Dia tampak kurus seperti tosu lainnya, memberikan kesan bersih dan tidak terduga apa yang terkandung di balik semua itu.
"Kabar di dunia persilatan ternyata benar!" tiba-tiba pemuda itu bicara.
"Maksudmu, tentang ilmu lweekang Tiam-jong-pai?"
"Katanya ilmu itu hanya bisa dijelaskan oleh ketuanya, tidak pernah dicatat di dalam buku mana pun!"
"Itu memang benar!"
"Bagaimana jika ketuanya meninggal secara tiba-tiba, dan waktu itu tidak ada seorang pun yang akan mewarisi ilmunya, bukankah ilmu itu akan musnah?"
"Untung hal seperti itu belum pernah terjadi!"
"Karena itu lweekang Tiam-jong-pai bisa diwariskan sampai generasimu bukan?"
"Akulah Ceng Su..."
Pemuda itu memotong:
"Tampaknya kau bukan tipe orang yang keras kepala dan tidak tahu diri!"
"Tapi sayang, sekarang Tiam-jong-pai harus memikirkan cara lain untuk mengajarkan ilmu lwekangnya kepada generasi penerus. Apakah harus seorang ketua baru yang bisa berlatih?"
"Ini benar-benar disayangkan!"
"Sebenarnya tadi aku sudah menggunakan alat menghitung nasib, dan aku tahu akan terjadi bencana, sayang ide tersebut belum diputuskan, aku sudah mendengar ada teriakan yang mengejutkan!"
"Waktu itu jika kau ingin melarikan diri masih ada kesempatan!"
"Di Tiam-jong-pai belum pemah terjadi ada hal yang tidak bisa dibereskan, ketua Tiam-jong-pai pun tidak pernah ada yang takut pada kematian, tidak ada seorang pun yang ketakutan seperti tikus!"
"Siapa namamu?" tanya Ceng Su lagi.
"Kau akan tahu pada waktunya nanti!"
"Lucu juga! Apakah 4 murid Tiam-jong-pai di rumah batu itu dalam keadaan baik?"
"Mereka semua sudah mati!" pemuda itu tidak menutupi keadaan sebenarnya.
"Apakah Tuan datang kemari untuk membalas dendam?" wajah Ceng Su mulai terlihat tidak senang, karena ke empat muridnya itu adalah murid kesayangannya.
"Bukan, aku membunuh mereka karena tidak ada cara yang lebih baik!"
"Baiklah!" Ceng Su menarik nafas panjang.
"Apa yang ingin kau jelaskan?" tanya Ceng Su.
"Tidak ada, sebenarnya tidak perlu banyak bicara!"
Ceng Su tertawa dingin, kedua telapaknya berputar, bajunya bergerak tapi tidak ada angin yang berhembus di sana. Setelah dua telapak tangannya didorong ke kanan dan ke kiri, baru terdengar deru angin topan dan guntur.
Pemuda itu malah tertawa, semua terlihat oleh Ceng Su.
Dia tertawa dingin:
"Apakah kau berani beradu tenaga dalam denganku?" Pemuda itu menjawab dengan gerakan, ke dua telapaknya bersiaga di depan dada, telapak tangan saling berhadapan, dia berjalan ke arah Ceng Su.
Melihat usianya masih muda, tenaga dalamnya pasti tidak terlalu tinggi, Ceng Su pun berpikir demikian. Tapi begitu melihat dari dekat, hatinya bergetar, tapi dia tetap ingin mencoba dulu setelah merasa puas baru tenaga dalamnya dikerahkan, ke dua telapaknya menepuk keluar.
Dia tidak terpikir sama sekali kalau pencobaannya akan membuatnya masuk dalam musibah.
Pemuda itu tidak mundur, ke dua telapaknya menyambut dua telapak Ceng Su. Di balik telapaknya tampak cahaya berkedip-kedip.
Ceng Su melihat jelas tapi belum sempat memikirkan masalah ini, kedua telapaknya sudah beradu dengan telapak pemuda itu. Ke dua telapaknya terlihat seperti tidak ada yang datang lebih dulu atau datang belakangan, tapi sebenarnya memang tidak bersamaan, maka dia bersiap-siap menghadapi segala perubahan, tapi kedua telapak pemuda itu seperti mempunyai daya hisap, hingga telapak kirinya pun tersedot.
Telapaknya menunggu terjadi perubahan, tapi telapak pemuda yang sebelah lagi sudah datang menyambut dan tersedot dengan erat. Ceng Su membentak ingin menarik telapaknya tapi sayang dengan cara apa pun menarik telapak tangannya tetap tidak bisa ditariknya, tenaga dalam segera dikerahkan supaya bisa menggetarkan kedua telapak pemuda ini, tapi tenaga dalamnya seperti air sungai Yang-ce, terus mengalir dengan deras masuk ke samudra luas, bisa pergi tidak bisa kembali.
Dia melihat pemuda itu, terlihat dia tertawa jahat dan licik, seperti memberitahukan bahwa dia telah termakan tipuannya.
Tenaga dalam dikerahkan lagi untuk menarik kedua telapaknya yang terhisap tapi keadaan masih tetap seperti itu. Yang membuatnya bertambah terkejut adalah begitu mengerahkan tenaga dalam, tenaga dalamnya medali bocor dan keluar terus, tidak bisa dihentikan lagi.
Tawa pemuda itu semakin licik dan culas. Ceng Su membentak, tenaga dalam dikerahkan lagi untuk menutupi jalan darahnya. Tenaga dalam yang keluar seperti seekor naga berjalan di kedua tangannya, tapi setelah sampai di kedua pergelangan tangan tiba-tiba kehilangan kontrol, seperti seekor kuda liar yang terlepas dari tali kekang, terus berlari keluar.
Ceng Su benar-benar terkejut, dia membentak lagi untuk menutupi jalan darah-jalan darah di kedua tangannya. Memang tenaga dalam yang dilatihnya sudah mencapai pada tahap bisa dikuasai sesuai keinginan sendiri, tidak banyak orang yang bisa sampai tingkat seperti dia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kembalinya Ilmu Ulat Sutra (Huang Ying)
Fiksi UmumCatatan Penulis (Huang Ying) Beberapa tahun yang lalu aku pernah menulis sebuah buku berjudul 'Tian-can Pian' (Pendekar Ulat Sutra) sebenarnya strukturnya sangat padat. Tapi ketika ingin menyusun kembali menjadi sebuah film, setelah mengurangi dan m...