if you stay ❀ hyunjin/heejin

498 43 11
                                    

"If you stay, I'd let you know my biggest secret

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"If you stay, I'd let you know my biggest secret."

[ gxg, kinda angst-ish? | 1220 w ]

note:
a belated birthday present special for Raysele who said that she couldn't find a 2jin fic. i hope you like it even though this is (gaje and) very short ♡ (i also hope my writing doesn't feel flat or stiff, it's been quite a long time ;_; i don't know if i still got it)

//

Jeon Heejin berbaring telentang di atas tempat tidur layaknya setiap musim panas yang telah lalu. Jendela kamarnya terbuka, mengundang sinar matahari menyilaukan dan angin hangat yang meniup-niup tirai berenda, sementara kipas angin kecil di atas meja belajar berusaha mengusir gerah. Kedua mata si gadis menangkap kilau kuning keemasan di langit-langit kamar, dan partikel mikro yang melayang-layang bebas di udara. Tangannya terulur, mencoba menangkap bintik-bintik kecil yang berpendaran namun apa daya, hanya debu yang menempel di telapak.

Musim panas mengingatkan Heejin pada sesosok sahabat yang telah pergi. Dia yang Heejin dudukkan pada singgasana hati dan ia beri mahkota bertabur berlian, serta gelar cinta pertama, yang bagi Heejin usia tujuh belas tahun, lebih mulia dari putri raja atau ratu dunia. Gadis paling menawan di seluruh jagat raya, jika ia berhak membuat pernyataan seangkuh itu.

Segalanya terpatri dalam memori Heejin, bagaimana Kim Hyunjin menggenggam tangannya erat kala mereka melintasi jembatan rapuh yang melintang di atas aliran sungai di penghujung kota. Ketakutan terpancar di wajah Hyunjin, sementara Heejin tergelak dibuatnya, hingga deritan kayu jembatan yang lapuk meloloskan jeritan panik dari mulut si gadis Jeon.

Kim Hyunjin punya sepasang mata yang indah, mata yang tersenyum bersama lengkungan bahagia di bibirnya. Kadang waktu Heejin dihabiskan untuk mengamati binar di manik gelap si gadis Kim, sembari telinganya terpasang menyimak curahan hati Hyunjin tanpa lelah. Tidak ada rahasia yang tak terucap di antara mereka, kecuali satu yang Heejin kubur dalam bersama debu angan yang memudar.

Irama langkah kakinya dan Hyunjin tak pernah terputus, selalu senada dan satu tujuan. Segala sesuatu hampir selalu dilakukan bersama, sebagaimana umumnya sepasang sahabat di masa sekolah. Jika Hyunjin hadir di sisinya detik ini, mungkin mereka akan bercengkerama tentang apa pun isi kepala: tentang alam semesta, tentang malaikat dan iblis, tentang masa depan dan belahan jiwa. Jemari Heejin akan menyisir rambut Hyunjin, menjalin kepangan-kepangan kecil dari helaian legam itu dengan teliti dan hati-hati.

Dulu sebuah janji telah Hyunjin tanamkan di tanah kering kota kecil ini sebelum ia pergi, hingga kini pohonnya tidak tumbuh barang sepucuk. Hyunjin tidak kembali. Belum kembali. Dan Heejin masih menunggu, menunggu dengan sabar sampai pohon janji itu tumbuh besar, berbunga dan berbuah ranum. Jika tidak musim panas ini, musim panas yang lain. Besok, atau tahun depan, siapa yang dapat meramalkan? Setiap barisan kata dari mulut Hyunjin akan lebih Heejin percaya daripada syair berima Nostradamus¹ sekalipun.

SUPERCUT ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang