4. Rintik Hujan

2.4K 311 41
                                    

Datang ke sekolah pukul 13.05 WIB, baru saja dari kampus dan masih pusing berkat revisi skripsi. Semalaman pun tidak tidur, sama sekali. Bukan, bukan karena skripsi, justru karena menemani Mas Gayuh jaga dengan regunya. Skripsi selesai sekitar jam 2 pagi, seharusnya masih ada waktu untuk tidur tapi Mas Gayuh meneleponku cukup lama. Pagi ini saja berangkat ke kampus hampir menabrak orang, pulangnya lebih memilih menitipkan motor di kos teman dan naik ojek online.

"Habis bimbingan, Mbak?" tanya Apta yang tiba-tiba saja muncul dari balik ruang 3 ketika aku berjalan menuju lapangan bola mini di sisi utara. Jadi aku berjalan ke utara dan Apta berjalan ke timur dari sisi barat.

"Astaghfirullah! Kaget sih, Ta! Tiba-tiba muncul!" Menepuk lengannya berkali-kali.

"Aww, sakit lah, Mbak. Mbak aja tuh jalan sambil nunduk, lesu banget lagi."

"Ngantuk sih," keluhku berjalan mendahuluinya.

Apta berusaha mengimbangi langkahku dengan langkahnya yang panjang, jelas mudah-mudah saja baginya. "Mau istirahat aja gimana, Mbak? Bentar lagi Mas Akbar dan kawan-kawan pulang. Kita bisa lah latihan dulu individu. Mbak tidur di basecamp selatan aja, pintunya ditutup, takut anak basket tiba-tiba masuk," usul Apta terus mengiringi langkahku.

Aku menggeleng. "Nggak lah, kewajibanku ngelatih, nanti pulang dari sini aja tidur. Toh, ngelatihnya ini bisa dilihat dari jauh sambil duduk."

"Mbak Dara kalau diperhatikan nggak nurut. Mentang-mentang aku cuma anak kecil," gumamnya berlari kecil menjauhiku. Apta sekarang lebih mirip Fikri. Sebelumnya aku kenalkan dulu, Fikri Al Buchori, anak Otomotif Elektronik kelas XI ini. Sudah sejak kelas X memang dekat denganku, sudah macam adikku sendiri, usilnya, perhatiannya pula, intinya dia yang paling perhatian denganku sejak dulu. Nah, sekarang bertambah Apta dengan perhatian kecilnya, mungkin karena kami semua pun semakin dekat setelah satu bulan bersama-sama lagi.

Menghela napas panjang. Sejujurnya bukan karena dia anak kecil, kalau karena itu mungkin beberapa kali diperhatikan Fikri aku juga tidak nurut, sama-sama anak kecil. Aku hanya berpikir aku datang untuk memenuhi tanggung jawabku sebagai seorang pelatih, tidak lebih. Nanti kalau pulang masih sempat tidur.

Berjalan lagi mendekati pasukan yang satu dua mulai sibuk pada tugasnya masing-masing. Siang hari begini memang waktunya mereka latihan Tata Upacara Bendera (TUB).

"Mbak Dara," sapa Risa dengan sangat antusias, anak itu selalu menyenangkan, senyum ceria dan sapaannya.

"Hai, Dik!" Melambaikan tangan padanya. "Semangat latihan!"

"Siap!"

Aku tersenyum, duduk di sebelah tiang bendera, di bawah rindangnya pepohonan. Sekolah ini memang terkenal dengan banyaknya pohon dan luas sekali, green school katanya.

Detikku berlalu dengan memperhatikan adik-adik latihan, sesekali mengoreksi gerakan mereka, dan beberapa bacaan yang mungkin bisa aku koreksi. "Semua gerakan ini individu, ingat kalau salah akan kelihatan sekali oleh dewan juri," pekikku dari tepi lapangan. Meski begitu, kantuk tidak bisa terhindarkan. Mataku rasanya berat sekali, pedas, perih. Aku benar-benar butuh tidur tapi bukan sekarang waktu yang tepat. Sayangnya, mataku ini tidak mudah diajak kompromi. Sesekali satu detik dia menutup, atau sekian detik, sampai kepalaku ikut menunduk.

"Mbak Dara rindu kasur di rumah kayanya," tegur Fikri dari posisinya sebagai Pemimpin Barisan kelas XII. "Tidur di basecamp aja lho, Mbak. Atau pulang tidur."

Aku hanya tersenyum saja, tidak sanggup menjawab. Tapi aku menolak, tetap aku ingin ada di sini untuk adik-adik. Kembali lagi, kepalaku seperti patah dan mataku terlelap sekian detik. Sampai aku seperti sangat nyaman bersandar, semilir angin, dan suara burung beterbangan di atas pepohonan.

Topi Lusuh [Telah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang