Gue menatap pintu uks kemudian tertawa dengan kebodohan diri sendiri. Gila ya masalah Jeno sama Siyeon aja belum tau ujungnya, ini dengan tiba-tiba Yoonbin... Brengsek!
Kaki gue melangkah ke pintu uks segera keluar untuk kembali ke kelas, kedua mata gue bisa menatap punggung Yoonbin dari kejauhan. Sumpah rasanya mau gue jenggut rambut cowok itu sampai botak.
Bisa-bisanya Yoonbin akting seperti menyukai gue. Nyatanya bagi dia selama ini hanya sekedar candaan doang? So, maksud dia bilang ke mama sama papanya kalau kita pacaran apa?
Kedua ujung bibir gue membentuk senyuman, gue menggelengkan kepala sambil menepuk kedua telapak tangan dalam artian kagum dengan akting seorang Ha Yoonbin. Kalau dia berfikir gue bodoh, salah besar.
Dengan cepat gue melangkahkan kaki ke kelas. Sesampainya masuk ke kelas gue duduk di bangku dan di samping kiri gue udah ada Yoonbin yang menidurkan kepalanya di atas mejanya dengan beralaskan tasnya.
"Yoonbin, kata mama nanti malam kita makan di luar, ikut gak?" tanya gue dengan kedua mata menatap layar ponsel dan kedua ibu jari gue yang mengetik.
Gue bisa merasakan kalau sekelas menatap kearah gue, ya karena tadi gue bilang dengan nada suara agak di kerasin. Gue menatap wajah Yeji sekilas, kemudian kembali menatap layar ponsel.
"tapi kayanya Changbin gak ikut, jadi cuma bertempat doang, gue, lo, mama sama om Seungwoo." sambung gue.
"TUH KAN BENER, CEWEK YANG WAKTU ITU KETEMU DI RUMAH YOONBIN ITU LO NA!" teriak Fellix yang baru masuk ke dalam kelas.
"rumah Yoonbin?" gue mengkerutkan kening, "Maaf itu rumah peninggalan mendiang papa gue. Dia sama papanya yang tinggal di rumah gue!" ralat gue, dan memang benar dia yang tinggal di rumah gue.
"tunggu, tunggu, maksudnya apa ini?" Jihoon yang lagi ngobrol sama Junkyu di depan kelas tiba-tiba pindah duduk di atas meja gue.
"eh? Gue belum kasih tau ke kalian kalau gue sama Yoonbin saudara tiri?" tanya gue dengan ekspresi di buat polos, gue tersenyum canggung. "udah seminggu sih kayanya kita jadi keluarga."
Gue membalikan tubuh ke belakang, "kamu juga mau ikut makan malam sama keluarga aku?" tanya gue ke Jeno gak lupa tersenyum manis, walaupun jatuhnya tersenyum terpaksa.
"MULUT LO BISA DIEM GAK!" teriak Yoonbin membuat gue kaget setengah mati karena tiba-tiba dia terbangun membuat wajah kita deket banget.
Bahkan bukan gue aja yang kaget, semua pada kaget karena tiba-tiba seorang Ha Yoonbin mengucapkan sesuatu kalimat terlebih lagi dengan caranya yang berteriak membuat semuanya tertuju kedirinya.
"tapi maaf, Tuhan menciptakan gue dengan keadaan tubuh yang lengkap dan berfungsi, gak kaya lo punya mulut berasa bisu!" sahut gue.
"lo tau apa tentang gue? Mulut-mulut gue, selama ini lo merasa di rugikan dengan kebisuan gue?"
Jihoon yang masih duduk di atas meja gue kembali ke tempat duduknya, suasana kelas pun berubah jadi sunyi. Gue mencoba mengkuatkan diri gue sendiri dengan cara mengepalkan kedua telapak tangan gue dengan sangat kuat.
"LO TAU DENGAN SIKAP LO YANG SOK CUEK SEMUA MALES DENGAN LO, HA YOONBIN!" teriak gue, gak tau hati gue rasanya panas banget. "seharusnya waktu itu gue gak usah bawa lo ke uks, seharusnya gue kaya yang lain aja bersikap bodo amat!"
Gue memejam kedua mata kemudian menghelakan nafas dengan sangat berat, "bagi yang lain lo itu hanya sebuah titik kecil. Harusnya lo sadar, lo hidup di dunia ini bukan sendirian! Lo fikir dengan sikap lo kaya gitu yang lain suka? Enggak, bodoh!"
"gue gak minta kalian suka dengan diri gue, dan gue gak butuh banyak orang yang suka dengan diri gue. So, udah jelaskan?" Yoonbin beranjak dari kursinya, dia berjalan kearah pintu kelas di ikuti Fellix dari belakang.
"anjir pasti di rumah kalian suka tawuran?" celetuk Jihoon setelah Yoonbin keluar dari kelas. "tapi kalian gak mungkin sampai bacok-bacokan, kan?"
Gue menyembunyikan wajah di antara meja dan kedua tangan gue tanpa berniat membalas ucapan Jihoon yang gak jelas itu. Kedua mata gue memejam mencoba mengontrol emosi.
"na, lo kenapa?" tanya Yeji yang sedari tadi hanya terdiam. Gue hanya bisa menggelengkan kepala dengan posisi masih menyembunyikan wajah gue.
***
"makasih ya Jen," gue kembaliin helm ke Jeno setelah berhasil turun dari motornya.
Jeno tersenyum kemudian menggelengkan kepalanya, "sorry ya udah nyusahin lo, tapi mungkin Siyeon bahagia banget putus sama gue."
"hmm mau masuk dulu, sekalian ngeteh cantik?" tanya gue. Melihat raut wajahnya mungkin Jeno butuh temen curhat.
Jeno melihat arloji di tangan kirinya, "bisa malem gue sampai di rumah kalau main dulu, next time gue minta makanan ke rumah lo!" Jeno menyalahkan mesin motornya, "gue pulang dulu, na."
"hati-hati, Jen!"
Kedua mata gue dapat melihat Changbin yang mengendarai motornya berjalan pulang ke rumah, tapi anehnya dia berdua sama seseorang.
"Haiii!!" sapa cowok yang sebelumnya di bonceng Changbin. Gue hanya bisa menganggutkan kepala menjawab sapaannya.
"kalian sekampus?" tanya gue yang lagi buka pagar rumah. Setelah pagar kebuka Changbin masukin motornya ke halaman rumah.
"tapi beda jurusan," jawab cowok itu. "Bin, makasih ya!" cowok itu langsung masuk ke dalam rumahnya yang ada di samping kanan rumah gue.
Cowok itu Yohan, yang sebelumnya mama ceritain katanya jago taekwondo. Katanya dia punya adik laki-laki, tapi gue belum ketemu sama adiknya. Ya mungkin gak jauh beda wajahnya.
Gue kunci pagar rumah kemudian masuk ke dalam rumah mengikuti Changbin dari belakang. Gue menghelakan nafas, sumpah gue gak bisa untuk tinggal seatap dengan Yoonbin.
"tadi siapa?" tanya Changbin yang ada di depan gue.
"Hah? Oh, Jeno," jawab gue.
"loh kalian pulang bareng?" tanya mama yang lagi nyiapin makan malam di dapur.
"enggak, dia mah sama cowoknya!" jawab Changbin membuat gue mencibirnya, sedangkan mama tersenyum kearah gue membuat gue menatap kearah mama dalam artian kenapa?
Gue berjalan ke kulkas mengambil dua minuman kaleng buat gue dan Changbin, setelah itu gue duduk di samping Changbin. Kedua mata gue mengabsen ke sekeliling, Yoonbin belum pulang?
"om Seungwoo, belum pulang ma?" tanya gue setelah meneguk minuman kaleng.
"dia dinas seminggu," jawab Changbin.
Gue berjalan kearah tangga memilih untuk masuk ke kamar, gak lupa gue bawa cemilan untuk menemani gue yang berniat nonton drama sampai tengah malam.
Sesampainya di dalam kamar gue menjatuhkan cemilan ke lantai, gue letakin tas di dekat meja belajar kemudian gue merebahkan tubuh di kasur. Kedua mata gue menatap langit kamar, sedetik pun gue beranjak dari kasur berniat mengganti seragam dulu sebelum nonton drama.
Setelah ganti seragam gue mengambil laptop yang ada di meja belajar kemudian segera nonton di kasur, tapi rasanya hari ini sama sekali gak minat nonton sesuatu. Gue menghelakan nafas kemudian memilih memejamkan kedua mata dengan laptop gue yang memutarkan sebuah variety show.
Tuhan, kenapa engkau mengirim setiap cowok ke dalam hidupku yang selalu brengsek?
Dan gue masih gak percaya selama ini Yoonbin hanya sebatas bertingkah konyol dengan efek sampingnya adalah perasaan gue yang menjadi suka ke dia. Setelah di buat baper, seenaknya dia pergi gitu aja?
if we were destined
KAMU SEDANG MEMBACA
if we were destined;yoonbin
Fanfiction❝𝘑𝘪𝘬𝘢 𝘪𝘵𝘶 𝘴𝘦𝘣𝘶𝘢𝘩 𝘵𝘢𝘬𝘥𝘪𝘳 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘥𝘪𝘢𝘵𝘶𝘳 𝘰𝘭𝘦𝘩 𝘛𝘶𝘩𝘢𝘯, 𝘬𝘪𝘵𝘢 𝘵𝘢𝘬 𝘣𝘪𝘴𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘶𝘣𝘢𝘩𝘯𝘺𝘢 𝘣𝘢𝘩𝘬𝘢𝘯 𝘱𝘦𝘳𝘵𝘦𝘮𝘶𝘢𝘯 𝘱𝘦𝘳𝘵𝘢𝘮𝘢 𝘬𝘪𝘵𝘢. 𝘑𝘪𝘬𝘢 𝘤𝘪𝘯𝘵𝘢 𝘬𝘪𝘵𝘢 𝘣𝘪𝘴𝘢 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘶𝘢𝘵 𝘥𝘰�...