11. Retak

1 2 0
                                    

Kenapa keretakkan ini terjadi kala semuanya mulai membaik?

*****

"Jangan rubah takdirku,  satukanlah hatiku dengan hatinya.." disepanjang perjalanan koridor, Adit terus saja menyanyikan lagu itu dengan suara andalannya. Adit berjalan dengan Hasbi dan sonia kearah kantin.

"Aamiin, semoga gue bisa s'lalu terus bersama Hasbi." Sonia berusaha mensejajarkan langkahnya dengan Hasbi.

Ketika mereka memasuki area kantin, barulah mata Adit dapat melihat ada Miska dan Nisfi disana. Dengan segera Adit mengahampiri Miska sambil tak henti menyanyikan lagi itu.

Nisfi menoleh ke belakang kala mendengan suara Adit menggelegar di penjuru kantin. Biasanya dimana ada Adit, disanalah ada Hasbi.

Namun dia menemukan keganjalan disana, ada seorang perempuan yang terus mencoba menyamakan langkahnya dengan langkah Hasbi.

Itu yang namanya sonia? Batinnya.

"Berisik, Ishh lo mah ganggu kedamaian kantin." Bisik Miska pada Adit.

Cowok itu langsung diam, berhenti menyanyikan lagu yang sedang populer masa sekarang. Lagu itupun ditujukannya pada Miska, sesuai dengan isi lagu.

"Iya, maaf." Adit kemudian duduk dihadapan Miska.

Sedangkan Hasbi dan Sonia masih berdiri dibelakang Adit. Seperti menjadi seorang pengawal saja.

"Nis, itu dia yang namanya Sonia. Yang kecentilan ke Hasbi." Miska berbisik pada Nisfi.

Namun Nisfi tidak memperdulikan bisikan Miska disampingnya. Yang ia inginkan hanya segera pergi dari kantin yang mulai terasa panas ini.

"Gue lupa, novel gue belum dimasukin ke tas. Takut ada yang nyuri." Nisfi bangkit dari duduknya.

Jago ngibul juga nih anak, ujar Miska dalam hatinya. Memuji sekaligus menyindir Nisfi.

"Yaudah, perlu gue temenin?" Miska melirik kearah Nisfi yang sudah bangkit dari duduknya dan hendak meninggalkan meja mereka.

"Gausah." Nisfi dengan segera pergi dari sana. Dengan sengan sengaja ia menyenggol lengan Hasbi kemudian cepat cepat melangkah pergi.

Sakit memang, melihat orang yang kita sayang bersikap seolah tidak saling kenal. Hasbi tahu rasanya itu.

"Kalian kesini mau makan, 'kan? Cepet dong, pesen makanan kek." Adit mencoba mencairkan kediaman setelah kepergian Nisfi.

"Gue mau bakso sama pop ice rasa coklat  aja deh, nitip ya." Miska tersenyum lebar.

"Iya gue pesenin," Adit hendak beranjak dari duduknya tapi kemudian ia menatap Hasbi dan Sonia lebih dahulu yang masih membisu. "Lo berdua pesen apaan?"

"Gue mau susul Nisfi." Hasbi pergi meninggalkan mereka bertiga disana. Sonia hendak mengikuti Hasbi kembali, namun ditahan oleh Miska dan Adit.

"Awas ya lo, curut, kalo ngikutin Hasbi lagi!!" Dengan sengaja Miska menyentak Sonia yang sudah mulai melangkahkan kakinya, tapi tidak jadi karena Miska melarangnya.

"Sorry ya, gue gak kenal sama lo." Sonia memanyunkan bibirnya. Benar-benar kesal.

Sonia lebih memilih duduk di sebelah Adit. Namun beberapa detik kemudian Adit pergi membeli makanan yang sudah dititipkan Miska padanya.

Ketika Adit sedang mengantre untuk membeli bakso dan lainnya, Miska sempat memberi pelototan pada Sonia. Dengan beraninya gadis itu mendekati Adit di hadapannya.

Dasar, si curut,  ceritanya mau jadi pelakor. Masih gue liatin belum gue kasih pelajaran. Awas aja lo, spesies hama kaya lo harus dimusnahkan didunia ini, Miska kembali membatin.

"Apa?! Liat liat." Sonia mengalihkan penglihatannya, tak lagi mau melihat Miska dihadapannya yang turut menambah kekesalannya berkali lipat.

"Ehh, Bang, nih uangnya. Makasih ya." Setelah adit mendapatkan apa yang dipesannya, barulah ia membayar.

Adit membawa dua mangkuk bakso dan dua pop ice rasa coklat diatas nampan yang dipegangnya. Kemudian dibawa ketempat Miska untuk dimakan disana.

"Dit gue ko gak ditraktir sih?" Kesal sonia ketika melihat Adit hanya membawa dua makanan dan dua minuman saja.

Gak Hasbi, gak Adit, sama sama nyebelin, Sonia bermonolog dalam hatinya.

"Gue bukan nyokap lo." Tegas Adit sembari memberikan semangkuk bakso tanpa kecap kepada Miska.

Sonia semakin kesal. Dia pergi begitu saja setelah menghentakkan kakinya keras dihadap Miska dan Adit yang tengah menyantap makan siangnya.

*****

Nisfi pergi dari kantin memang untuk menghindari Hasbi. Ia harus memasang mental baja ketika mereka akan bertemu dalam kelompok nanti. Dengan Sonia.

Selepas pergi dari kantin, Nisfi mengarahkan langkahnya menuju perpustakaan. Dimana itu adalah tempat yang selalu sepi pengunjung. Ramainya hanya ketika saat-saat tertentu.

Ada seseorang yang mencekal pergelangan tangan Nisfi hingga membuat langkahnya harus terhenti.

Dengan segera gadis itu menoleh ke belakang, melihat milik siapa tangan yang mencekalnya itu.

Hasbi. Miliknya.

"Sampe kapan lo mau ngindarin gue kayak gini, Nis?" Hasbi bertanya lirih. Tangannya masih enggan melepaskan tangan mungil perempuan dihadapannya itu.

"Gatau, ga yakin juga. Sampe gue percaya lagi ke lo mungkin." Nisfi melepaskan cekalan Hasbi perlahan.

"Nis, percaya sama gue. Sonia itu bukan siapa-siapa gue." Hasbi mencoba meyakinkan namun Nisfi hanya menggeleng pelan.

"Bahasnya nanti lagi aja ya, gue mau fokus sama kelompok kita nanti," Nisfi tersenyum kecil. "Lo ketua."

Nisfi memasuki perpustakaan dan meninggalkan Hasbi yang masih terdiam disana.

Hasbi hanya menatap punggung Nisfi yang mulai menghilang. Begitupun kepercayaan terhadapnya.

Kenapa harus disaat seperti ini. Kenapa keretakan ini terjadi kala semuanya mulai membaik. Haruskah ia meminta waktu diputar ulang?


Jikalau Sonia tidak datang dan mengacaukan semuanya, semuanya akan baik-baik saja.

Tiada keretakan tanpa sebuah sebab.

Hasbi yakin itu.

Ini adalah saat untuknya memperjuangkan Nisfi. Sudah tiba waktunya ia membuktikan bahwa dia tidak main-main dengan setiap perkataannya. Dan ini adalah waktu untuk memperlihatkan kepada gadis itu, bahwa dia bisa lepas. Hatinya tidak akan stuck pada satu nama.

*****

WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang