah pulang kuliah dia dan pria itu harus bersama untuk fitting baju? Yakin? Kenapa tidak sendiri-sendiri saja? Prilly juga bisa jika hanya memilih baju pengantin yang indah dan mahal. Biarkan pria itu tau rasa, saat dia membayar tagihannya.

Terkadang Prilly berfikir, kenapa tidak Justin Bieber saja yang dijodohkan dengannya?. Atau, jika tidak Justin Bieber yah,,,,, Kevin Lutolf atau bahkan Lee Min Hoo juga dia mau. Biarkan terpaut jauh umurnya dengan mereka. Yang terpenting mereka tampan dan tak seperti pria mesum itu. Apa? Muka sok ganteng, sok berwibawa, sok cool, padahal ingin sekali dirinya mencakar muka Ali yang terbiasa menyeringai ketika bersamanya.

Hey? apa Prilly tidak melihat, jika Ali memang benar-benar tampan dan berwibawa?. Ah, mungkin belum saatnya Prilly mengakui itu.

Gigi putihnya dia ketatkan, kedua tangannya mengepal kuat. Membuktikan bahwa dia benar-benar memendam kekesalan pada Ali saat ini. Diremasnya gelas berisi teh es ditangannya dengan geregetan. Seolah, menandakan gelas itu ialah Ali yang membuatnya gemas--,gemas dalam arti yang menyebalkan.

"Lo kenapa sih, Prill?" suara melengking itu mengagetkan Prilly dari kegemasannya terhadap Ali, pertanyaan itu berasal dari sahabatnya. Siapa lagi jika bukan Raina.

Setelah selesai jam pelajaran kuliahnya tadi, Prilly dan Raina langsung menuju kantin untuk mengisi lambung mereka yang sudah tidak bisa menahan lapar.

Prilly yang sedari dosen mengajar dan ditegur beberapa kali, sampai  berbohong pada dosennya demi tidak dihukum membersihkan toilat karena tidak sengaja melempar bolpoin kekepala plontosnya, saat ini masih memasang muka badmood-nya, mengundang tanya bagi Raina. Sedari tadi, Raina memang sudah menahan-nahan, ingin bertanya pada sahabatnya yang terlihat tidak bersemangat.

Awal & Akhir Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang