2. Rencana

4 2 0
                                    

Merencanakan yang terbaik buat sahabat adalah peran seorang sahabat.


*****

Hasbi pergi menyusul Nisfi yang mungkin sudah kembali ke kelas. Dan ternyata benar, Nisfi ada dikelas. Ditemani sebuah buku yang baru saja dibukanya. Hasbi ingin menemani Nisfi, tapi ia takut jikalau gadis itu tidak merespon keberadaannya seperti di kantin tadi.

Tapi dengan segenap keberaniannya, Hasbi masuk kedalam kelas. Duduk disamping Nisfi. Suasana kelas juga tidak terlalu ramai, hanya ada beberapa siswi yang ada didalam kelas karena ini memang sudah jamnya istirahat.

Hasbi berdehem hendak memulai aksinya. "Hay, boleh gue duduk?"

"Silahkan siapa yang ngelarang coba, gak ada kan? Sekalipun itu presiden." Nisfi bersikap seolah tidak memperdulikan keberadaan Hasbi disampingnya. Jutek, jutek, jutek, itulah yang sedang diusahakannya.

'Bener ya kata Miska. Nih perempuan gak ada lemah lembutnya, ngomong ngegas mulu' batin Hasbi bermonolog.

"Hehe, iya iya." Hasbi gelagapan. Ia harus mulai berpikir keras hal apa yang akan diobrolkannya kali ini.

Saat mengobrol dengan gebetan, topik yang dibicarakan harus tidak putus tengah jalan. Apalagi jika topiknya terlalu garing akan membuat suasana semakin runyam. Ia tahu itu dari tips yang ada di youtube.

"Bukannya gue geer ya, jadi lo ngikutin gue?" Nisfi menyimpan buku nya.

"Ya gue khawatir aja sama lo." Hasbi menjawab seadanya. Ia merutuki dirinya sendiri, kenapa harus jawab seperti itu. Seolah-olah dia sendiri yang mematikan topiknya.

'Khawatir, emangnya gue ngelewatin daerah ranjau darat,' batin Nisfi berceloteh.

"Kirain mau ikutan ngeledek."

Nisfi terkekeh pelan. Usaha menunjukkan sifat juteknya goyah seketika. Bahkan Nisfi cukup malu mengakui jika senyum Hasbi adalah salah satu kelemahan hatinya.

"Ya ga mungkin kan gue ngeledek geb-" Hasbi langsung menutup mulutnya sebelum kalimat itu diselesaikan.

Hampir saja. Jika mulutnya terlambat menyadari semuanya akan terbongkar. Nisfi akan mengetahui niatnya selama ini.

"Geb? Geb apa?" Nisfi jadi penasaran.

"Gapapa." Hasbi jadi salting sendiri. Biasanya kalau dia sedang salting pasti sikap seperti air kulkasnya dimunculkan. Tidak memperlihatkan rasa malu dirinya sebagai seorang laki-laki yang salting di hadapan perempuan kesukaannya.

*****

Miska dan Adit masih berada di kantin. Selepas Hasbi dan Nisfi pergi, mereka menikmati kebersamaan ditengah banyaknya orang. Bahkan tak jarang fans Adit mencibir ketika melewati mereka berdua. Tapi tidak ada yang menghiraukan itu. Baik Miska maupun Adit sama sama tidak peduli.

Miska bukannya tidak peduli, lebih tepatnya pura-pura tidak peduli. Siapa yang tidak kesal ketika melihat pacar sendiri dikerubunin para perempuan. Rasa ingin mencakar dan mencabik datang seperti angin. Tiba-tiba.

Tapi Miska berfikir kembali, dia tidak boleh egois. Mau dekat dengan siapapun itu adalah hak Adit. Yang menjadi haknya adalah Adit bisa menjaga jarak dengan mereka dan Adit harus bisa mengerti perasaannya. Itu saja.

"Ehh, Dit, gimana kalau kita deketin mereka berdua. Lo setujukan sama ide gue yang brilian ini?"

"Maksud lo si Nisfi sama si Hasbi gitu?" Adit tampak berpikir, bagaimana sikap Nisfi terhadap orang-orang selama ini. "Emang Hasbi bakal tahan gitu sama sikap si Nisfi yang kalo ngomong udah ngegas kayak motor gak ada remnya."

"Ehh sekate kate lo ngatain sahabat terunsss gue. Daripada sahabat lo kayak es batu!" Miska tidak terima sahabatnya di gibahkan seperti ini.

"Halah sahabat terunss apa itu bahasa darimana itu. Baru denger gue bahasa kayak gitu." Adit sedikit becanda. Sudah lama mereka terlalu serius selama ini. Sedikit candaan tidak apa apa kan ya.

"Yeu lo mah dit katro banget jadi cowo, masih untung ya gue masih mau sama lo yang katronya gak ketolongan."

"Masih untung juga ya lo, Mis gue mau sama lo yang juteknya minta ampun. Ehh pas kenal deket ngebacot mulu. Pusing gue dengernya juga." Adu mulut dimulai.

"Loh kok lo malah kayak gitu sih." Ucap miska sambil nyolot.

"Mis mis maaf gue khilaf gue kelepasan sorry." Kata Adit. Wajah memelasnya terpampang disana. Seolah-olah menyesal telah mengatakan itu kepada Miska.

"Iya deh gue maafin. Karna tadi gue yang mulai duluan." Miska mengalah.

Adit tersenyum melihat perkembangan Miska terhadap hubungan mereka. Miska yang biasanya tak pernah ingin mengalah sekarang dengan mudahnya intropeksi sendiri.

"Yaudah sekarang gue setuju buat ngedeketin mereka berdua." Adit kembali pada perbincangan awal mereka.

Senyum Miska merekah. Kabar baik yang selalu ingin didengarnya selama ini telah tiba. Keinginan yang dipendamnya sedikit demi sedikit mulai terbuka.

"Nah gitu dong lo kan jadi pacar yang baik hati." ucap Miska.

"Yaudah, ayo susul mereka, gue penasaran apa aja yang dilakuin mereka." Adit menggandeng Miska.

"Yaelah, Dit kenapa tangan gue dipegang sama lo kayak mau nyebrang aja." Miska melepaskan gandengan Adit, dia merasa risih karena sikap Adit yang seperti ini.

"Ish lo itu cewe pertama yang gue temuin seaneh ini." Adit kesal.

"Marah lagi salah gue apa coba?" Miska pun berjalan meninggalkan Adit.

"Cewe mah gitu cowo ngambek balik ngambek, untung sayang kalo gak sayang udah gue tendang." Tak sadar Adit berucap dengan suara yang lumayan keras.

"Adit suradit gue denger lo bicara apa, kalo mau ngehina gue harusnya lo kecilin tuh suara udah kek toa mesjid aja lo." Kata miska dengan lantang.

"Ternyata dia denger, gue kira dia gak denger." Ujar adit dengan suara kecil dan mengejar Miska yang sudah sampai kelas.

*****

WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang