1. Jomblo

12 2 0
                                    

Gak masalah jomblo, Goblin aja ketemu jodohnya 900 tahun.

*****

Siapa yang tidak tau teriknya panas matahari di siang bolong. Siapapun yang merasakannya pasti akan berusaha menghindari panas matahari itu, berteduh misalnya. Atau mungkin menyantap semangkuk ice cream vanila di kedai.

Tapi adakah yang terus menembus menikmati rasa terbakarnya kulit kala berjalan disana. Orang itu adalah Miska dan Nisfi.

Ini semua karena hukuman yang diberikan Pak Toni. Memang, mereka sering melakukan hukuman ini. Tetapi ini adalah puncak dari hukuman yang pernah mereka alami. Ingin mencoba untuk lari tapi pasti kembali lagi. Lari dari hukuman akan kembali dihukum. Itulah yang sering mereka alami.

Namun Miska benar tidak tahan lagi. Tenggorokannya kering kakinya juga mulai lemah. Masih tersisa 15 putaran dari 18 putaran. Masih lama dan banyak tentunya.

"Nis, gue haus nih. Kantin kuy beli minuman dingin," ucap Miska berhenti berlari.

"Sama gue juga haus. Tapi lo yakin mau ke kantin sekarang?" Nisfi melirik Miska yang berhenti berlari.

"Yakinlah, gue udah gak kuat ni tenggorokan kayak gak minum setaun tau ga." Miska berjalan mendahului nisfi.

"Tapi kalo ketahuan Pak Toni lagi, lo yang tanggung jawab ya." Nisfi mengejar Miska dan berusaha menyamakan langkah mereka.

"Yaelah lo mah banyak mikir, bodo amat ah mau ketaun sama Pak Toni juga yang penting rasa haus gue hilang." Miska menarik nafas, "iya deh gue yang tanggung jawab kalo pak Toni tau," kata Miska sambil menggandeng tangan Nisfi kemudian berjalan ke arah kantin.

Miska benar, Nisfi terlalu banyak berpikir. Karena pada dasarnya segala sesuatu memang harus dipikirkan, begitu pun dampaknya.

"Nah gitu dong."

"Iya."

"Tapi satu lagi." Nisfi melirik Miska dan berhenti berjalan. Sengaja menggantungkan kata-katanya.

"Apaan?"

"Lo traktir gue ya." Nisfi lari meninggalkan Miska dan sambil sedikit tertawa.

Mereka berdua membeli minuman sekaligus makanan ketika sampai di kantin. Disana, Nisfi lah yang paling banyak membeli minuman sedangkan Miska paling banyak membeli makanan. Padahal yang paling kehausan diantara mereka adalah Miska. Tapi Nisfi tidak memperdulikan itu. Karena bagi Nisfi, kebaikan Miska adalah suatu keuntungannya dihari ini. Jarang jarang dia baik.

"Woy Nis, perasaan gue yang ngajak lo kekantin deh tadi. Tapi sekarang kenapa lo yang beli minumnya banyak banget. Lo jadi kayak anak kecebong deh." Ucap miska sambil tertawa yang hampir terdengar kesemua ruangan kantin.

"Ya mana gue tau. Lagian nih ya, ngapain coba nyebut gue anak kecebong? Ga elit banget." Nisfi mulai membuka kemasan minumannya.

"Haha.. terserah gue dong. Lo mah jawabnya sewet gitu ga seru ah, kan gue cuma bercanda doang." Miska mengikuti apa yang Nisfi lakukan.

"Lo tuh ngeselin, masih untung si Adit mau sama lo." Nisfi memakan makanan yang dipesannya, tidak lagi menghiraukan ucapan Miska.

Begitu pun Miska. Mereka mengisi perut dengan santai. Tidak mencemaskan lagi hukuman Pak Toni yang belum selesai mereka lakukan. Malas rasanya jika harus memikirkan hal yang tidak perlu untuk dipikirkan.

Tapi ketenangan itu kembali hilang saat dua orang laki-laki menghampiri mereka. Menyaksikan adu mulut Nisfi dan Miska. Bahkan duduk saling berhadapan. Yang tak lain adalah Adit dan Hasbi.

Adit tersenyum, tentu kepada Miska. Begitupun sebaliknya. Sedangkan Hasbi hanya memalingkan muka. Tak ingin melihat apa yang sedang terjadi diantara kedua insan muda itu. Baginya lebih baik memandang pedagang bakso daripada menyaksikan adegan berpacaran Adit dan Miska. Bukan iri, hanya saja Hasbi belum bisa melakukan itu.

Jangan tanya Nisfi bagaimana. Tentu saja dia asyik makan dan minum tanpa menghiraukan mereka semua.

"Woy nisfi apa apaan lo bawa bawa nama gue". Adit menimbrung obrolan yang sempat terpotong tadi.

"Noh si Miska seenaknya aja panggil gue kecebong. Emang gue keliatan kayak kecebong apa?" Nisfi belum menyadari adanya Hasbi.

"Apa? Miska panggil lo kecebong?? Hahaha.. lo mah emang pantes kok, kalau manusia normal gak akan beli minuman sebanyak ini." Ucap adit tertawa.

"Jadi secara ga langsung lo nyebut gue ga normal?! Hah?!"

Hasbi hanya tersenyum, tak ikut berdebat bersama mereka. Tatapannya beralih pada gadis imut yang tengah terlihat marah disampingnya. Sudah lama dia seperti ini, entah kapan akan berakhir. Bahkan memulai pun hanya baru rencana bukan tindakan.

"Santai santai Nis, Adit cuma becanda doang kok." Ucap Miska menenangkan Nisfi yang mulai terpancing emosinya.

"Iya, Nis gue kan cuma becanda kok lo galak banget. Lo lagi pms ya?" Adit menaikan sebelah alisnya.

"Au ah, sebel gue sama kalian berdua. Mentang mentang gue jomblo." Nisfi mendelik sambil kembali melanjutkan makannya.

Saat itu barulah dia sadar, ada Hasbi disampingnya. Hasbi sedang memperhatikan Nisfi karena itu terlihat dari ujung matanya sendiri. Tapi dengan nyali yang besar Nisfi mencoba bersikap biasa saja. Berperang melawan detak jantungnya yang tidak baik baik saja. Ingin rasanya Hasbi mengetahui jikalau dia menyukai laki-laki itu. Tapi hati Nisfi tidak punya mulut. Dia hanya bisa diam tanpa bicara. Menunggu waktu yang memputar balikkan keadaannya.

"Makanya jangan jadi jomblo, cari dong seseorang yang bisa ngertiin lo." Kata Miska disela tawanya.

"Gak masalah jomblo, Goblin aja ketemu jodohnya 900 tahun." Nisfi kembali makan untuk menghilangkan nada canggung bicaranya.

"Eh bentar bentar, Nis, lo kan jomblo nih, Hasbi juga jomblo. Gimana kalau kalian pacaran aja??" Adit melirik Nisfi dan Hasbi bergantian.

Nisfi mendelik tidak suka, itu dilakukannya agar mereka percaya bahwa itu tidak akan terjadi. Meskipun suatu saat terjadi, itu berarti semua doa yang dipanjatkannya selama ini terkabul. Tapi sayangnya hanya ekspetasi belaka.

"What? Lo ngomong kayak komedian ya, ga lucu." Nisfi melirik Hasbi yang sama terkejut sepertinya.

"Halah, kebanyakan bacot lo Nis. Emang sih, cowok mana coba mau sama lo. Lo mah kelakuan absurd, kadang kalo ngomong suka nyolot langsung ngegas. Cewek tuh ya lemah lembut." Ucap Miska mendadak menjadi bijak membuat Adit seketika tertawa.

"Lo ngomongin diri lo sendiri ya??" Fokus Nisfi masih pada makanannya. Sedangkan Miska hanya memutar bola matanya sebagai respon bahwa ia tidak suka apa yang Nisfi ucapkan.

"Halah ngaku aja kalian berdua pasti ada rasa kan?? Jangan sepelekan Adit yang udah ahli cinta ini." Kata Adit dengan bangga.

"Kalian berdua cocok deh kalau buka klinik cinta." Hasbi terkekeh.

"Berasa terbully gue disini, kelas duluan ah." Nisfi meninggalkan mereka bertiga. Tak menghiraukan apapun yang dikatakan Hasbi barusan.

"Baru gitu aja udah pergi,payah lo Nis." Pekik Adit lantang.

Hasbi membiarkan Nisfi pergi. Ia tahu Nisfi pergi bukan karena merasa terbully. Tapi pergi karena topik obrolan ini. Butuh sedikit waktu bagi laki-laki sepertinya untuk peka terhadap keadaan.

"Gue susul Nisfi gapapa kan?" Hasbi memutuskan untuk menyusul Nisfi. Ia akan mencoba menjalankan semua plan yang sudah disusun serapih mungkin olehnya.

"Susulin aja, gih."

Hasbi pergi menyusul Nisfi yang mungkin sudah kembali ke kelas. Dan ternyata benar, Nisfi ada dikelas. Ditemani sebuah buku yang baru saja dibukanya.

*****

WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang