Laba-laba hitam itu warnanya hitam mengkilap beroman seperti manusia. Seperti cerita yang ada di dalam mitos. Laba-laba beroman manusia itu tidak disangsikan lagi.
Wajah laba-laba hitam itu berbeda-beda, ada yang marah ada yang senang, ada yang mengejek, hanya dengan melihat romannya cukup membuat siapa pun yang melihat akan terkejut dan merinding.
Mereka semua seperti diatur oleh suara rutukan dan merayap ke benda seperti benang dan serat dari sarang laba-laba, juga merayap ke arah orang yang sedang duduk di atas batu di tengah kolam itu.
Cara merayap mereka terlihat lebih jelek tapi tidak seekor pun ada yang terjatuh ke dalam kolam. Dengan selamat mereka berhasil melewati benda seperti benang dan sarang laba-laba, lalu merayap ke tubuh orang itu.
Setiap laba-laba beroman manusia itu membawa benang laba-laba yang bersinar terang, tapi setelah terjatuh di tubuh orang itu segera berubah menjadi gelap dan tidak bersinar lagi, dan menempel seperti benang katun sarang laba-laba.
Tidak diragukan lagi benang itu adalah benang sutra dari laba-laba beroman manusia. Di dalam mitos diceritakan bahwa benang sutra dari laba-laba beroman manusia adalah benda paling beracun. Jangankan mulut manusia, kulit pun akan pecah jika terkena benang itu.
Orang itu jelas sudah lama dililit dan dirayapi oleh laba-laba beroman manusia, seharusnya kulitnya borok bahkan dia bisa mati, kalau dia bisa hidup, rasanya sukar dipercaya.
Memang masalah di dunia ini sering terjadi di luar dugaan semua orang, banyak hal yang tidak mungkin, akan mungkin terjadi.
Dan orang itu pun masih hidup. Laba-laba beroman manusia itu dengan cepat merayap memenuhi tubuhnya. Membuatnya menjadi benda aneh yang terbungkus oleh kulit hitam berkilau, dan terus bergetar.
Suara gemuruh, suara mengutuk, suara gema terus berbunyi semakin keras, membuat gua itu seperti akan longsor.
Diiringi suara itu terlihat benda aneh itu tiba-tiba meledak.
Banyak benang laba-laba yang menempel di tubuh orang itu yang hancur dan tertiup angin lalu beterbangan.
Orang itu berdiri dalam kepulan asap dan ditempel berhelai-helai benang laba-laba, tapi kulit orang itu tidak borok, malah terlihat sangat mulus, warna kulitnya abu keputihan dan aneh, membuat wajahnya yang tampan terlihat jahat dan kejam.
Rambut dan alisnya berwarna abu keputihan terkesan licik, matanya pun tidak terkecuali.
Mengikuti gerakannya, air kolam yang ada di sekeliling batu tiba-tiba naik dan meloncat-loncat, kemudian di tengah-tengah udara berpencar seperti air hujan.
Kemudian terdengar siulan panjang, suara gemuruh dan suara mengutuknya semakin lama semakin mengecil, tapi sampai suara terakhir masih terdengar.
Terdengar suara lonceng dari kejauhan sekejap datang mendekat, saat dia menoleh ada seorang tua muncul di tepi kolam.
Orang tua berambut putih itu telinga, leher, pergelangan tangan dan kakinya diikat oleh lonceng-lonceng besar serta kecil berwarna abu-abu. Warna kulitnya seperti ikan mati, bola matanya seperti mutiara, seperti sosok pemuda yang duduk di atas batu, wajah mereka terlihat pucat karena kurang mendapat cahaya matahari.
Di pinggir kolam orang tua itu berlutut dan terus memberi hormat:
"Selamat, selamat..."
"Apakah aku berhasil?" tanya pemuda itu.
"Berhasil, tapi tenaga dalammu masih belum cukup jika ingin mengeluarkan kekuatan yang dahsyat, untuk naik lagi ke tingkat yang lebih tinggi dan mencapai puncaknya, butuh lweekang yang kuat!"
"Kalau aku berlatih mati-matian, butuh berapa lama?"
"Tidak kurang dari 10 tahun, tidak lebih 20 tahun, aku rasa kau tidak akan sabar!"
"Apakah ada cara yang lebih cepat?"
"Ada..." orang tua itu mengeluarkan segulung kulit kambing dari balik dadanya, "ini adalah daftar nama-nama dari 36 pesilat tangguh di Tiong-goan, setiap orang itu mempunyai lweekang yang sangat kuat!"
"Dengan jurus Ih-hoa-ciap-bok?" (Geser Bunga Sambung Kayu)
"Itulah cara yang paling gampang!" sikap orang tua itu terlihat bertambah jahat juga curang.
"Jika menggunakan Ih-hoa-ciap-bok, butuh berapa lama?"
"Semua harus melihat seperti apa kerajinanmu, semua ada di tanganmu?"
Pemuda itu tertawa terbahak-bahak, rambutnya terus bergetar dan melayang-layang. Gema suaranya membuat gua itu bergetar, air kolam pun bergejolak, tapi orang tua itu tidak bereaksi sama sekali, tentu saja karena dia mempunyai tenaga dalam yang sangat kuat.
Pemuda itu tidak mempedulikannya, dia meneliti gulungan kulit kambing itu, dia sudah memutuskan akan membuat dunia persilatan Tiong-goan jadi geger dan banjir darah.
0-0-0
KAMU SEDANG MEMBACA
Kembalinya Ilmu Ulat Sutra (Huang Ying)
General FictionCatatan Penulis (Huang Ying) Beberapa tahun yang lalu aku pernah menulis sebuah buku berjudul 'Tian-can Pian' (Pendekar Ulat Sutra) sebenarnya strukturnya sangat padat. Tapi ketika ingin menyusun kembali menjadi sebuah film, setelah mengurangi dan m...