[ Chapter 1 : D.A ]

558 46 3
                                    

         Bisa dibilang, ruangan ini adalah tempat kelam. Dengan penerangan seadanya. Tidak terlalu luas dan banyak debu di sana sini. Di tengah ruangan terdapat tubuh ringkih yang bergetar menahan sakit dan tangisnya.
      Ia baru saja di cambuk 15 kali oleh ayahnya. Dan di biarkan di tempat itu setelah berkata,

     " Sudah berapa kali aku katakan padamu. Jaga adik mu, lindungi dia. Besok atau pun selamanya!"

Air mata yang sedari tadi ia tahan kini mulai mengalir. Ia kembali mengingat perkataan pengasuhnya yang sudah berhenti dua tahun yang lalu.

    " Karena Dimas adalah kakak, Dimas akan menjadi pelindung untuk adik setiap waktu. Dimas itu seperti malaikat buat adik. "

Dimas sangat sayang pada adiknya, bahkan jika nanti jantungnya bukan lagi miliknya, ia ikhlas selama Farrel,adiknya selalu sehat seperti apa yang ayahnya harapkan.

                                              •

     Musim selalu berganti, dunia semakin menua. Kini Dimas menjadi remaja yang tampan dan dingin. Senyum dimplenya hanya ia tunjukan untuk ayah dan adiknya. Hanya mereka.

Usianya menginjak 16 tahun bulan ini, itu juga mungkin . Akan ku beritau satu fakta , Dimas tidak pernah ingat kapan ia lahir. Ia hanya ingat ketika merayakan ulang tahun yang 6. Setelahnya, ia seperti amnesia.

Sekarang masih pukul 05.30 pagi tapi Dimas sudah berada di kelasnya yang sepi. Sudah menjadi kebiasaanya datang pagi untuk menenangkan pikirannya karena masalah di rumah.

Setelah menunggu 1 setengah jam akhirnya ada satu siswa yang datang.

     "Loh?Dimas?kok udah dateng aja"tanya seseorang yang baru saja masuk.
     "Emang kenapa?masalah?"Dimas menjawab acuh
    " ya engga, tapi ini masih pagi banget"
    " apa bedanya dengan lo yang juga dateng pagi?"kata Dimas.
   
Orang itu hanya memutar bola matanya malas. Kemudian duduk ke kursinya.

                                               •
    " Dim!ada apa dengan dahi mu?kau jatuh?atau terbentur?"

Dimas menatapnya dengan tatapan tajamnya.  "Rosa bisakah kau mati saja?"

Yang di tatap malah nyengir nyengir tidak jelas -harusnya kan sedih- " kau jahat sekali sih"

Setelah berkata seperti itu, Rosa berjalan ke belakang dan melempar tas ke kursinya dengan keras. Dimas yang melihatnya menyesal telah berkata seperti itu pada Rosa -yang memiliki kelainan mental- mulai menghampirinya dan duduk di sebelahnya.

      "Ros?" Rosa menoleh kesal.
      "Bisa kah kau menjadi teman ku?maaf soal perkataan ku tadi. Dan soal..."-belum sempat Dimas selesai bicara,Rosa sudah berlarian ke luar kelas. Berbicara pada setiap orang yang lewat di depan koridor.
       "Kau tau?"
       "Gue ga peduli"itu jawaban yang selalu Rosa terima.

Rosa itu bodoh,gila,kelainan mental. Tapi, di mata Dimas sekarang, Rosa adalah suatu keistimewaan bagi Dimas.

TBC:)

* Dimple : lesung pipi

-kee🐾

B r o t h e r || JHS & JJKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang