Pagi hari di gunung ada kabut, kicauan burung tertutup oleh suara deru air terjun.
Air terjun seperti terjun dari langit masuk ke kolam yang penuh dengan batu, menimbulkan asap air seperti kabut.
Air asap dan kabut menyatu membuat keadaan sekelilingnya menjadi buram. Pohon masih terlihat walau tidak begitu jelas, tapi air terjun terlihat sangat jelas.
Air terjun jatuh ke sebuah batu besar, karena sudah lama tertimpa oleh air terjun maka batu itu terlihat licin. Tapi sekarang di atas batu besar itu duduk seseorang, dia menggantikan posisi batu menerima jatuhnya air terjun.
Tenaga air sangat besar dan kuat tapi orang itu sama sekali tidak terganggu olehnya, dia seperti sebuah batu berbentuk manusia dan menyatu dengan batu itu, dan tidak bisa dipisahkan.
Dia duduk di sana sudah begitu lama, seperti seorang pendeta tua yang sedang bertapa.
Anak muda biasanya jarang bisa melakukan hal seperti yang dia lakukan, bersemangat dan begitu teguh, tapi dia benar-benar seorang pemuda.
Pemuda itu pasti bukan pemuda biasa, beberapa tahun yang lalu dia hanya pemuda sangat biasa, dia hanya seorang pekerja Bu-tong bagian mengambil air dan kayu bakar dari hutan, dia juga ditempatkan di bagian dapur. Karena identitasnya tidak jelas maka dia sering dihina atau diolok-olok oleh murid-murid Bu-tong yang muda lainnya.
Waktu itu tidak ada seorang pun yang tahu bahwa dia adalah putra ketua Bu-tong-pai.
Ci-siong Tojin adalah ketua Bu-tong, dia juga seorang tosu, dia mempunyai istri dan anak, yang pasti dia mengalami kesulitan yang sulit diutarakan, tapi walau bagaimanapun dia bisa membawa putranya Wan Fei-yang ke Bu-tong-san, dengan identitas misterius diterima menjadi muridnya, dan diam-diam diajarkan inti sari ilmu silat Bu-tong, juga diajarkan dasar silat yang kuat.
Tapi semua itu adalah masa lalu, semua sudah lewat. Orang yang tidak biasa pengalamannya pun pasti tidak biasa, seperti jodoh dan ada kesempatan dia bisa menguasai Thian-can-sin-kang, walau Bu-ti-bun yang diwakili Tokko Bu-ti ilmu silatnya sudah dilatih hingga tingkat ke-10 dan dia bisa menguasai ilmu Thian-mo-kay-te-tay-hoat (Ilmu merusak tubuh untuk mendapatkan tenaga lebih), tapi dia tetap kalah oleh Wan Fei-yang.
Pada pertarungan itu dia melakukan tidak sedikit pengorbanan hingga membuatnya menjadi orang nomor satu di dunia persilatan dan di hormati oleh semua orang.
Tapi kalau dia meneliti lebih jauh, dia ingin memiliki hidup yang wajar, maka setelah mengalahkan Tokko Bu-ti, dia tinggal di daerah Bu-tong-san, tidak ikut campur dalam urusan dunia persilatan.
Dia hidup tenang, tidak ada hal aneh yang terjadi, murid-murid Bu-tong-pai sangat mengerti keinginannya dan jarang datang dan mengganggunya. Sebenarnya semenjak kemunculan Bu-ti-bun sampai perkumpulan itu musnah, selalu terjadi pertarungan tanpa berhenti. Orang yang mati dan terluka sudah banyak, hingga kekuatan Bu-tong-pai sudah menurun banyak, tapi semua perkumpulan tidak tertarik untuk membuat masalah lagi.
Orang sesat memang tidak menyukai ketenangan tapi mereka pun sama sekali tidak tertarik ingin mengganggu, apa lagi setelah mengetahui di Bu-tong-pai ada pesilat sangat tangguh, mereka tidak berani datang membuat masalah ke Bu-tong-san.
Hidup Wan Fei-yang sangat tenang tapi setelah melewati hari-hari tenang jika malam tiba dia sering terpikir bahwa di hatinya tetap masih terus bergejolak.
Setiap kali jika hatinya bergejolak, dia akan datang kemari dan duduk di atas batu besar itu membiarkan tubuhnya terkena air terjun.
Air deras membuat hatinya menjadi tenang dan lama-kelamaan menjadi terbiasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kembalinya Ilmu Ulat Sutra (Huang Ying)
General FictionCatatan Penulis (Huang Ying) Beberapa tahun yang lalu aku pernah menulis sebuah buku berjudul 'Tian-can Pian' (Pendekar Ulat Sutra) sebenarnya strukturnya sangat padat. Tapi ketika ingin menyusun kembali menjadi sebuah film, setelah mengurangi dan m...