Begitu cepat naik ke pohon pasti dia akan terluka, apa lagi sedang mengempit seseorang, sulit untuk menjaga keseimbangan tubuh, setiap saat dia bisa terjatuh ke bawah.
Semua murid Tong-bun berpikir seperti itu, hanya Tong Pek-coan yang berbeda pendapat, sebab dia tahu kedua tangan Beng To bisa mengeluarkan benda seperti benang sutra, cukup untuk membuatnya bisa mengatasi semua kesulitan.
Terlihat dia tidak akan bisa naik pohon itu, mungkin akan menabrak pohon, tapi tiba-tiba telapaknya dijulurkan, dia menepuk ke depan.
Tepukan ini seharusnya membuat mental dan membuat jatuh dari atas, tapi telapaknya malah menempel di pohon, seperti seekor ulat. Hanya mengandalkan telapaknya membuka dan menutup, mengembang dan menyusut, dengan cepat dia naik ke atas pohon.
Murid-murid Tong-bun yang mengejar merasa takjub dan terpaku, tapi segera mengejar lagi.
Di pekarangan pohon besar yang tumbuh berjumlah 10 batang lebih. Murid-murid Tong-bun sudah bisa menduga Beng To akan melarikan diri melalui pohon besar, maka mereka dengan cepat berlari menuju pohon-pohon itu, ilmu meringankan tubuh mereka sangat tinggi. Sepertinya mereka pun bukan untuk pertama kalinya memanjat pohon itu. Mereka menggunakan kaki dan tangan, bergerak seperti seekor kera dengan senjata rahasia siap dilemparkan, tapi sayang gerakan Beng To lebih cepat dari mereka. Beng To memanfaatkan pohon-pohon itu, sebelum sampai di ujung pohon, dia sudah meloncat ke pohon lain, begitu seterusnya.
Begitu telapak tangannya mengenai batang pohon, tubuhnya segera diam, sekarang dia berada di posisi setinggi itu senjata rahasia tidak mungkin bisa mencapainya.
Orang seperti dia terus terbang dari satu pohon ke pohon lain, baru pertama kali murid-murid Tong-bun bertemu dengan musuh seperti itu, bagaimana mereka bisa mengejarnya?
Sampai di pohon terakhir Beng To berhenti di sana, di depan sana ada tempat di mana murid-murid Tong-bun berkumpul.
Murid-murid Tong-bun banyak yang sudah datang, mereka memegang senjata rahasia dan siap membakar, mereka memasang telinga saat mendengar suara peluit dan tahu ada musuh yang datang, mereka juga sadar harus dengan sekuat tenaga menghadapi musuh tersebut.
Semenjak Tong Pek-coan mundur dari dunia persilatan, murid-murid Tong-bun jarang keluar, karena tidak ada seorang pun yang berani mencari gara-gara pada Tong-bun, maka murid-murid Tong-bun jarang punya kesempatan bertarung. Sekarang kesempatan itu telah datang, mereka merasa senang dan bersiap-siap mencoba keahliannya.
Beng To yang berada di atas lalu melihat ke bawah, dia hanya berhenti sebentar lalu turun lagi.
Puluhan senjata rahasia langsung melesat kepadanya, hanya 3 senjata yang bisa mengancam jiwanya, yang lainnya berhasil disambutnya dengan gampang.
Murid-murid Tong-bun berniat menyerang lagi tapi setelah melihat Tong Pek-coan berada di tangannya, mereka jadi ragu-ragu, tadi mereka mendengar suara peluit tanda bahaya, tapi mereka tidak melihat seorang pun musuh yang datang, mereka tidak tahu sudah terjadi masalah begitu besar.
Tentu saja Beng To tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini, dia mengempit Tong Pek-coan lalu berlari ke depan. Murid-murid Tong-bun tidak berani menyerang mereka hanya berteriak:
"Hati-hati, ketua berada di tangan musuh..."
Tong Pek-coan merasa cemas juga marah, tapi jalan darah bisunya ditotok dan ditekan jari Beng To, dengan memakai cara apa pun tidak bisa dibuka.
Beng To merasa nafas Tong Pek-coan sangat kuat dan tahu bahwa dia tidak salah menangkap orang, sebab tenaga dalam Tong Pek-coan benar-benar sangat kuat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kembalinya Ilmu Ulat Sutra (Huang Ying)
قصص عامةCatatan Penulis (Huang Ying) Beberapa tahun yang lalu aku pernah menulis sebuah buku berjudul 'Tian-can Pian' (Pendekar Ulat Sutra) sebenarnya strukturnya sangat padat. Tapi ketika ingin menyusun kembali menjadi sebuah film, setelah mengurangi dan m...