Sesampainya di rumah Yoonbin ikut masuk ke kamar gue, dia merebahkan tubuhnya di kasur. Sedangkan gue ke kamar mandi, setelah terjatuh di taman gue memilih untuk membersihkan tubuh.
Gak butuh waktu lama untuk gue mandi, kurang lebih sepuluh menit. Saat buka pintu kamar mandi kedua mata gue melihat Yoonbin yang lagi mainin ponsel gue.
Gue duduk di kasur sambil mengeringkan rambut dengan handuk kecil, dan kedua mata gue menatap Yoonbin yang fokus banget menatap layar ponsel gue.
"tadi mama telpon!" Yoonbin memberikan ponsel gue, setelah itu dia keluar dari kamar gue.
Gue melihat riwayat panggilan tapi gak ada panggilan masuk dari mama. Tunggu, chat room Mark gak ada? Padahal gue gak merasa hapus chattingannya.
Gue menggelengkan kepala dengan kelakuan Yoonbin, pasti dia yang hapus chat room Mark. Gue ambil laptop yang ada di meja belajar, lanjutin nonton drama Her Private Life yang sebelumnya ke tunda. Gue langsung tiduran di kasur memilih posisi yang nyaman untuk nonton drama.
Berapa menit kemudian Yoonbin kembali masuk ke dalam kamar gue, dia langsung tiduran di samping gue ikut nonton drama. Tring! Layar ponsel gue memunculkan line masuk dari Mark, dan itu berhasil membuat kedua mata Yoonbin menatap ke layar ponsel.
Gue membalas line masuk dari Mark, tapi baru mengetik satu kata Mark beralih menelepon. Gue menatap wajah Yoonbin sebentar lalu berniat mengubah posisi menjadi duduk untuk mengangkat panggilan Mark, tapi tangan Yoonbin tiba-tiba ada di atas punggung gue membuat gue susah untuk bergerak.
Yoonbin merebut ponsel gue, dia letakin ponsel gue di atas keyboard laptop setelah menjawab panggilan masuk dari Mark dan gak lupa dia speakerin. Gue mengkerutkan kening sedang Yoonbin mengangkat kedua pundaknya ke atas, pandangan Yoonbin beralih ke layar laptop menonton drama.
"Na, masa aku masak telur gosong?"
"Lah gimana ceritanya? payah, masak telur aja gak bisa!"
"aku lagi kode keras loh biar kamu ke sini.."
"aaah, tapi aku lebih nyaman tinggal di Negara sendiri."
Tiba-tiba Mark mengalihkan ke video call membuat Yoonbin mengubah posisi ponsel gue bersandar di layar laptop, dengan cepat Yoonbin menerima video call dari Mark.
Gue bisa melihat Mark yang terdiam saat panggilan kita terhubung. Gue beralih menatap wajah Yoonbin yang tersenyum ke Mark, sumpah horor banget senyumannya.
"jadi telurnya di makan atau di buang?" tanya gue membuat suasana jadi gak semakin canggung.
"di bu—" Mark membulatkan kedua matanya saat dia melihat Yoonbin yang tiba-tiba mencium pipi gue.
Tangan kiri Yoonbin memegang pipi gue yang kanan membuat wajah kita berhadapan, gue membulatkan kedua mata saat Yoonbin memajukan wajahnya sampai bibir dia menempel di bibir gue. Yoonbin mengecup bibir gue berulang-ulang dengan kedua matanya menatap kearah Mark yang ada di layar ponsel gue.
Gue berniat mengakhiri video call dari Mark, tapi tangan gue di tahan sama Yoonbin dengan tangan yang satunya. Gue pun menggigit bibir Yoonbin membuatnya kesakitan dan berhenti mengecup bibir gue, detik itupun Mark mengakhiri video callnya.
"kaya gitu bagus?" tanya gue dengan nada tinggi, dengan cepat gue beranjak dari kasur.
Gue berjalan ke meja belajar mengambil tisu lalu lempar ke Yoonbin agar dia mengelap darah di bibirnya karena gue gigit, gue memilih duduk di bangku belajar sambil memijat pelipis. Gak tau kenapa gue kesel sama Yoonbin, tingkahnya kaya anak kecil.
Sebenarnya buat gue gak masalah kalau Yoonbin cium gue, tapi timingnya ini yang gak tepat. Mark telpon gue karena ada suatu masalah yang dia alami, kebiasaan dia ya gitu. Dengan bodohnya Yoonbin membuat moodnya tambah hancur.
Gak ada gunanya juga kalau gue telpon balik Mark, malah dia berpikir kalau dirinya mengganggu kehidupan gue. Sumpah gue sama Mark udah gak ada hubungan apa-apa, temen aja kaya adik sama kakak tingkat.
Yang gue takutin sekarang adalah Mark, dia tinggal di Canada sendirian. Sebelumnya yang dia ucapin tentang masak telur gosong, itu adalah perumpamaan. Lebih tepatnya membuat gue menebak masalah yang lagi dia hadapi.
"kalian masih pacaran, kan?" tanya Yoonbin dengan tanganya yang mengelap darah di bibirnya dengan tisu.
"gak!" jawab gue.
"terus masalah kalau gue cium lo?" tanyanya lagi, "selagi gak ada yang punya gak masalah dong?"
Gak, bukan kalimat itu yang gue ingin dengar dari mulut Yoonbin. Gak ada yang punya? Kesannya malah gue yang mengharap banyak dengan hubungan gue dan dia.
"lo kira gue cewek apaan?" tanya gue. Yoonbin beranjak dari kasur, dia berjalan kearah pintu segara keluar dari kamar gue tanpa menjawab pertanyaan gue.
Bodoh, gue baru sadar. Hubungan gue dengan Yoonbin itu apa? Pacaran? Dia aja gak bilang. Ah, gue lupa hubungan gue dengan Yoonbin adalah hanya sebatas saudara tiri. Tapi apa ada saudara tiri yang kaya kita?
Gue berjalan kearah kasur memindahkan laptop ke nakas, lalu merebahkan tubuh di kasur. Tiba-tiba pintu kamar terbuka, gue membulatkan kedua mata melihat mama yang muncul. Tunggu, katanya mama pulang sore kenapa sekarang udah ada di rumah?
Tanpa menghiraukan mama yang berdiri di pintu kamar dengan cepat gue beranjak dari kasur turun ke bawah melihat oleh-oleh yang di bawa mama. Gue buka satu persatu tas belanjaan mama, gue mengkerutkan kening saat melihat isi belanjaan mama. Pakaian bayi semua?
Please, gue udah tujuh belas tahun masa punya adik? Konyol banget.
"na, emang bener katanya Mark hamilin anak orang?" tanya mama, "ih mama gak percaya ternyata Mark nakal juga! untung kalian udah putus."
"mama tau dari mana?" tanya gue.
"di grup ibu-ibu pada gosipin Mark, padahal di grup masih ada mamanya Mark." jawab mama, "katanya ceweknya temen sekelas Changbin waktu kelas sebelas."
"Mina?"
"ah iya Kang Mina. Mark sama Mina pacaran sebelum kalian kan?" tanya mama, "pantes aja Mark kemarin langsung ke Canada. Pokoknya kamu jangan malu-maluin mama, ok?"
"harusnya mama! aku sama Changbin udah dewasa masa punya adik?"
"dih siapa juga yang mau punya anak lagi? Ngurusin Changbin sama kamu aja bikin capek!" mama keluarin pakaian bayi yang ada di dalam tas belanjaannya, dia tersenyum menatap pakaian tersebut. "ini tuh buat anak kamu atau Changbin atau Yoonbin, gimana lucu gak?"
"iiiiih masih lama kali! Aku aja belum lulus sekolah."
Gue kembali naik ke kamar untuk menghubungi Mark, sesampainya di dalam kamar gue melihat Yoonbin yang tiduran di kasur dengan tubuhnya yang di tutupi selimut.
Gue mengambil ponsel gue yang ada di dekat kepala Yoonbin. Kedua ujung bibir gue membentuk senyuman saat membaca line masuk dari Mark.
"maaf.." gumam Yoonbin yang bisa gue dengar.
if we were destined
KAMU SEDANG MEMBACA
if we were destined;yoonbin
Fiksi Penggemar❝𝘑𝘪𝘬𝘢 𝘪𝘵𝘶 𝘴𝘦𝘣𝘶𝘢𝘩 𝘵𝘢𝘬𝘥𝘪𝘳 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘥𝘪𝘢𝘵𝘶𝘳 𝘰𝘭𝘦𝘩 𝘛𝘶𝘩𝘢𝘯, 𝘬𝘪𝘵𝘢 𝘵𝘢𝘬 𝘣𝘪𝘴𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘶𝘣𝘢𝘩𝘯𝘺𝘢 𝘣𝘢𝘩𝘬𝘢𝘯 𝘱𝘦𝘳𝘵𝘦𝘮𝘶𝘢𝘯 𝘱𝘦𝘳𝘵𝘢𝘮𝘢 𝘬𝘪𝘵𝘢. 𝘑𝘪𝘬𝘢 𝘤𝘪𝘯𝘵𝘢 𝘬𝘪𝘵𝘢 𝘣𝘪𝘴𝘢 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘶𝘢𝘵 𝘥𝘰�...