Dia menotok jalan darah di kedua tangan seperti memotong ke dua tangannya. Sebenarnya hal itu sangat berbahaya, tapi kecuali cara ini tidak ada cara lain lagi.
Jika ada yang tiba-tiba menyerang, berarti dia sedang menunggu kematiannya. Untung saja di sekelilingnya tidak ada orang lain.
Dia percaya jika pemuda itu melepaskan kedua telapaknya, jalan darah di kedua tangannya bisa segera terbuka, dan tenaga dalamnya tetap bisa mengalir masuk ke dalam kedua tangannya.
Tapi pemuda itu tidak melepaskan kedua telapaknya. Saat Ceng Su melihat telapak tangannya dia baru melihat kalau telapaknya dan telapak pemuda itu sudah penuh dengan benda seperti sarang sarang laba-laba, berwarna abu keputihan dan tampak berkilau.
"Kau..." Ceng Su benar-benar terkejut, akhirnya dia sadar mengapa kedua telapaknya sulit ditarik kembali.
Kata 'kau' baru keluar, tiba-tiba dia merasa 2 tenaga besar masuk melalui telapaknya menuju ke dua tangannya.
Jalan darah yang telah ditotoknya bisa mencegah agar tenaga dalamnya tidak keluar, yang pasti bisa menolak tenaga dalam dari luar masuk ke dalam aliran tenaga dalamnya, tapi tenaga dalam yang ingin masuk itu terlalu kuat. Seperti saat kita membelah bambu membuat jalan darah yang telah lertotok jadi terbuka kembali.
Tenaga dalamnya tidak bisa dihentikan lagi, terus mengalir keluar, tenaga tolakan setelah beradu, tenaga yang masuk secara tiba-tiba mundur dengan cepat, dengan tenaga dalam yang mengalir seperti sungai mengalir ke samudra di tubuh pemuda itu. Ceng Su sadar dia telah tertipu dan masuk ke dalam perangkap pemuda itu tapi dia sudah tidak bisa menguasai tenaga dalam yang keluar seperti kuda liar yang terlepas dari pingitan.
Tawa pemuda itu makin terlihat senang, wajah Ceng Su terlihat semakin terkejut dan ketakutan, keringat terus keluar dari dahinya, semua tempat di mana bisa keluar keringat tampak sudah basah kuyup.
Bajunya basah dan dia sudah setengah pingsan. Otot di wajahnya mulai terasa keram, tidak bersemangat seperti biasanya, dia persis seperti seorang tua yang tulangnya sudah keropos.
"Kau ini.... Wan Fei-yang!" tiba-tiba dia berkata dengan suara lemah.
Pemuda itu seperti terkejut, tapi dia tidak menjawab karena dia sedang mengatur tenaga dalam nya, baju dan rambutnya tampak berkibar-kibar.
Akhirnya tenaga dalam Ceng Su telah habis dan mengering, kulitnya pun ikut mengering.
Waktu itu dia merasa ada 2 tenaga kuat masuk melalui telapak tangan pemuda itu dengan cepat masuk ke dalam tubuhnya, dia mulai merasa bersemangat dan merasa nyaman.
"Apa yang kau lakukan?" suaranya mulai membesar.
Pemuda itu hanya tertawa, begitu masuk ke pendengaran Ceng Su dia sadar kalau pemuda itu berniat tidak baik lagi, tapi dia tidak bisa memilih jalan lain.
Dengan cepat perasaan nyaman tadi sudah menghilang, digantikan dengan rasa sakit yang sulit ditahan.
Seperti ada jarum yang berpuluh-puluh tiba-tiba meledak di dalam tubuhnya, Ceng Su berteriak memilukan, tubuhnya terpelanting ke belakang, tapi kedua telapaknya jadi terlepas dari telapak pemuda itu.
Dia menubruk dinding gunung yang ada di belakang hingga batu terbelah. Dia terus masuk melesak ke dalam dinding batu, dia berteriak lagi.
"Wan Fei-yang, ada dendam apa antara dirimu dengan Tiam-jong-pai?" dia berteriak, mulutnya terbuka, tapi langsung tertutup oleh benda seperti benang sarang laba-laba, membuat kata-katanya tidak bisa lagi terucap keluar.
"Margaku Beng bernama Beng To!" ucap pemuda itu.
"Kau adalah Wan Fei-yang, hanya Thian..." Ceng Su sudah tidak kuat bicara, dia sudah tidak bernyawa lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kembalinya Ilmu Ulat Sutra (Huang Ying)
General FictionCatatan Penulis (Huang Ying) Beberapa tahun yang lalu aku pernah menulis sebuah buku berjudul 'Tian-can Pian' (Pendekar Ulat Sutra) sebenarnya strukturnya sangat padat. Tapi ketika ingin menyusun kembali menjadi sebuah film, setelah mengurangi dan m...